DPR Pertanyakan Standar Ganda BPOM Terhadap Obat Buatan Unair

Jum'at, 21 Agustus 2020 - 13:28 WIB
Anggota DPR dari PDI Perjuangan Evita Nursanty, mengapresiasi langkah Universitas Airlangga (Unair), TNI dan BIN yang terlibat dalam pembuatan obat Covid-19. Foto/Ist
JAKARTA - Anggota DPR dari PDI Perjuangan Evita Nursanty, mengapresiasi langkah Universitas Airlangga (Unair), TNI dan BIN yang terlibat dalam pembuatan obat Covid-19 sebagai alternatif obat yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia.

“Saya ingin mengapresiasi inovasi dari Unair dan dukungan yang all out yang diberikan oleh TNI dan BIN. Saya mendorong agar universitas lain juga melakukan hal yang sama. Karena bangsa ini sedang membutuhkan inovasi segera untuk membantu kita keluar dari krisis. Ayo kita berlomba lomba untuk berkontribusi bukan malah menunjukkan sikap negatif, ” kata Evita di Jakarta, Jumat (21/8/2020). (Baca juga: Soal Obat Covid-19 Unair, Pemuda Muhammadiyah: Perlu Diapresiasi, Bukan Dikerdilkan)

Hal itu disampaikan Evita menyikapi perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini terkait izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang belum diberikan kepada obat Covid-19 dari Unair ini dengan alasan uji klinisnya belum valid. Evita pun memuji pihak Unair yang menyatakan akan melakukan evaluasi dan menyempurnakan uji klinis.



“Kita hargai jiwa besar Unair, sekaligus menjadi kritik kepada BPOM bahwa mereka harus membuat standar atau perlakuan yang sama antara obat ini dengan obat yang lain yang sudah Anda keluarkan izinnya, jangan diskriminatif, jangan standar ganda,” sambung Evita. (Baca juga: Libatkan Unjani, KSAD Dukung Uji Klinik Obat COVID-19 Ikatan Apoteker Indonesia)

Menurutnya, selama ini ada banyak obat yang diberikan izin oleh BPOM termasuk obat flu atau obat batuk yang tidak jelas efektivitasnya dan obat impor lainnya. Bahkan, obay yang berisiko pun diberikan izin. Termasuk juga izin kepada obat HerbaVid19, obat tradisional Covid-19 yang didaftarkan PT Satgas Lawan Covid-19 DPR, pabrik obat yang berlokasi di Jakarta Utara.

“Pertanyaanya kenapa obat Covid dari Unair ini sulit sekali meskipun sudah melalui rangkaian uji dan terbukti kesembuhannya? Kenapa dia tidak bisa menjadi obat alternatif seperti ada banyak obat flu atau obat batuk yang beredar? Ingat ini obat bukan vaksin lho,” ujar Evita, yang berharap jangan sampai terjadi persaingan bisnis dalam urusan ini.

Evita menilai obat dari Unair ini bisa menjadi alternatif baru untuk terapi Covid-19. Apalagi sejauh ini, obat buatan Unair tersebut sudah melakukan uji klinis obat kombinasi sesuai protokol yang disetujui BPOM melalui (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK). Uji klinis obat kombinasi dilakukan terhadap 754 subjek. Jumlah ini melebihi target dari BPOM yang hanya 696 subyek.

Perlu diketahui uji klinis fase 3 ini dilaksanakan pada 7 Juli-4 Agustus 2020 di RSUA, Dustira (Secapa AD), Pusat isolasi Rusunawa Lamongan, dan RS Polri Jakarta. Hasilnya, 85% sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari 1-3 hari.
(cip)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More