Pudarnya Ngono Yo Ngono Ning Ojo Ngono
Kamis, 04 April 2024 - 08:14 WIB
Dengan demikian, Orang Jawa kembali pada ajaran Eling lan Waspodo; yakni mawas diri dan berkaca pada nurani. Ngono Yo Ngono ning Ojo Ngono adalah hukum tak tertulis. Sebuah khasanah pengetahuan tentang mawas diri yang turun-temurun, generasi ke generasi diwariskan mendiami benak, rasa yang terus digugah.
Ujaran khas Jawa Ngono Yo Ngono Ning Ojo Ngono yang berinti peringatan untuk selalu mawas diri itu sebenarnya memiliki keluasan perspektif. Sebab, tatkala pada 5 April 2024 ini Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyeru pentingnya hati nurani yang dimiliki oleh tiap insan para pemimpin global.
Internasional Day of Conscience menggambarkan Hati Nurani sebagai perasaan moral seseorang/ individu tentang yang benar dan yang salah. PBB menggaungkan itu dalam kampanye berjuluk “Mempromosikan Budaya Damai dengan Cinta dan Hati Nurani”; yang mengutip azasnya dari pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM).
Bahwa aspirasi utama rakyat biasa di dunia adalah penolakan terhadap pengabaian dan penghinaan terhadap hak asasi serta penghindaran dari tindakan biadab antar manusia. Yang menurut Piagam PBB tentang HAM menyebut perwujudannya adalah sebuah dunia yang terbebas dari rasa takut.
Yang menarik, PBB menggunakah pembacaan kata dengan memilih conscience daripada awareness dalam peringatannya, yang jatuh di Hari Jumat. Kebangkitan moralitas tentang kembalinya pada Hati nurani yakni, conscience (mendalam-kesadaran hati nurani) dipilih, yang membedakan kata awareness atau sebentuk kesadaran yang lebih permukaan (dangkal-kesadaran pikiran).
Kita belajar dari buku Summa Theologiae milik filsuf abad pertengahan Thomas Aquinas, hati nurani sejatinya ikhtiar memahami tindakan mana yang benar dan salah. Kekuatan melakukan segala tindakan manusia adalah pemahaman keutamaan semata-mata dalam menciptakan penilaian yang baik mengenai yang sejatinya benar atau yang benar-benar salah dengan menggunakan hati nurani secara tepat, dan hal itu disebut disebut sebagai kewaspadaan. Orang Jawa mengatakan sebagai Eling dan Waspada.
Sementara Aquinas menyebutkan secara mendalam bahwa telaah tentang nurani terkait erat dengan konsep Sinderesis. Yakni pengetahuan tentang prinsip-prinsip alamiah yang berlaku untuk semua tindakan nalar, dan hati nurani yang menerapkan pengetahuan Illahiah pada lelaku tertentu. Dengan demikian, hati nurani berhulu pada Sinderesis.
Hati nurani dan hukum Tuhan di Summa Theologiae karya Aquinas sama-sama mengikat manusia. Hati nurani itu diamsalkan sempurna, sebagai akal (pengetahuan) yang tak bergantung pada hukum manusia namun menjadi pancaran atau perantara atas norma-norma Tuhan kepada manusia.
PBB dan Summa Theologiae
Ujaran khas Jawa Ngono Yo Ngono Ning Ojo Ngono yang berinti peringatan untuk selalu mawas diri itu sebenarnya memiliki keluasan perspektif. Sebab, tatkala pada 5 April 2024 ini Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyeru pentingnya hati nurani yang dimiliki oleh tiap insan para pemimpin global.
Internasional Day of Conscience menggambarkan Hati Nurani sebagai perasaan moral seseorang/ individu tentang yang benar dan yang salah. PBB menggaungkan itu dalam kampanye berjuluk “Mempromosikan Budaya Damai dengan Cinta dan Hati Nurani”; yang mengutip azasnya dari pembukaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM).
Bahwa aspirasi utama rakyat biasa di dunia adalah penolakan terhadap pengabaian dan penghinaan terhadap hak asasi serta penghindaran dari tindakan biadab antar manusia. Yang menurut Piagam PBB tentang HAM menyebut perwujudannya adalah sebuah dunia yang terbebas dari rasa takut.
Yang menarik, PBB menggunakah pembacaan kata dengan memilih conscience daripada awareness dalam peringatannya, yang jatuh di Hari Jumat. Kebangkitan moralitas tentang kembalinya pada Hati nurani yakni, conscience (mendalam-kesadaran hati nurani) dipilih, yang membedakan kata awareness atau sebentuk kesadaran yang lebih permukaan (dangkal-kesadaran pikiran).
Kita belajar dari buku Summa Theologiae milik filsuf abad pertengahan Thomas Aquinas, hati nurani sejatinya ikhtiar memahami tindakan mana yang benar dan salah. Kekuatan melakukan segala tindakan manusia adalah pemahaman keutamaan semata-mata dalam menciptakan penilaian yang baik mengenai yang sejatinya benar atau yang benar-benar salah dengan menggunakan hati nurani secara tepat, dan hal itu disebut disebut sebagai kewaspadaan. Orang Jawa mengatakan sebagai Eling dan Waspada.
Sementara Aquinas menyebutkan secara mendalam bahwa telaah tentang nurani terkait erat dengan konsep Sinderesis. Yakni pengetahuan tentang prinsip-prinsip alamiah yang berlaku untuk semua tindakan nalar, dan hati nurani yang menerapkan pengetahuan Illahiah pada lelaku tertentu. Dengan demikian, hati nurani berhulu pada Sinderesis.
Hati nurani dan hukum Tuhan di Summa Theologiae karya Aquinas sama-sama mengikat manusia. Hati nurani itu diamsalkan sempurna, sebagai akal (pengetahuan) yang tak bergantung pada hukum manusia namun menjadi pancaran atau perantara atas norma-norma Tuhan kepada manusia.
Ramadan dan Renungan Ghazali
tulis komentar anda