Robohnya Etika Pemimpin Negeri Kami
Selasa, 14 November 2023 - 19:44 WIB
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator Seni dan Koordinator Forum Alumni Unej untuk Perubahan, Anies Cadas
GONJANG-GANJING dinamika politik Indonesia, memantik ingat pada sosok dan karya A.ANavis, sastrawan dan kritikus tahun 50-an yang mendapat penghargaan S.E.A Write Award dengan simbol surau yang roboh.
baca juga: Wapres Minta Elite Pegang Teguh Etika Politik Jelang Pemilu 2024
Secara sosio-religi, cerpen berjudul Robohnya Surau Kamitanpa narasi bertele-tele penanda surau atau langgar (Jawa: masjid kecil) yang roboh jelas membawa gambaran metafora “sebuah bangunan psikis” yang ringkih, berakhir runtuh dengan tragis.
Para seniman, sastrawan, pekerja budaya pun penulis-penulis serta merekasiapa saja tentu setuju bahwa surau tak hanya yang bersifat spiritual, namun lebih pada ruang-berbagi lambang bekerjanya komunitas bersama.
Surau adalah sebuah fundamen psiko-geografi, di mana seseorang melabuhkan diri menunggal bersama masyarakat. Surau, berarti pula upaya menegakkan ikatan tentang apa yang dianggap kebenaran personal sekaligus komunal.
Ke-Tuhanan pada saat sama adalah pancaran tentang yang paling hakiki, yang suci mendiami kejiwaan sekaligus juga kesepakatan untuk janji memberi yang terbaik dalam kehidupan riil bagi kebaikan sosial. Cerpen A.A Navis patut dibaca ulang konteksnya yang tak hanya sebatas reliji, namun sebagai pukulan besar akan etika-sosial yang luluh lantak di negeri ini.
Dalam narasi cerpen A.A Navis diibaratkan bangsa Indonesia sepertinya akan masuk “Neraka”. Bukan sebab tak rajin ibadah, namun lengah untuk menegakkan sendi-sendi kebenaran dalam bermasyarakat, sederhananya: kesalehan sosial menghilang hari-hari ini.
Kurator Seni dan Koordinator Forum Alumni Unej untuk Perubahan, Anies Cadas
GONJANG-GANJING dinamika politik Indonesia, memantik ingat pada sosok dan karya A.ANavis, sastrawan dan kritikus tahun 50-an yang mendapat penghargaan S.E.A Write Award dengan simbol surau yang roboh.
baca juga: Wapres Minta Elite Pegang Teguh Etika Politik Jelang Pemilu 2024
Secara sosio-religi, cerpen berjudul Robohnya Surau Kamitanpa narasi bertele-tele penanda surau atau langgar (Jawa: masjid kecil) yang roboh jelas membawa gambaran metafora “sebuah bangunan psikis” yang ringkih, berakhir runtuh dengan tragis.
Para seniman, sastrawan, pekerja budaya pun penulis-penulis serta merekasiapa saja tentu setuju bahwa surau tak hanya yang bersifat spiritual, namun lebih pada ruang-berbagi lambang bekerjanya komunitas bersama.
Surau adalah sebuah fundamen psiko-geografi, di mana seseorang melabuhkan diri menunggal bersama masyarakat. Surau, berarti pula upaya menegakkan ikatan tentang apa yang dianggap kebenaran personal sekaligus komunal.
Ke-Tuhanan pada saat sama adalah pancaran tentang yang paling hakiki, yang suci mendiami kejiwaan sekaligus juga kesepakatan untuk janji memberi yang terbaik dalam kehidupan riil bagi kebaikan sosial. Cerpen A.A Navis patut dibaca ulang konteksnya yang tak hanya sebatas reliji, namun sebagai pukulan besar akan etika-sosial yang luluh lantak di negeri ini.
Dalam narasi cerpen A.A Navis diibaratkan bangsa Indonesia sepertinya akan masuk “Neraka”. Bukan sebab tak rajin ibadah, namun lengah untuk menegakkan sendi-sendi kebenaran dalam bermasyarakat, sederhananya: kesalehan sosial menghilang hari-hari ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda