Mengupas Buku Pemerintahan Konfusian dan Autokrasi Sosialis di China Kontemporer
Selasa, 11 Juni 2024 - 13:49 WIB
Shih memberikan contoh tentang seorang pemimpin yang tampak serba tahu dan berkuasa menghadapi situasi di mana rakyat tidak mau mengungkapkan hubungan mereka, pikiran mereka, atau sumber daya dan kemampuan yang mereka miliki. Pemimpin tersebut tidak akan bisa melanjutkan pemerintahannya. Contoh lain adalah ketika sebuah sistem kontrol yang dianggap sempurna bisa runtuh seketika karena kejadian tak terduga, seperti kebakaran di Xinjiang yang mengubah seluruh sistem kontrol dan membuat para pendukungnya tiba-tiba berbalik menjadi pemberontak.
Demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua kutub yang bertentangan. Masalah yang sebenarnya harus diatasi adalah kepemilikan dan dominasi. Ketika masalah ini tidak dapat dipecahkan, masyarakat demokratis akan mencari solusi otoriter, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dari sudut pandang pemikiran, demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua hal yang berlawanan.
Pembagian ini adalah ilusi yang dibuat untuk membuat orang percaya bahwa sistem mereka lebih unggul. Shih juga menyatakan harapannya untuk menghubungkan keprihatinan dalam bukunya dengan pemikiran dari Global South dan non-liberal democracy.
Bab terakhir dalam bukunya mencoba berdialog dengan konsep Ubuntu dari Afrika, yang menekankan semangat ”Saya ada karena kita ada”. Di masa depan, ia juga berharap bisa terhubung dengan sufisme, karena terdapat kesamaan antara sufisme dan pemikiran tradisional China.
Shih kemudian berbagi bahwa ia sering menghadapi pertanyaan dari audiens Barat, seperti ”Bagaimana dengan Tibet?” ”Bagaimana dengan Hong Kong?” atau ” Bagaimana dengan Uyghur?”. Mereka juga sering mengatakan ”Eropa telah belajar!”, yang berarti mereka telah belajar dari sejarah dan tidak akan melakukan pembantaian besar lagi. Shih menegaskan bahwa ia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini melalui bukunya.
Pemerintahan dan Jalur Massa
Shih Chih-Yu membahas konsep pemerintahan (governmentality) dan jalur massa (mass line).Dia menjelaskan bahwa konsep pemerintahan yang ia bahas berasal dari Michel Foucault, yang berbicara tentang bagaimana individu dalam sistem dibentuk untuk melanjutkan pekerjaan yang diharapkan oleh sistem tersebut.
Namun, Shih menegaskan bahwa jika peneliti menggunakan Foucault untuk mempelajari sistem otoriter dan menekankan bagaimana diktator menggunakan pemerintahan untuk memanipulasi masyarakat, itu sebenarnya kehilangan makna asli dari konsep pemerintahan. Jika seseorang bisa melampaui pemerintahan, maka itu bukan lagi pemerintahan, melainkan mekanisme kontrol.
Shih menjelaskan bahwa yang ingin ia pelajari adalah ”pemerintahan tandingan” (counter-governmentality), yaitu bagaimana pemimpin dibentuk untuk merespons dan peduli terhadap masyarakat agar tetap dapat memimpin. Pemimpin juga dibentuk, bukan hanya individu yang dikontrol. Dari perspektif ini, konsep involution bisa dipahami, di mana individu tidak lagi bertindak sesuai dengan sistem yang membentuk mereka.
Dalam sistem otoriter, ketika pemimpin atau diktator tidak lagi bertindak sesuai dengan ”karakteristik” yang seharusnya dimiliki ”diktator”, maka involusi terjadi. Hal ini biasanya terkait dengan konsep jalur massa dalam sosialisme.
Demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua kutub yang bertentangan. Masalah yang sebenarnya harus diatasi adalah kepemilikan dan dominasi. Ketika masalah ini tidak dapat dipecahkan, masyarakat demokratis akan mencari solusi otoriter, dan sebaliknya. Oleh karena itu, dari sudut pandang pemikiran, demokrasi dan otoritarianisme bukanlah dua hal yang berlawanan.
Pembagian ini adalah ilusi yang dibuat untuk membuat orang percaya bahwa sistem mereka lebih unggul. Shih juga menyatakan harapannya untuk menghubungkan keprihatinan dalam bukunya dengan pemikiran dari Global South dan non-liberal democracy.
Bab terakhir dalam bukunya mencoba berdialog dengan konsep Ubuntu dari Afrika, yang menekankan semangat ”Saya ada karena kita ada”. Di masa depan, ia juga berharap bisa terhubung dengan sufisme, karena terdapat kesamaan antara sufisme dan pemikiran tradisional China.
Shih kemudian berbagi bahwa ia sering menghadapi pertanyaan dari audiens Barat, seperti ”Bagaimana dengan Tibet?” ”Bagaimana dengan Hong Kong?” atau ” Bagaimana dengan Uyghur?”. Mereka juga sering mengatakan ”Eropa telah belajar!”, yang berarti mereka telah belajar dari sejarah dan tidak akan melakukan pembantaian besar lagi. Shih menegaskan bahwa ia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini melalui bukunya.
Pemerintahan dan Jalur Massa
Shih Chih-Yu membahas konsep pemerintahan (governmentality) dan jalur massa (mass line).Dia menjelaskan bahwa konsep pemerintahan yang ia bahas berasal dari Michel Foucault, yang berbicara tentang bagaimana individu dalam sistem dibentuk untuk melanjutkan pekerjaan yang diharapkan oleh sistem tersebut.
Namun, Shih menegaskan bahwa jika peneliti menggunakan Foucault untuk mempelajari sistem otoriter dan menekankan bagaimana diktator menggunakan pemerintahan untuk memanipulasi masyarakat, itu sebenarnya kehilangan makna asli dari konsep pemerintahan. Jika seseorang bisa melampaui pemerintahan, maka itu bukan lagi pemerintahan, melainkan mekanisme kontrol.
Shih menjelaskan bahwa yang ingin ia pelajari adalah ”pemerintahan tandingan” (counter-governmentality), yaitu bagaimana pemimpin dibentuk untuk merespons dan peduli terhadap masyarakat agar tetap dapat memimpin. Pemimpin juga dibentuk, bukan hanya individu yang dikontrol. Dari perspektif ini, konsep involution bisa dipahami, di mana individu tidak lagi bertindak sesuai dengan sistem yang membentuk mereka.
Dalam sistem otoriter, ketika pemimpin atau diktator tidak lagi bertindak sesuai dengan ”karakteristik” yang seharusnya dimiliki ”diktator”, maka involusi terjadi. Hal ini biasanya terkait dengan konsep jalur massa dalam sosialisme.
tulis komentar anda