Percepat Laju Krisis Iklim, Pencemaran Plastik Dinilai Harus Dicegah
Sabtu, 30 Maret 2024 - 07:09 WIB
Diperkirakan kata dia, sebesar 38 persen sampah plastik di Indonesia tidak ditangani dengan baik, yang mencakup pembakaran di ruang terbuka sebesar 47 persen, 6 persen dikubur, serta sebanyak 5 persen sampah plastik dibuang ke badan air.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa sampah sachet yang melewati proses pembuangan ke tempat penampungan akhir serta didaur ulang hanya sebesar 36 persen, sedangkan untuk sampah pouch sekali pakai hanya sebesar 6 persen," tutupnya.
Sementara Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengungkapkan, untuk menindaklanjuti studi ini, pihaknya sedang menyusun peta jalan sistem guna ulang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang mendukung implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
"Selain itu, harapannya studi ini dapat semakin meyakinkan bahwa sistem guna ulang bisa menjadi industri baru yang dapat berkontribusi pada kebangkitan ekonomi. Apalagi setelah melihat fakta sampah sachet dan pouch dalam laporan ini, Dietplastik Indonesia semakin yakin bahwa dalam ekonomi sirkuler, sistem guna ulang lebih tepat untuk diprioritaskan," jelas Rahyang.
Sedangkan Founder & CEO Hepi Circle, Kumala Susanto menambahkan, solusi guna ulang ini dapat bertumbuh dengan munculnya berbagai pelaku usaha guna ulang yang juga menghadapi tantangan dengan murahnya harga sachet.
"Menjalankan bisnis guna ulang memang penuh tantangan, bersaing dengan sachet saat ini dijual sangat murah. Biaya extended producer responsibility (EPR) atau biaya pertanggungan jawaban produsen atas sampah barang yang diproduksi perlu dimasukkan per kemasan supaya menaikkan harga sachet," kata Kumala.
"Sachet perlu dibuat mahal dan langka, sehingga guna ulang bisa bersaing. Guna ulang harusnya menjadi sistem yang normal atau umum di masyarakat," pungkasnya.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa sampah sachet yang melewati proses pembuangan ke tempat penampungan akhir serta didaur ulang hanya sebesar 36 persen, sedangkan untuk sampah pouch sekali pakai hanya sebesar 6 persen," tutupnya.
Sementara Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengungkapkan, untuk menindaklanjuti studi ini, pihaknya sedang menyusun peta jalan sistem guna ulang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang mendukung implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.
"Selain itu, harapannya studi ini dapat semakin meyakinkan bahwa sistem guna ulang bisa menjadi industri baru yang dapat berkontribusi pada kebangkitan ekonomi. Apalagi setelah melihat fakta sampah sachet dan pouch dalam laporan ini, Dietplastik Indonesia semakin yakin bahwa dalam ekonomi sirkuler, sistem guna ulang lebih tepat untuk diprioritaskan," jelas Rahyang.
Sedangkan Founder & CEO Hepi Circle, Kumala Susanto menambahkan, solusi guna ulang ini dapat bertumbuh dengan munculnya berbagai pelaku usaha guna ulang yang juga menghadapi tantangan dengan murahnya harga sachet.
"Menjalankan bisnis guna ulang memang penuh tantangan, bersaing dengan sachet saat ini dijual sangat murah. Biaya extended producer responsibility (EPR) atau biaya pertanggungan jawaban produsen atas sampah barang yang diproduksi perlu dimasukkan per kemasan supaya menaikkan harga sachet," kata Kumala.
"Sachet perlu dibuat mahal dan langka, sehingga guna ulang bisa bersaing. Guna ulang harusnya menjadi sistem yang normal atau umum di masyarakat," pungkasnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda