Strategi Perang Asimetris ala Hamas Menggempur Israel

Selasa, 17 Oktober 2023 - 05:10 WIB
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
PEPERANGAN antara Hamas versus Israel masih berlangsung. Korban jiwa pun terus berjatuhan. Hingga Minggu (15/10), tercatat korban meninggal kedua belah pihak mendekati 4.000 orang. Di pihak Palestina, serangan yang dilakukan Israel, terutama di Gaza, mengakibatkan 2.450 orang meninggal. Sedangkan warga Israel yang tewas mendekati 1.400 orang, termasuk di antaranya sejumlah jenderal dan perwira Israel Defense Force (IDF).

baca juga: Zelensky: Rusia Dukung Operasi Hamas

Medan perang berpotensi meluas bila Israel mewujudkan sesumbarnya melakukan serangan atau Operasi Pedang Besi dengan mengerahkan 300.000pasukannya untuk misi balasdendam. Sebab, jika kondisi tersebut terjadi Israel tidak lagi hanyaberhadapan dengan Hamas, tapi juga menyeret masyarakat Palestina secara lebih luas dan memancing masuknya kelompok-kelompok militan seperti Hisbullah.

Apalagi Amerika Serikat (AS) yang telah mengirim kapal induknya benar-benar menerjunkan pasukan membantu sang anak emas.Dengan kecanggihkan alutsista yang dimiliki, Israel secara teoritis memiliki peluang lebih besar memenangkan perang. Terlebih negeri Zionis itu telah memblokade jaringan listrik dan air untuk Gaza dan meneror penduduknya agar meninggalkan tempat tinggalnya.

Namun, teori di atas kertas itu tidak serta-merta mudah terwujud.Milintansi Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lain, serta keberanian masyakat Palestina menghadapi apapun risiko, termasuk menolak meninggalkan Gaza, membuat IDF tidak bakal mudah meraih kemenangan. Justru sangat mungkin mereka akan masuk dalam jebakan maut yang disiapkan Hamas.



Mungkinkah Hamas menyiapkan strategi atau skenario lanjutan untuk mengantisipasi serangan darat atau perang berkelanjutan melawan Israel?Secara rasional, Hamas pasti tidak sembarangan berani menyerang Israel. Berbagai skenario pasti sudah disiapkan, termasuk menyambut serangan balasan dari Israel.

baca juga: Meta Larang Konten Pro-Hamas

Seperti disampaikan pejabat senior Hamas. Ali Barakeh, Hamas siap berperang melawan Israel dalam waktu lama. Bila benar demikian, sudah barang tentu Hamas telah menyiapkan amunisi cukup dan beragam alutsita, termasuk roket dan rudal. Dukungan pasukan dan rakyat juga menjadi prasyarat sukses perang berkelanjutan. Apalagi Hamas juga memiliki banyak sandera yang bisa menjadi kartu truf untuk melemahkan serangan Israel.

Sejauh ini, Hamas sudah menunjukkan skenario serangan terhadap Israel berjalan dengan baik dan sukses. Serangan pertama (first strike) membuat Israel terhenyak kaget karena pasukan Hamas mampu melumpuhkan Iron Dome Defense System (IDDS) yang diandalkan sebagai pelindung pertahanan udara Israel, hingga ribuan roket dan drone berhasil melintas dan masuk ke wilayahnya dan memporak-porandakan beberapa bagian kota Askelon.

Termasuk, pasukan paralayang bermotor Hamas bisa masuk berkeliaran di wilayah Israel, hingga membawa bencana bagi dan ratusan muda-mudi yang tengah asyik menikmati festival musik. Dengan senjata dan peralatan terbatas, Hamas terbukti mampu merobek Operasi Penjaga Tembok yang dianggap sudah maksimal menjaga perbatasan, menyerang 27 titik strategis dan berdampak pada tewasnya sejumlah perwira IDF dan total 169 tentara IDF tewas, serta menyatroni kota Ofakim yang terletak 22,5 km di timur Gaza.

baca juga: Apakah Hamas Itu Syiah? Ini Jawabannya

Secara tak terduga Hamas juga mampu melumpuhkan dan menghanguskan sejumlah tank Merkava IV yang memiliki sistem perlindungan aktif (APF) Trophy.Serangan ini terjadi sehari setelah peringatan 50 tahun perang Arab-Israel tahun 1973 pun menegaskan Hamas memiliki srategi dan pasukan militer yang andal. Di sisi lain Israel masih banyak memiliki kelemahan di balik rapatnya sistem pertahanan, modernnya alutsista, dan canggihnya Mossad yang selama ini diagungkan sebagai intelijen kelas wahid di dunia.

Karena itu, pertanyaan menarik yang patut dimunculkan dan dikaji adalah, strategi seperti yang digunakan Hamas hingga bisa meraih sukses besar dalam serangan tersebut? Selanjutnya, strategi apa lagi yang bakal digunakan Hamas untuk menghadapi Operasi Pedang Besi.

Davis Vs Goliath

Secara leterlek, definisi perang asimetris (asymmetric warfare) mengarah pada peperangan antar dua pihak yang kekuatannya jomplang. Satu memiliki kekuatan militer pas-pasan, vis a vispihak lain yang kekuatan militernya sangat kuat. Perbandingannya bisa diumpamakan seperti David vs Goliath. David sebagai underdogkarena dia hanya seorang penggembala harus berhadapan dengan Goliath yang merupakan prajurit berpengalaman dengan tubuh raksasa.

Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GF) M Arif Pranoto merangkum beragam definisi tentang perang asimetris. Di antaranya versi Dewan Riset Nasional (DRN), Army War College, dan Australia’s Departement of Defense.

baca juga: Pejuang Hamas Berhasil Tangkap Tentara Israel

DRN (2008) misalnya dalam artikel ‘’Suatu Pemikiran tentang Perang Asimetris’’ menjelaskan bahwa konsep tersebut merujuk pada suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berfikir yang tidak lazim dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (geogografi, demografi dan sumber daya alam) dan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya).

Perang asimetri selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.Robert R Tomes dalam ‘Relearning Counterinsurgency Warfare' yang diterbitkan Army War College mendiskripsikan peperangan asimetris sebagai sebuah konflik.Dimana,dua pihak bertikai memiliki perbedaan sumber daya inti dan perjuangannya, cara berinteraksi dan upaya untuk saling mengeksploitasi karakteristik kelemahan-kelemahan lawannya.

Perjuangan tersebut sering berhubungan dengan strategi dan taktik perang un-convetional. Pejuang lebih lemah berupaya untuk menggunakan strategi dalam rangka mengimbangi kekurangannya yang dimiliki dalam hal kualitas dan kuantitas.

baca juga: Netanyahu: Setiap Anggota Hamas Harus Mati

Adapun Australia’s Departement of Defense dalam Warfare Doctrine 1: The Fundamentals of Land Warfare (2008) mendefinisikan bahwa konflik selalu melibatkan satu pihak yang mencari celah keuntungan asimetris atas pihak lainnya dengan memperbesar pendadakan, penggunakan teknologi atau metode operasi baru secara kreatif.

Dijelaskan, sisi kreatif dicari dengan menggunakan pasukan konvesional, khusus dan tidak biasa, dalam rangka menghindari kekuatan-kekuatan musuh dan memaksimalkan keunggulan yang dimilikinya. Semua perang kontemporer didasarkan pada pencarian keunggulan asimetris. Asimetris muncul pada saat diketahui adanya perbedaan perbandingan tujuan, komposisi pasukan, kultur, teknologi dan jumlah.

Bila ditelisik, tiga definisi tersebut di atas memiliki pemahaman dan pandangan berbeda tentang perang asimetris. Namun bila ditarik kesimpulan secara luas, ada beberapa variabel yang menjadi indikator utama perang asimetris. Pertama keterlibatan dua pihak berkonflik yang memiliki kekuatan tidak seimbang.

Kedua, memperbesar pendadakan. Ketiga, menggunakan teknologi atau metode operasi baru secara kreatif dan menggunakan cara tidak lazim untuk memaksimalkan keunggulan dan sebaliknya mengeksploitasi kelemahan lawan. Keempat melibatkan spektrum astagatra dan pancagatra.

Analisis menggunakan kerangka konseptual perang asimetris untuk memahami strategi peperangan Hamas melawan Israel sangat relevan. Paling tidak, untuk menjelaskan bagaimana Hamas yang hanya kelompok militan harus berhadapan dengankekuatan negara, yakni Israel, yang memiliki teknologi militer tercanggih di dunia. Hamas sebagai David tentu harus mengekplorasi semua strategi dan kekuatan yang dimiliki agar bisa memaksimalkan peluang menghadapi sang Goliath Israel.

Bagaimana Operasionalnya?

Implementasi perang asimetris ala Hamas saat melawan Israel pernah dilaporkan www.voa-islam.com dalam tulisan bertajuk ‘’Analisis Strategi Hamas dan Perang Asimetris Melawan Islam’ pada medio 2021. Kala itu, Hamas baru saja menjalani pertempuran melawan Israel dengan hasil maksimal.

baca juga: Bagaimana Kelompok Pejuang Hamas Palestina Mendapatkan Senjata?

Padahal, kekuatan militer Israel pada 2010 berada di peringkat ke-20 dalam daftar 140 negara berdasarkan tinjauan tahunan GFP (Global Fire Power) 2019 dengan skor Indeks Kekuatan (PwrIndx) sebesar 0,3464 (skor pada 0,0000 dan dianggap sempurna).

Untuk melawan kekuatan IDF yang begitu perkasa, Hamas hanya menggunakan taktik gerilya melalui terowongan ofensif untuk melakukan serangan lintas perbatasan ke Israel; membuat roket seri Qassam guna mengancam Israel di kota-kota selatan seperti Ashkelon, Sderot, mengincar enam pangkalan militer dan depo minyak di lepas pantai.

Selanjutnya, saat itu Hamas telah melengkapi sayap militer pasukan Al-Qassam dengan drone, yakni drone kamikaze Shihab, yang dibuat sendiri dengan meniru drone Adabil HESA Iran. Dengan kekuatan alutsista seadanya dan strategi memanfaatkan celah kekuatan Israel yang bisa tembus, Hamas disebut sukses mencapai tujuan terbatas. Apa itu?

Hamas berhasil membangun opini publik, menggalang dukungan massa, memproyeksikan dirinya sebagai pemimpin Palestina, menunjukkan diri sebagai pelindung Yerusalem dan Palestina, dan menekankan posisinya sebagai pemangku kepentingan penting dalam proses perdamaian Palestina.

baca juga: Serangan Roket Hamas Tewaskan 22 Warga Israel

Tak kalah pentingnya, Hamas berhasil meningkatkan dilema keamanan dan faktor ancaman Israel. Pada serangan terbaru ini, Hamas memahami betul strategi perang ala Sun Tzu, yakni kenali siapa musuhmu, atur rencanamu dan hadapi segala risiko.

Dengan pemahaman ini Hamas kembali memilih strategi perang asimetris seperti pada 2021, namun dengan spektrum lebih kompleks dan massif. Walaupun perang masih berlangsung, pada gebrakan pertama (first strike) Hamas berhasil meruntuhkan reputasi militer Israel yang telah terbangun selama 50.

Mossad yang selama ini begitu agung namanya di dunia intelijen, gagal total mengantisipasi rencana serangan Hamas, hingga ada yang menyebut serangan Sabtu pagi itu sebagai peristiwa 9/11 di Israel. Bagaimana perang asimetris berlangsung pada 2023 melalui Operasi Badai Al Aqsa ini dan seperti apa implementasinya?

1.Kekuatan Tak Seimbang

Seperti diketahui, Hamas merupakan bagian kelompok Ikhwanul Muslimin Palestina yang didirikan di Gaza pada 1987. Pada 2006, Hamas memenangkan pemilihan Dewan Legislatif Palestina dan memperkuat posisinya melalui Intifadah pertama dan kedua.Sebagai kelompok militan, kekuatan Hamas sudah pasti jomplang dibanding Israel. Betapa tidak, berdasar sejumlah laporan Hamas saat ini diduga hanya memiliki 4.000-pasukan.

baca juga: Intip Perbandingan Paramotor Versi Hamas dengan TNI
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More