Memberangus Kemerdekaan Pers?
Minggu, 09 Juni 2024 - 18:02 WIB
Sejak reformasi, pertumbuhan media yang bak jamur di musim penghujan tidak berbanding lurus dengan kualitas pers yang baik dan kuat. Banyak media yang mengklaim sebagai media Pers hanya menjamu kepentingan kelompok tertentu atau hanya sekedar menjadi penampung rilis-rilis lembaga atau instansi pemerintah. Dengan demimian, media kita tumbuh tanpa memiliki kultur skeptis dan kritis.
Sebagai bukti Dewan Pers mencatat jumlah pengaduan masyarakat terhadap pers (pemberitaan dan perilaku jurnalisnya) setiap tahun terus meningkat. Ada yang berpendapat positif artinya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pers meningkat, sehingga mau mengadukan bila melihat ada kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan pers.
Namun faktanya kenaikan jumlah pengaduan kepada Dewan Pers, de facto menunjukkan pelanggaran yang dilakukan pers naik. Umum nya elanggaran yang kerap dilakukan media dan jurnalisnya adalah tidak melakukan uji informasi, tidak verifikasi, tidak konfirmasi yang sangat mendasar dalam jurnalistik. Bahkan sejumlah media dan jurnalis terindikasi menyalahgunakan profesi dan medianya untuk "memeras".
Untuk yang tidak terkait dengan kerja jurnalistik, Dewan Pers akan mengarahkan pengadu untuk memproses pengaduannya dengan menggunakan undang-undang di luar Undang-Undang Pers. Perlindungan dengan menggunakan Undang-Undang Pers hanya berlaku bagi media pers dan jurnalis profesional yang patuh Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers.
Menjaga kualitas pers tentu menjadi kewajiban semua pihak mulai dari Dewan Pers dan konstituen pers, perusahaan Pers, pemerintah - eksekutif, legislatif dan yudikatif serta masyarakat. Semua berkewajiban tidak memberi ruang tumbuhnya pers tidak profesional, apalagi memeliharanya.
Sebagai penutup sengaja judul artikel memilih kosakata 'memberangus', yang di kbbi.web.id mengartikan berangus adalah selongsong penutup yang dipakai untuk menutup moncong seekor hewan, seperti adalah anjing atau anak sapi. Anjing diberi berangus supaya tidak menggigit atau menyalak sedangkan anak sapi diberangus supaya tidak menyusu. Kalau untuk pers, silakan cari padanannya yang pas.
Sebagai bukti Dewan Pers mencatat jumlah pengaduan masyarakat terhadap pers (pemberitaan dan perilaku jurnalisnya) setiap tahun terus meningkat. Ada yang berpendapat positif artinya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap pers meningkat, sehingga mau mengadukan bila melihat ada kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan pers.
Namun faktanya kenaikan jumlah pengaduan kepada Dewan Pers, de facto menunjukkan pelanggaran yang dilakukan pers naik. Umum nya elanggaran yang kerap dilakukan media dan jurnalisnya adalah tidak melakukan uji informasi, tidak verifikasi, tidak konfirmasi yang sangat mendasar dalam jurnalistik. Bahkan sejumlah media dan jurnalis terindikasi menyalahgunakan profesi dan medianya untuk "memeras".
Untuk yang tidak terkait dengan kerja jurnalistik, Dewan Pers akan mengarahkan pengadu untuk memproses pengaduannya dengan menggunakan undang-undang di luar Undang-Undang Pers. Perlindungan dengan menggunakan Undang-Undang Pers hanya berlaku bagi media pers dan jurnalis profesional yang patuh Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers.
Menjaga kualitas pers tentu menjadi kewajiban semua pihak mulai dari Dewan Pers dan konstituen pers, perusahaan Pers, pemerintah - eksekutif, legislatif dan yudikatif serta masyarakat. Semua berkewajiban tidak memberi ruang tumbuhnya pers tidak profesional, apalagi memeliharanya.
Sebagai penutup sengaja judul artikel memilih kosakata 'memberangus', yang di kbbi.web.id mengartikan berangus adalah selongsong penutup yang dipakai untuk menutup moncong seekor hewan, seperti adalah anjing atau anak sapi. Anjing diberi berangus supaya tidak menggigit atau menyalak sedangkan anak sapi diberangus supaya tidak menyusu. Kalau untuk pers, silakan cari padanannya yang pas.
(maf)
tulis komentar anda