Ironi Data Pribadi, Dijebol dari Dalam
Jum'at, 25 Agustus 2023 - 10:28 WIB
MENTERI Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo ) Budi Arie Setiadi, Senin (21/8/2023) mengungkapkan fakta yang menyentak publik. Budi menyebut, ada beberapa oknum pegawai bank yang terbukti telah menjual data pribadi nasabah secara ilegal. Bank yang membocorkan data ini pun telah diberi sanksi.
Tak dirinci apa bentuk sanksi yang diberikan. Tak diungkap pula, bank mana saja dan berapa pegawainya yang bertindak menyimpang dari standar kerja itu. Namun yang pasti, pengungkapan ini seolah mengonfirmasi teka-teki yang menjangkiti benak hati masyarakat selama ini. Hampir tiap orang, terutama yang memiliki handphone atau berinteraksi dengan internet sejatinya telah menjadi korban bisnis penjualan data pribadi.
Entah disadari atau tidak, faktanya praktik ilegal ini sudah begitu menyeruak. Bedanya, mereka ada yang sudah menjadi korban dan mengalami kerugian lebih dalam. Ada yang merugi ringan dan sebagian lagirelatif aman meski sebenarnya juga tengah menunggu giliran menjadi korban berikutnya.
Di tengah rasa keheranan, kekecewaan hingga kemarahan memuncak, publik pun umumnya hanya bisa pasrah. Mereka tidak mengerti kenapa identitas pribadi seperti nama, NIP, nomor handphone, alamat email dan lain sebagainya bisa begitu gampang diakses oleh orang atau pihak yang tidak berkepentingan. Publik jelas tak mungkin menuduh bank, lembaga jasa keuangan elektronik atau pihak tertentu lantaran minim bukti. Kelemahan inilah yang membuat fenomena kebocoran data di negeri ini seolah terus terjadi meski sudah ada regulasi di sana-sini.
Praktik pembocoran data jelas tak bisa ditoleransi. Kejahatan ini sangat merugikan. Apalagi jika dipahami lebih dalam, tak hanya terhadap pemiliknya, pembocoran data bisa berefek luas termasuk pada ketahanan nasional. Ini beralasan sebab fungsi data saat ini begitu strategis. Sama seperti yang dinyatakan Menkominfo Budi Arie, hari ini barang berharga tak lagi sebatas emas. The new gold saat ini adalah data.
Dari basis data, segaris dengan prediksi futurolog Alvin Tofler, orang bisa mengendalikan orang lain. Ramalan Tofler perlahan telah tersibak. Kini dengan dukungan teknologi artificial intelligence misalnya, orang akan mudah dikenali soal kebiasaan, kegiatan, hobi, kesenangan dan lain sebagainya. Muaranya jelas ada seabrek keuntungan yang didapatkan oleh si pengendali data.
Kebocoran data ini pun faktanya makin tak mudah untuk dicegah. Meski sudah ada regulasi untuk langkah antisipasi seperti Undang-Undang (UU) No 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), modus kebocoran data terus bertransformasi dengan beragam siasat. Bahkan pada sektor infrastruktur informasi vital, seperti dibeber Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, Selasa (22/8/2023), ada 376 kasus kebocoran data pada 1,5 tahun terakhir.
Fakta ini kian membuat prihatin dan miris. Bahkan bisa menjadi ironis jika sang pelaku justru orang dalam sendiri seperti halnya yang diungkap Menkominfo Budi Arie. Pada 2022 lalu, Surfshark, perusahaan data keamanan mengungkap, tiap 60 detik ada 639 data yang bocor secara global. Tren kebocoran dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Yang miris, kebocoran data di Indonesia menduduki peringkat ketiga yang tertinggi setelah Rusia dan Prancis.
Begitu maraknya kasus pembobolan data ini juga pada sisi lain menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya ‘bergigi’. Lantaran dilatarbelakangi keuntungan yang begitu besar, maka sindikat pembocor data ini pun tak pernah ciut nyali. Lubang kelemahan ini harus segera disadari pemerintah, DPR, BSSN dan pihak terkait. Langkah ini penting agar upaya perlindungan data yang hakikatnya bagian kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negara bisa terwujud sepenuhnya.
Tak dirinci apa bentuk sanksi yang diberikan. Tak diungkap pula, bank mana saja dan berapa pegawainya yang bertindak menyimpang dari standar kerja itu. Namun yang pasti, pengungkapan ini seolah mengonfirmasi teka-teki yang menjangkiti benak hati masyarakat selama ini. Hampir tiap orang, terutama yang memiliki handphone atau berinteraksi dengan internet sejatinya telah menjadi korban bisnis penjualan data pribadi.
Entah disadari atau tidak, faktanya praktik ilegal ini sudah begitu menyeruak. Bedanya, mereka ada yang sudah menjadi korban dan mengalami kerugian lebih dalam. Ada yang merugi ringan dan sebagian lagirelatif aman meski sebenarnya juga tengah menunggu giliran menjadi korban berikutnya.
Di tengah rasa keheranan, kekecewaan hingga kemarahan memuncak, publik pun umumnya hanya bisa pasrah. Mereka tidak mengerti kenapa identitas pribadi seperti nama, NIP, nomor handphone, alamat email dan lain sebagainya bisa begitu gampang diakses oleh orang atau pihak yang tidak berkepentingan. Publik jelas tak mungkin menuduh bank, lembaga jasa keuangan elektronik atau pihak tertentu lantaran minim bukti. Kelemahan inilah yang membuat fenomena kebocoran data di negeri ini seolah terus terjadi meski sudah ada regulasi di sana-sini.
Praktik pembocoran data jelas tak bisa ditoleransi. Kejahatan ini sangat merugikan. Apalagi jika dipahami lebih dalam, tak hanya terhadap pemiliknya, pembocoran data bisa berefek luas termasuk pada ketahanan nasional. Ini beralasan sebab fungsi data saat ini begitu strategis. Sama seperti yang dinyatakan Menkominfo Budi Arie, hari ini barang berharga tak lagi sebatas emas. The new gold saat ini adalah data.
Dari basis data, segaris dengan prediksi futurolog Alvin Tofler, orang bisa mengendalikan orang lain. Ramalan Tofler perlahan telah tersibak. Kini dengan dukungan teknologi artificial intelligence misalnya, orang akan mudah dikenali soal kebiasaan, kegiatan, hobi, kesenangan dan lain sebagainya. Muaranya jelas ada seabrek keuntungan yang didapatkan oleh si pengendali data.
Kebocoran data ini pun faktanya makin tak mudah untuk dicegah. Meski sudah ada regulasi untuk langkah antisipasi seperti Undang-Undang (UU) No 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), modus kebocoran data terus bertransformasi dengan beragam siasat. Bahkan pada sektor infrastruktur informasi vital, seperti dibeber Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, Selasa (22/8/2023), ada 376 kasus kebocoran data pada 1,5 tahun terakhir.
Fakta ini kian membuat prihatin dan miris. Bahkan bisa menjadi ironis jika sang pelaku justru orang dalam sendiri seperti halnya yang diungkap Menkominfo Budi Arie. Pada 2022 lalu, Surfshark, perusahaan data keamanan mengungkap, tiap 60 detik ada 639 data yang bocor secara global. Tren kebocoran dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Yang miris, kebocoran data di Indonesia menduduki peringkat ketiga yang tertinggi setelah Rusia dan Prancis.
Begitu maraknya kasus pembobolan data ini juga pada sisi lain menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya ‘bergigi’. Lantaran dilatarbelakangi keuntungan yang begitu besar, maka sindikat pembocor data ini pun tak pernah ciut nyali. Lubang kelemahan ini harus segera disadari pemerintah, DPR, BSSN dan pihak terkait. Langkah ini penting agar upaya perlindungan data yang hakikatnya bagian kewajiban negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negara bisa terwujud sepenuhnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda