Pakar Hukum: Masih Ada Uji Materi, Sahkan Saja RUU Ciptaker
Senin, 17 Agustus 2020 - 17:07 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum deri Universitas Indonesia (UI), Teddy Anggoro berpendapat bahwa sebaiknya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) segera disahkan. Jika masih ada hal yang belum bisa diterima bisa diajukan uji materi.
Teddy yang juga aktif sebagai tim pakar di Jaringan Bonus Demografi beralasan dari 11 klaster dalam RUU Ciptaker yang kontroversial dan alot perdebatan yang hanya klaster ketenagakerjaan. Sementara sepuluh klaster yang lain relatif tidak banyak kontroversi. (Baca juga: Langgar Prosedur, Ahli Epidemiologi UI Ragukan Obat COVID-19 Unair)
"Ada satu dua hal yg kontroversi tapi tidak terlalu keras. Jadi menurut saya kalau banyak hal positif kenapa tidak disahkan saja, agar bisa jadi solusi di tengah krisis," ujar Teddy dalam keterangannya, Senin (17/8/2020).
Menurut Teddy, dalam sistem ketatanegaraan memberi peranan pada pemerintah untuk mengajukan RUU kemudian dibahas DPR. Setelah disahkan itu ada proses evaluasi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bukan hanya uji formil tapi juga uji materiil. Nanti bisa dilihat subtansinya oleh Hakim MK apakah sesuai dengan UUD 45," kata Teddy.
"Jadi jangan stuck di sini. Jangan di balik seolah ketika ada yang kontroversial jangan disahkan. Justru dengan sistem ketatanegaraan lembaga yang ada, justru harusnya itu disahkan nanti baru ada evaluasinya. Jangan karena satu hal, hal lain yang kita sepakat baik jadi tidak jalan," imbuhnya.
Bagi kelompok yang masih menolak beberapa poin dalam klaster ketenagakerjaan, Teddy menyarankan untuk memanfaatkan forum konsultasi dan ruang pembahasan yang dibuka oleh DPR. Jika setelah disahkan dianggap masih bermasalah, baru ajukan uji materi ke MK. (Baca juga: Ahli Epidemiologi UI Siap Gugat Obat COVID-19 Unair Jika Terdaftar BPOM)
"Ini kan enggak selesai di situ setelah ketok palu. Amandemen ke 4 UUD 45 memberi peluang untuk melakukan review formil maupun materiil lewat MK," pungkasnya.
Teddy yang juga aktif sebagai tim pakar di Jaringan Bonus Demografi beralasan dari 11 klaster dalam RUU Ciptaker yang kontroversial dan alot perdebatan yang hanya klaster ketenagakerjaan. Sementara sepuluh klaster yang lain relatif tidak banyak kontroversi. (Baca juga: Langgar Prosedur, Ahli Epidemiologi UI Ragukan Obat COVID-19 Unair)
"Ada satu dua hal yg kontroversi tapi tidak terlalu keras. Jadi menurut saya kalau banyak hal positif kenapa tidak disahkan saja, agar bisa jadi solusi di tengah krisis," ujar Teddy dalam keterangannya, Senin (17/8/2020).
Menurut Teddy, dalam sistem ketatanegaraan memberi peranan pada pemerintah untuk mengajukan RUU kemudian dibahas DPR. Setelah disahkan itu ada proses evaluasi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bukan hanya uji formil tapi juga uji materiil. Nanti bisa dilihat subtansinya oleh Hakim MK apakah sesuai dengan UUD 45," kata Teddy.
"Jadi jangan stuck di sini. Jangan di balik seolah ketika ada yang kontroversial jangan disahkan. Justru dengan sistem ketatanegaraan lembaga yang ada, justru harusnya itu disahkan nanti baru ada evaluasinya. Jangan karena satu hal, hal lain yang kita sepakat baik jadi tidak jalan," imbuhnya.
Bagi kelompok yang masih menolak beberapa poin dalam klaster ketenagakerjaan, Teddy menyarankan untuk memanfaatkan forum konsultasi dan ruang pembahasan yang dibuka oleh DPR. Jika setelah disahkan dianggap masih bermasalah, baru ajukan uji materi ke MK. (Baca juga: Ahli Epidemiologi UI Siap Gugat Obat COVID-19 Unair Jika Terdaftar BPOM)
"Ini kan enggak selesai di situ setelah ketok palu. Amandemen ke 4 UUD 45 memberi peluang untuk melakukan review formil maupun materiil lewat MK," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda