Gemoy tapi Kejam: Kisah Kekejaman Dinasti Kim Jong-un
Minggu, 26 November 2023 - 17:40 WIB
Bukan tanpa alasan pembantaian yang dilakukan Kim atas pamannya karena si paman adalah orang nomor dua di Korea Utara, yang digadang-gadang berpeluang menggantikan dirinya. Tentu Kim tak mau itu terjadi.
Dia menginginkan darah dagingnya sendiri yang harus menggantikannya. Maka Kim tak segan membantai siapapun dengan cara yang kejam untuk mempertahankan dinasti politiknya, termasuk membantai pamannya sendiri.
Kim kerap menggunakan intimidasi, tekanan dan teror untuk mempertahankan kuasa. Sejumlah metode eksekusi mati yang keji sengaja ia rancang untuk menakut-nakuti para pembangkang di Korut. Selain memasukkan orang ke dalam akuarium raksasa berisi ikan piranha, dia juga terbiasa mengumpankan orang ke kandang harimau, melakukan pemenggalan, membakarnya hidup-hidup dan meledakkan mereka dengan senjata anti-tank. Dengan ketakutan kuasa itu dibangun.
Rakyat Korea Utara selama 25 tahun dibawah rezim dinasti Kim hidup dalam pengawasan ketat. Sebagian besar rakyatnya tak mengetahui situasi global bahkan mereka tak tahu bagaimana mereka dipandang oleh dunia luar. Bertahun-tahun mereka hanya mendapatkan doktrin bahwa pemimpin mereka adalah sosok istimewa yang berbakat, sehingga layak mendapatkan pemujaan tertinggi.
Pemujaan itu dibalut dengan harapan bahwa Korea Utara hanya bisa maju apabila dipimpin oleh dinasti keluarga Kim. “Garis darah keluarga itu suci”, kata Kim, begitulah cara Kim melegitimasi dinastinya di Korut.
Walau Kim seorang pemimpin diktator muda yang kejam, ia selalu mencoba tampil populer, trendy dan kekinian. Tak jarang ia memamerkan diri saat menaiki roller coaster, bermain ski, dan berpacu kuda. Ia juga kerap menonton K-Pop, bahkan kerap tampil mengikuti trend gaya K-Pop seperti menggunakan anting, kalung, dan jeans. Namun rakyat biasa dilarang menonton dan meniru K-Pop. Kim kerap menyebut pengaruh asing itu sebagai “kanker ganas”.
Selain dengan kultus, Kim membangun kejayaan dan memupuk kebanggaan rakyat Korut dengan mitos megaproyek senjata nuklir yang digadang-gadang bisa melindungi rakyat Korut dari ancaman luar. Walau megaproyek itu dijalankan ditengah rakyatnya yang kelaparan.
Namun Kim berhasil menciptakan strategi propaganda dengan memompa kebanggaan tak bernalar hingga rakyatnya yakin bahwa satu-satunya jalan untuk melindungi keutuhan Korut dari ancaman Barat adalah senjata nuklir. Maka Trump kerap menyebut Kim dengan julukan “Rocket Man”, si manusia roket.
Orang-orang China menyebutnya si “Gendut”, karena kegemarannya melahap steak dan sushi hingga menenggak sampanye mahal membuat berat badan Kim kian membengkak. John McCain, senator Amerika Serikat menyebutnya “pria gendut yang gila”. Media-media Barat menjulukinya sebagai “Kim Fatty”, bayi gemuk yang manja (gemoy).
Kim pun marah dengan julukan yang bernada olok-olok itu. Hingga dia meminta Pemerintah China memblokir pencarian internet dan media sosial untuk kata kunci "Fatty Kim the Third", atau yang berarti "Kim (Generasi) Ketiga Gendut", ejekan yang kerap digunakan para netizen untuk mengolok-olok pemimpin Kim.
Dia menginginkan darah dagingnya sendiri yang harus menggantikannya. Maka Kim tak segan membantai siapapun dengan cara yang kejam untuk mempertahankan dinasti politiknya, termasuk membantai pamannya sendiri.
Kim kerap menggunakan intimidasi, tekanan dan teror untuk mempertahankan kuasa. Sejumlah metode eksekusi mati yang keji sengaja ia rancang untuk menakut-nakuti para pembangkang di Korut. Selain memasukkan orang ke dalam akuarium raksasa berisi ikan piranha, dia juga terbiasa mengumpankan orang ke kandang harimau, melakukan pemenggalan, membakarnya hidup-hidup dan meledakkan mereka dengan senjata anti-tank. Dengan ketakutan kuasa itu dibangun.
Rakyat Korea Utara selama 25 tahun dibawah rezim dinasti Kim hidup dalam pengawasan ketat. Sebagian besar rakyatnya tak mengetahui situasi global bahkan mereka tak tahu bagaimana mereka dipandang oleh dunia luar. Bertahun-tahun mereka hanya mendapatkan doktrin bahwa pemimpin mereka adalah sosok istimewa yang berbakat, sehingga layak mendapatkan pemujaan tertinggi.
Pemujaan itu dibalut dengan harapan bahwa Korea Utara hanya bisa maju apabila dipimpin oleh dinasti keluarga Kim. “Garis darah keluarga itu suci”, kata Kim, begitulah cara Kim melegitimasi dinastinya di Korut.
Walau Kim seorang pemimpin diktator muda yang kejam, ia selalu mencoba tampil populer, trendy dan kekinian. Tak jarang ia memamerkan diri saat menaiki roller coaster, bermain ski, dan berpacu kuda. Ia juga kerap menonton K-Pop, bahkan kerap tampil mengikuti trend gaya K-Pop seperti menggunakan anting, kalung, dan jeans. Namun rakyat biasa dilarang menonton dan meniru K-Pop. Kim kerap menyebut pengaruh asing itu sebagai “kanker ganas”.
Selain dengan kultus, Kim membangun kejayaan dan memupuk kebanggaan rakyat Korut dengan mitos megaproyek senjata nuklir yang digadang-gadang bisa melindungi rakyat Korut dari ancaman luar. Walau megaproyek itu dijalankan ditengah rakyatnya yang kelaparan.
Namun Kim berhasil menciptakan strategi propaganda dengan memompa kebanggaan tak bernalar hingga rakyatnya yakin bahwa satu-satunya jalan untuk melindungi keutuhan Korut dari ancaman Barat adalah senjata nuklir. Maka Trump kerap menyebut Kim dengan julukan “Rocket Man”, si manusia roket.
Orang-orang China menyebutnya si “Gendut”, karena kegemarannya melahap steak dan sushi hingga menenggak sampanye mahal membuat berat badan Kim kian membengkak. John McCain, senator Amerika Serikat menyebutnya “pria gendut yang gila”. Media-media Barat menjulukinya sebagai “Kim Fatty”, bayi gemuk yang manja (gemoy).
Kim pun marah dengan julukan yang bernada olok-olok itu. Hingga dia meminta Pemerintah China memblokir pencarian internet dan media sosial untuk kata kunci "Fatty Kim the Third", atau yang berarti "Kim (Generasi) Ketiga Gendut", ejekan yang kerap digunakan para netizen untuk mengolok-olok pemimpin Kim.
Lihat Juga :
tulis komentar anda