Mengurai Problem Pendirian Rumah Ibadah
Kamis, 14 September 2023 - 15:47 WIB
Sebab, pandangan ini akan mendorong rasa tidak puas, konflik dengan sesama umat dan cenderung menyalahkan pemerintah. Sebaliknya, pemenuhan aturan 60/90 semestinya dipandang sebagai upaya menyadarkan umat beragama agar setiap pemeluk agama dimudahkan untuk meniti jalan kebaikan dan mendekat kepada Tuhan YME.
Raperpres ini tidak sesuram yang digambarkan. Di dalam regulasi ini juga ada optimisme bagi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Peran FKUB dikembalikan pada fungsinya yang utama. Pada aturan sebelumnya, salah satu kewenangan FKUB adalah mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah.
Setelah dilakukan evaluasi, beberapa oknum pengurus FKUB Kabupaten/Kota menyalahgunakan kewenangannya untuk mengganjal rekomendasi pendirian rumah ibadah. Karena itu, untuk mendirikan rumah ibadah, rekomendasinya cukup berasal dari Kakankemenag Kabupaten/Kota saja.
Pembentukan FKUB Pusat merupakan usulan dari banyak pihak, termasuk FKUB daerah. Alasannya cukup logis. Keberadaan FKUB daerah membutuhkan konsolidasi, koordinasi dan konsultasi dengan FKUB di atasnya. Pembentukan FKUB Pusat juga harus dimaknai sebagai penguatan FKUB dan pengokohan tata kelola kerukunan umat beragama.
Pembentukan FKUB Pusat hendaknya tidak dimaknai sebagai upaya dominasi dan kooptasi atas FKUB Daerah atau untuk memperpanjang birokrasi. Jika itu yang terjadi, saya yakin, Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, orang pertama yang tidak setuju dengan keberadaan FKUB Pusat.
Kompleksitas Persoalan
Masalah pendirian rumah ibadah cukup kompleks dan tidak bisa disederhanakan hanya soal regulasi saja. Regulasi, sebagaimana teorinya, sebenarnya menyelesaikan persoalan. Kesadaran dan kedewasaan umat beragama untuk mendirikan atau tidak mendirikan rumah ibadah juga hal lain yang mesti diperhatikan.
Secara umum, persoalan pendirian rumah ibadah, bermuara pada dua hal. Pertama, regulasi belum dipenuhi oleh pengusul. Dalam Perpres ini yang merupakan penguatan dari PBM 9/8 Tahun 2006, pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis bangunan gedung dan persyaratan khusus.
Jika persyaratan ini belum dipenuhi, dipastikan akan menjadi masalah. Jika ada masalah, bukan berarti umat beragama tidak bisa beribadah. Kantor Kemenag RI atau kantor Pemda bisa digunakan untuk tempat ibadah sementara. Dengan demikian, hak untuk beribadah tetap bisa dipenuhi oleh masyarakat.
baca juga: Tegas! TGB Tolak Rumah Ibadah jadi Panggung Politik
Raperpres ini tidak sesuram yang digambarkan. Di dalam regulasi ini juga ada optimisme bagi kemudahan mendirikan rumah ibadah. Peran FKUB dikembalikan pada fungsinya yang utama. Pada aturan sebelumnya, salah satu kewenangan FKUB adalah mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah.
Setelah dilakukan evaluasi, beberapa oknum pengurus FKUB Kabupaten/Kota menyalahgunakan kewenangannya untuk mengganjal rekomendasi pendirian rumah ibadah. Karena itu, untuk mendirikan rumah ibadah, rekomendasinya cukup berasal dari Kakankemenag Kabupaten/Kota saja.
Pembentukan FKUB Pusat merupakan usulan dari banyak pihak, termasuk FKUB daerah. Alasannya cukup logis. Keberadaan FKUB daerah membutuhkan konsolidasi, koordinasi dan konsultasi dengan FKUB di atasnya. Pembentukan FKUB Pusat juga harus dimaknai sebagai penguatan FKUB dan pengokohan tata kelola kerukunan umat beragama.
Pembentukan FKUB Pusat hendaknya tidak dimaknai sebagai upaya dominasi dan kooptasi atas FKUB Daerah atau untuk memperpanjang birokrasi. Jika itu yang terjadi, saya yakin, Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas, orang pertama yang tidak setuju dengan keberadaan FKUB Pusat.
Kompleksitas Persoalan
Masalah pendirian rumah ibadah cukup kompleks dan tidak bisa disederhanakan hanya soal regulasi saja. Regulasi, sebagaimana teorinya, sebenarnya menyelesaikan persoalan. Kesadaran dan kedewasaan umat beragama untuk mendirikan atau tidak mendirikan rumah ibadah juga hal lain yang mesti diperhatikan.
Secara umum, persoalan pendirian rumah ibadah, bermuara pada dua hal. Pertama, regulasi belum dipenuhi oleh pengusul. Dalam Perpres ini yang merupakan penguatan dari PBM 9/8 Tahun 2006, pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis bangunan gedung dan persyaratan khusus.
Jika persyaratan ini belum dipenuhi, dipastikan akan menjadi masalah. Jika ada masalah, bukan berarti umat beragama tidak bisa beribadah. Kantor Kemenag RI atau kantor Pemda bisa digunakan untuk tempat ibadah sementara. Dengan demikian, hak untuk beribadah tetap bisa dipenuhi oleh masyarakat.
baca juga: Tegas! TGB Tolak Rumah Ibadah jadi Panggung Politik
tulis komentar anda