Pemilu 2024 dan Pentingnya Komitmen Melindungi Seluruh Warga Negara

Rabu, 12 Juli 2023 - 12:22 WIB
Sikap orang Tionghoa ini disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap pemerintah dalam menjamin prinsip "keadilan sosial tanpa diskriminasi", misalnya dalam beberapa peristiwa khusus yang memiliki dampak negatif bagi orang Tionghoa di Indonesia, dan mencerminkan bahwa dalam beberapa kasus, orang Tionghoa masih menghadapi diskriminasi dan perlakuan yang tidak adil. Sebagai contoh, dalam pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2004 yang menyebut bahwa orang Tionghoa mengendalikan ekonomi seluruh negara Indonesia.

Pernyataan pejabat negara seperti itu mencerminkan perilaku yang tidak pantas dari beberapa pejabat pemerintah atau otoritas lokal dan sikap diskriminatif terhadap orang Tionghoa. Perilaku dan sikap seperti itu merugikan dalam membangun masyarakat yang adil dan setara, dan mungkin memperkuat keraguan dan ketakutan orang Tionghoa dalam berpartisipasi dalam politik.

Namun, penting untuk disadari bahwa pernyataan yang kontroversial tersebut tidak mewakili pandangan seluruh masyarakat Indonesia atau pemerintah secara keseluruhan. Indonesia adalah negara yang multikultural dan multireligius, dengan banyak orang yang menghormati dan mendukung prinsip kesetaraan dan inklusi. Belakangan ini, Indonesia telah mencapai beberapa kemajuan, termasuk adanya undang-undang dan kebijakan yang lebih baik dalam melindungi hak-hak minoritas.

Namun, untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif, masih diperlukan upaya yang berkelanjutan, termasuk reformasi dalam pendidikan, hukum, dan kebijakan, guna menghapuskan diskriminasi rasial dan agama, serta memastikan semua warga negara dapat menikmati hak dan kesempatan yang setara. Hal ini membutuhkan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak untuk membangun masyarakat Indonesia yang lebih adil dan setara.

Untuk mewujudkan masyarakat seperti itu, diperlukan penguatan pendidikan, dan pemahaman, serta reformasi hukum guna memastikan semua warga negara memiliki hak dan kesempatan yang setara. Hal ini membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak untuk membangun masyarakat Indonesia yang lebih adil dan setara.

Selanjutnya, dalam Pemilihan Presiden dan Parlemen tahun 2019, muncul isu-isu terkait masyarakat Tionghoa dan pekerja asal Tiongkok. Isu-isu ini menjadi sorotan dalam pemilihan dan memunculkan kekhawatiran akan munculnya sentimen anti-Tionghoa yang baru.

Dalam pemilihan tahun 2019, beberapa politisi memanfaatkan isu masyarakat Tionghoa dan pekerja asal Tiongkok untuk memanaskan emosi masyarakat kelas menengah ke bawah dengan tujuan mendapatkan dukungan pemilih. Memanfaatkan perpecahan antar golongan semacam ini dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan dalam masyarakat minoritas, baik minoritas dari sisi suku maupun agama, serta memperdalam perpecahan sosial di Indonesia.

Dalam pemilihan Presiden, lapangan kerja dan ekonomi menjadi fokus utama, terutama dalam konteks bangkitnya nasionalisme. Presiden Joko Widodo, dalam upaya meraih suara pada tahun 2019, meluncurkan proyek pembangunan infrastruktur yang masif dan mengundang investasi dan kerja sama dari Tiongkok. Presiden terbuka dengan investasi dari Tiongkok, yang menuai kritik dari pesaingnya, Prabowo Subianto, yang menuduh Joko Widodo menjual kepentingan negara.

Namun, setelah pemilihan berakhir, Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan dalam pemerintahan dan menggarisbawahi kontribusi konstruktif masyarakat Tionghoa, terutama pengusaha Tionghoa, terhadap pembangunan Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada sentimen anti-Tionghoa selama kampanye, pemerintah Indonesia tetap menghargai investasi dan kerja sama dari Tiongkok, dan mengakui kontribusi Tionghoa dalam berbagai bidang di Indonesia.

Kerja sama dengan Tiongkok dan Tantangan untuk Pemerintah Selanjutnya
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More