Djoko Tjandra Jago Lobi Pejabat Sejak Dulu
Senin, 27 Juli 2020 - 07:13 WIB
Terlepas dari itu, dari dulu Djoko memang terkenal piawai dalam melakukan lobi-lobi dengan orang-orang penting negeri ini. Salah satu buktinya adalah saat membangun Hotel Mulia 23 tahun lampau. Hotel itu berdiri di atas lahan seluas empat hektar milik Sekretariat Negara Setneg).
Hotel yang dibangun Konsorsium SEA Games 1997 terbukti melanggar ketentuan batas tinggi maksimal gedung bertingkat di wilayah Senayan. Dalam ketentuan, batas ketinggian maksimal gedung bertingkat di kawasan Senayan hanya 16 lantai. Namun, dalam praktiknya tinggi bangunan itu mencapai 40 lantai. Saat pembangunan dimulai, proyek itu juga belum mengantungi Izin Mendirikan Bangunan.
Sebagai kompensasi atas pelanggaran itu, pada tahun 2003 manajemen Hotel Mulia dikenai denda retribusi sebesar Rp 20 miliar. Sebagian denda telah dibayarkan pengelola. Namun, sisanya sebesar Rp 15 miliar baru dibayarkan setelah dikeluarkannya surat eksekusi oleh Pemda Jakarta.
Pada dekade 1990-an Grup Mulia menjadi “penguasa” dalam kepemilikan properti perkantoran seperti Five Pillars Office Park, Lippo Life Building, Kuningan Tower, BRI II, dan Mulia Center. Plaza 89, Atrium Mulia, wisma antara, Plaza BRI Surabaya, Taman Anggrek Mall & Condominium. Grup Mulia juga menaungi sebanyak 41 anak perusahaan di dalam dan di luar negeri. Selain properti, grup yang pada tahun 1998 memiliki aset sebesar Rp 11,5 triliun itu juga mulai merambah ke bisnis keramik, metal dan gelas.
Sekadar informasi tanah milik Setneg di Kawasan Senayan memiliki luas 2.664.210 m2. Luas itu mencakup Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan Asia Afrika dan Jalan Gerbang Pemuda. Selain Hotel Mulia, beberapa pusat perbelanjaan dan hotel di sekitar kawasan Senayan pun berada atas tanah milik Setneg. Diantaranya, Hotel Atlet Century, Plaza Senayan, ITC Senayan, Senayan City, dan FX Senayan.
Dalam Pemilu 2009 Djoko Tjandra menyumbang sekitar US$ 1 juta kepada Yayasan Kesetiakawanan Dan Kepedulian yang diketuai Djoko Suyanto (Menko Polkam dan HAM). Bersama Purnomo Yusgiantoro (Menteri Pertahanan) dan MS Hidayat (Menteri Perindustrian), Djoko Suyanto tercatat sebagai pendiri di yayasan.
Nama Djoko muncul lagi dalam skandal hak tagih Bank Bali senilai Rp904,6 miliar. Dalam perkara itu sejumlah pejabat penting negara harus masuk bui, seperti Gubernur BI Sjahril Sabirin, Wakil Ketua BPPN Pande Lubis. Namun Djoko yang dihukum dua tahun penjara melalui putusan PK, sudah lebih dulu melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini, ada 10 Juni 2009, persis satu hari sebelum putusan tersebut.
Wajar jika publik curiga dia memiliki jaringan yang kuat, entah di kejaksaan dan MA. Tanpa itu mustahil dia bisa mendapat informasi tentang putusan hukum baginya.
Sengketa dengan BRI dan masyarakat Bali
Selain kasus pidana, Djoko juga menyimpan masalah hukum perdata. Ini menyangkut kerja sama salah satu perusahaan miliknya, PT Mulia Persada Pacific yang digugat oleh BRI dan Dana Pensiunan BRI. Perusahaan itu digugat karena diduga wanprestasi dalam pembangunan Gedung BRI II dan BRI III, di Jalan Sudirman 44-46, Jakarta.
Hotel yang dibangun Konsorsium SEA Games 1997 terbukti melanggar ketentuan batas tinggi maksimal gedung bertingkat di wilayah Senayan. Dalam ketentuan, batas ketinggian maksimal gedung bertingkat di kawasan Senayan hanya 16 lantai. Namun, dalam praktiknya tinggi bangunan itu mencapai 40 lantai. Saat pembangunan dimulai, proyek itu juga belum mengantungi Izin Mendirikan Bangunan.
Sebagai kompensasi atas pelanggaran itu, pada tahun 2003 manajemen Hotel Mulia dikenai denda retribusi sebesar Rp 20 miliar. Sebagian denda telah dibayarkan pengelola. Namun, sisanya sebesar Rp 15 miliar baru dibayarkan setelah dikeluarkannya surat eksekusi oleh Pemda Jakarta.
Pada dekade 1990-an Grup Mulia menjadi “penguasa” dalam kepemilikan properti perkantoran seperti Five Pillars Office Park, Lippo Life Building, Kuningan Tower, BRI II, dan Mulia Center. Plaza 89, Atrium Mulia, wisma antara, Plaza BRI Surabaya, Taman Anggrek Mall & Condominium. Grup Mulia juga menaungi sebanyak 41 anak perusahaan di dalam dan di luar negeri. Selain properti, grup yang pada tahun 1998 memiliki aset sebesar Rp 11,5 triliun itu juga mulai merambah ke bisnis keramik, metal dan gelas.
Sekadar informasi tanah milik Setneg di Kawasan Senayan memiliki luas 2.664.210 m2. Luas itu mencakup Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan Asia Afrika dan Jalan Gerbang Pemuda. Selain Hotel Mulia, beberapa pusat perbelanjaan dan hotel di sekitar kawasan Senayan pun berada atas tanah milik Setneg. Diantaranya, Hotel Atlet Century, Plaza Senayan, ITC Senayan, Senayan City, dan FX Senayan.
Dalam Pemilu 2009 Djoko Tjandra menyumbang sekitar US$ 1 juta kepada Yayasan Kesetiakawanan Dan Kepedulian yang diketuai Djoko Suyanto (Menko Polkam dan HAM). Bersama Purnomo Yusgiantoro (Menteri Pertahanan) dan MS Hidayat (Menteri Perindustrian), Djoko Suyanto tercatat sebagai pendiri di yayasan.
Nama Djoko muncul lagi dalam skandal hak tagih Bank Bali senilai Rp904,6 miliar. Dalam perkara itu sejumlah pejabat penting negara harus masuk bui, seperti Gubernur BI Sjahril Sabirin, Wakil Ketua BPPN Pande Lubis. Namun Djoko yang dihukum dua tahun penjara melalui putusan PK, sudah lebih dulu melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini, ada 10 Juni 2009, persis satu hari sebelum putusan tersebut.
Wajar jika publik curiga dia memiliki jaringan yang kuat, entah di kejaksaan dan MA. Tanpa itu mustahil dia bisa mendapat informasi tentang putusan hukum baginya.
Sengketa dengan BRI dan masyarakat Bali
Selain kasus pidana, Djoko juga menyimpan masalah hukum perdata. Ini menyangkut kerja sama salah satu perusahaan miliknya, PT Mulia Persada Pacific yang digugat oleh BRI dan Dana Pensiunan BRI. Perusahaan itu digugat karena diduga wanprestasi dalam pembangunan Gedung BRI II dan BRI III, di Jalan Sudirman 44-46, Jakarta.
Lihat Juga :
tulis komentar anda