Percepat Laju Krisis Iklim, Pencemaran Plastik Dinilai Harus Dicegah

Sabtu, 30 Maret 2024 - 07:09 WIB
loading...
Percepat Laju Krisis Iklim, Pencemaran Plastik Dinilai Harus Dicegah
Peluncuran hasil studi berjudul Laporan Evaluasi Dampak Lingkungan dan Sosial Dari Pemanfaatan Sachet dan Pouch Serta Ekspansi Solusi Guna Ulang di Jabodetabek. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Kemasan sachet atau penggunaan plastik dalam keseharian, dinilai harus segera diminimalisir. Pasalnya, penggunaan dan pencemaran plastik turut mempercepat laju krisis iklim .

Pandangan ini terungkap dalam Dietplastik Indonesia bekerja sama dengan Daya Makara Universitas Indonesia (UI) meluncurkan hasil studi berjudul Laporan Evaluasi Dampak Lingkungan dan Sosial Dari Pemanfaatan Sachet dan Pouch Serta Ekspansi Solusi Guna Ulang di Jabodetabek, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.

Head of Sustainable Development Research Cluster Daya Makara UI, Bisuk Abraham Sisungkunon mengatakan, mayoritas dari biaya sosial tersebut berupa gangguan kesehatan, baik gangguan saluran pernafasan maupun kardiovaskular, yang diidap oleh masyarakat luas akibat keterpaparan mereka terhadap polutan hasil pembakaran sampah sachet dan pouch. Belum lagi nilai moneter dari dampak negatif yang berpengaruh dengan isu perubahan iklim.

"Laporan studi ini menunjukkan angka kerugian yang luar biasa akibat penggunaan kemasan sachet dan pouch," kata Bisuk Abraham dalam keterangannya, Sabtu (30/3/2024).



Walaupun kata dia, masih ada beberapa keterbatasan dari studi ini, namun dapat menjadi jalan pembuka bagaimana melihat dampak dari kemasan sachet dan pouch yang selama ini dianggap 'ramah di kantong', tapi ternyata tidak ramah untuk lingkungan dan kesehatan.

"Melalui peluncuran laporan ini, kami berharap para pihak yang berwenang dalam menyusun kebijakan bisa memanfaatkannya untuk menyusun kebijakan yang tepat terhadap alternatif pengganti plastik sekali pakai terutama sachet dan pouch," jelas Bisuk Abraham.

Menurut Bisuk Abraham, sachet dan pouch merupakan dua jenis kemasan berbahan dasar plastik yang cukup luas digunakan di Indonesia khususnya untuk barang-barang konsumen yang bergerak cepat (Fast-moving consumer goods).

"Penggunaan sachet dan pouch dalam jumlah besar ini, hampir mustahil untuk dikumpulkan dan didaur ulang, sehingga mengakibatkan pencemaran plastik yang sangat besar, dan mengakibatkan pencemaran plastik dan mempercepat laju krisis iklim," tuturnya.

Diperkirakan kata dia, sebesar 38 persen sampah plastik di Indonesia tidak ditangani dengan baik, yang mencakup pembakaran di ruang terbuka sebesar 47 persen, 6 persen dikubur, serta sebanyak 5 persen sampah plastik dibuang ke badan air.

"Hal tersebut menunjukkan bahwa sampah sachet yang melewati proses pembuangan ke tempat penampungan akhir serta didaur ulang hanya sebesar 36 persen, sedangkan untuk sampah pouch sekali pakai hanya sebesar 6 persen," tutupnya.

Sementara Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara mengungkapkan, untuk menindaklanjuti studi ini, pihaknya sedang menyusun peta jalan sistem guna ulang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang mendukung implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

"Selain itu, harapannya studi ini dapat semakin meyakinkan bahwa sistem guna ulang bisa menjadi industri baru yang dapat berkontribusi pada kebangkitan ekonomi. Apalagi setelah melihat fakta sampah sachet dan pouch dalam laporan ini, Dietplastik Indonesia semakin yakin bahwa dalam ekonomi sirkuler, sistem guna ulang lebih tepat untuk diprioritaskan," jelas Rahyang.

Sedangkan Founder & CEO Hepi Circle, Kumala Susanto menambahkan, solusi guna ulang ini dapat bertumbuh dengan munculnya berbagai pelaku usaha guna ulang yang juga menghadapi tantangan dengan murahnya harga sachet.

"Menjalankan bisnis guna ulang memang penuh tantangan, bersaing dengan sachet saat ini dijual sangat murah. Biaya extended producer responsibility (EPR) atau biaya pertanggungan jawaban produsen atas sampah barang yang diproduksi perlu dimasukkan per kemasan supaya menaikkan harga sachet," kata Kumala.

"Sachet perlu dibuat mahal dan langka, sehingga guna ulang bisa bersaing. Guna ulang harusnya menjadi sistem yang normal atau umum di masyarakat," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1309 seconds (0.1#10.140)