MK Kabulkan Gugatan 7 Kepala Daerah soal Masa Jabatan
Jum'at, 22 Desember 2023 - 06:54 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan tujuh kepala daerah terkait masa jabatan. Para kepala daerah itu mengajukan uji materiil terhadap Pasal 201 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 10/2016, dalam gugatan 143/PUU-XXI/2023.
Adapun tujuh kepala daerah tersebut adalah Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Dalam gugatannya, mereka meminta MK memberikan tafsir konstitusinal Pasal 201 Ayat (5) UU Pilkada yang meyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, alasannya, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para pemohon baru dilantik pada 2019.
Jika masa jabatan mereka berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun. Ketua MK Suhartoyo menyatakan, pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Pada amarnya, MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan provisi para pemohon.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Suhartoyo saat membaca amar putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 diubah menjadi berbunyi, "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024".
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) pada putusan ini. Dalam gugatannya, para pemohon menilai berlakunya Pasal 201 Ayat (5) UU Pilkada berpotensi memotong masa jabatan menjadi tidak utuh selama lima tahun karena mesti berakhir pada 2023.
Pemohon pun menilai akhir masa jabatan mereka tidak mengganggu jadwal Pilkada Serentak 2024 yang digelar pada November.
Adapun tujuh kepala daerah tersebut adalah Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Didie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Dalam gugatannya, mereka meminta MK memberikan tafsir konstitusinal Pasal 201 Ayat (5) UU Pilkada yang meyebutkan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, alasannya, meski dipilih lewat Pilkada 2018, para pemohon baru dilantik pada 2019.
Jika masa jabatan mereka berakhir di 2023, maka periode kepemimpinan mereka tak utuh selama lima tahun. Ketua MK Suhartoyo menyatakan, pokok permohonan para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Pada amarnya, MK menyatakan tidak dapat menerima permohonan provisi para pemohon.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Suhartoyo saat membaca amar putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Pasal 201 Ayat (5) UU 10/2016 diubah menjadi berbunyi, "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati satu bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024".
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) pada putusan ini. Dalam gugatannya, para pemohon menilai berlakunya Pasal 201 Ayat (5) UU Pilkada berpotensi memotong masa jabatan menjadi tidak utuh selama lima tahun karena mesti berakhir pada 2023.
Pemohon pun menilai akhir masa jabatan mereka tidak mengganggu jadwal Pilkada Serentak 2024 yang digelar pada November.
(maf)
tulis komentar anda