Ironi Data Pribadi, Dijebol dari Dalam
Jum'at, 25 Agustus 2023 - 10:28 WIB
Sebagai ikhtiar untuk membentengi masyarakat dari korban pembocoran data, ada sejumlah langkah strategis yang perlu diupayakan bersama. Pertama, memperkuat regulasi. Penguatan lewat revisi undang-undang ataupun peraturan lain ini adalah sebuah keniscayaan lantaran teknologi yang digunakan pelaku untuk membocorkan data terus berkembang pesat. Guna menciptakan hal ini, tentu membutuhkan kesadaran bersama, utamanya eksekutif dan legislatif untuk bertindak visioner, cepat dan taktis.
Tak hanya itu, penguatan pasal-pasal peraturan ini harus diperkokoh dengan tekad atau kemauan yang keras (willpower) dari para penegak hukum. Tanpa komitmen ini, pasal-pasal yang ada tak lebih dari ‘macan kertas’. Yang memprihatinkan lagi jika pasal-pasal itu justru dijadikan bahan permainan untuk dikelabuhi demi keuntungan praktis bagi penegak hukum dan pihak terkait.
Kedua, perlunya hukuman yang transparan dan menjerakan. Selain jarang sekali terungkap, pelaku pembocoran data ini sedikit sekali yang diketahui identitasnya secara lengkap, termasuk sanksi yang dijatuhkan. Banyaknya kepentingan yang berkelindan di sekitar pelaku seperti menjaga imej perusahaan, potensi rush dan sebagainya membuat kasus-kasus yang terungkap seolah tak jelas juntrungannya. Hakim atau pemberi sanksi harus memiliki integritas kuat, keteguhan sikap dan tentu juga dibayar pantas. Tanpa modal itu, diyakini mereka akan mudah goyah. Lebih-lebih, para pelaku yang terjerat umumnya adalah bagian dari sindikat kuat dan memiliki keuangan yang besar.
Ketiga, memperkuat sumber daya dan tata kelola cyber security. Tak sebatas, pasal dan penegakan hukum, langkah antisipasi lain meningkatkan kemampuan sumber daya. Cyber security yang baik membutuhkan para ahli yang memiliki kemampuan holistik. Keahlian mereka juga harus terus diasah karena teknologi juga melaju cepat. Demikian juga, keahlian mereka perlu didukung dengan sarana dan prasarana serta sistem yang mumpuni. Langkah ini jelas membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Namun, ini lebih penting ketimbang banyak korban yang harus merugi hingga miliaran atau triliunan rupiah. Belum lagi ketahanan nasional menjadi pertaruhan.
Keempat, tak henti mengedukasi publik tentang pentingnya literasi data privasi. Semakin banyak masyarakat yang sadar akan hal ini, maka akan menciptakan pula kehati-hatian dalam berinteraksi di sektor siber. Upaya ini tentu tak bisa menggantungkan kepada pemerintah saja. Maka, kesadaran bersama ini perlu terus dibangun secara integratif dan kolaboratif. Park (2011) menyatakan, literasi privasi adalah hal yang tak terelakkan demi menghadirkan perlindungan data sejak dini.
Harapan-harapan besar di atas sudah seharusnya terwujud agar jangan sampai publik berada posisi yang rawan sekaligus tak berdaya. Sanksi yang telah diberikan terhadap bank atau oknum pegawai bank adalah hanya secuil mitigasi yang memang perlu dilakukan. Sebab, pada saat yang sama, para pelaku dan sindikat kejahatan ini terus berinovasi mencari celah agar tetap merengguk data tanpa izin dan permisi.
Artinya, ancaman di depan mata masih begitu besar. Dan di balik ini semua, ikhtiar untuk saling melindungi data adalah sebuah kesadaran yang harus ditanamkan bersama. Jangan sampai jebolnya data, lebih-lebih akibat ulah orang dalam sendiri terulang kembali. (*)
Tak hanya itu, penguatan pasal-pasal peraturan ini harus diperkokoh dengan tekad atau kemauan yang keras (willpower) dari para penegak hukum. Tanpa komitmen ini, pasal-pasal yang ada tak lebih dari ‘macan kertas’. Yang memprihatinkan lagi jika pasal-pasal itu justru dijadikan bahan permainan untuk dikelabuhi demi keuntungan praktis bagi penegak hukum dan pihak terkait.
Kedua, perlunya hukuman yang transparan dan menjerakan. Selain jarang sekali terungkap, pelaku pembocoran data ini sedikit sekali yang diketahui identitasnya secara lengkap, termasuk sanksi yang dijatuhkan. Banyaknya kepentingan yang berkelindan di sekitar pelaku seperti menjaga imej perusahaan, potensi rush dan sebagainya membuat kasus-kasus yang terungkap seolah tak jelas juntrungannya. Hakim atau pemberi sanksi harus memiliki integritas kuat, keteguhan sikap dan tentu juga dibayar pantas. Tanpa modal itu, diyakini mereka akan mudah goyah. Lebih-lebih, para pelaku yang terjerat umumnya adalah bagian dari sindikat kuat dan memiliki keuangan yang besar.
Ketiga, memperkuat sumber daya dan tata kelola cyber security. Tak sebatas, pasal dan penegakan hukum, langkah antisipasi lain meningkatkan kemampuan sumber daya. Cyber security yang baik membutuhkan para ahli yang memiliki kemampuan holistik. Keahlian mereka juga harus terus diasah karena teknologi juga melaju cepat. Demikian juga, keahlian mereka perlu didukung dengan sarana dan prasarana serta sistem yang mumpuni. Langkah ini jelas membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Namun, ini lebih penting ketimbang banyak korban yang harus merugi hingga miliaran atau triliunan rupiah. Belum lagi ketahanan nasional menjadi pertaruhan.
Keempat, tak henti mengedukasi publik tentang pentingnya literasi data privasi. Semakin banyak masyarakat yang sadar akan hal ini, maka akan menciptakan pula kehati-hatian dalam berinteraksi di sektor siber. Upaya ini tentu tak bisa menggantungkan kepada pemerintah saja. Maka, kesadaran bersama ini perlu terus dibangun secara integratif dan kolaboratif. Park (2011) menyatakan, literasi privasi adalah hal yang tak terelakkan demi menghadirkan perlindungan data sejak dini.
Harapan-harapan besar di atas sudah seharusnya terwujud agar jangan sampai publik berada posisi yang rawan sekaligus tak berdaya. Sanksi yang telah diberikan terhadap bank atau oknum pegawai bank adalah hanya secuil mitigasi yang memang perlu dilakukan. Sebab, pada saat yang sama, para pelaku dan sindikat kejahatan ini terus berinovasi mencari celah agar tetap merengguk data tanpa izin dan permisi.
Artinya, ancaman di depan mata masih begitu besar. Dan di balik ini semua, ikhtiar untuk saling melindungi data adalah sebuah kesadaran yang harus ditanamkan bersama. Jangan sampai jebolnya data, lebih-lebih akibat ulah orang dalam sendiri terulang kembali. (*)
(hdr)
tulis komentar anda