Tantangan Pilkada Melahirkan Negarawan

Jum'at, 24 Juli 2020 - 15:39 WIB
Sunanto, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Foto/SINDOnews
Sunanto

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah

TAHUN 2020 merupakan momentum pengujian total bagi eksistensi bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan yang memiliki sistem politik elektoral langsung untuk memilih pemimpin daerahnya. Bagaimana tidak, saat bangsa Indonesia sedang bekerja keras menghadapi pandemi global coronavirus disease (Covid-19), para pemangku kepentingan memutuskan untuk menggelar hajatan demokrasi di 270 daerah pada 9 Desember 2020 mendatang.

Meski agenda Pilkada serentak ditunda dari jadwal sebelumnya pada 23 September 2020, Pemerintah dalam hal ini Kemendagri, KPU, Bawaslu bersama DPR telah bersepakat bahwa proses politik untuk memilih 9 gubernur, 224 Bupati dan 37 walikota bersama dengan wakilnya akan dilaksanakan pada 9 Desember. Keputusan yang disepakati pada 14 April 2020 itu, tentu dengan komitmen melaksanakan Pilkada dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19.

Salah satu konsekuensi yang mencolok adalah pernyataan Mendagri Tito Karnavian yang menyebutkan bahwa untuk menggelar Pilkada di tengah pandemi Covid-19 dibutuhkan tambahan dana sebesar Rp 1,4 Triliun. Dana tambahan itu diperlukan untuk pemenuhan penerapan protokol kesehatan Covid-19 salah satunya pengadaan alat pelindung diri (APD).



Pilkada Di Tengah Covid-19

Banyak pihak yang khawatir pesta demokrasi memilih pemimpin di 270 daerah itu justru akan menimbulkan banyaknya klaster baru penyebaran Covid-19.Munculnya isu terbatasnya teknologi informasi, termasuk kesimpangsiuran ketersediaan uang dan barang dalam pemenuhan alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu dari level pusat hingga level terbawah di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Masalah tersebut harus segera di-clearkan ke publik, agar terbangun kepercayaan publik yang bermuara pada partisipasi politik dalam mensukseskan Pilkada serentak ini.

Bagaimanapun pesta demokrasi memilih para pemimpin daerah tidak boleh hanya hanya bermodal keyakinan, tekat dan semangat semata. Sebagai negara yang memiliki tata aturan konstitusi, para pemangku otoritas yang terkait erat dengan Pilkada harus benar-benar mengacu pada nilai aturan main (konstitusi). Dengan demikian target substantif dari kelahiran Pilkada itu sendiri akan tercapai.

Kekhawatiran sebagian ahli tentang dampak Pilkada yang dapat membuat penyebaran Covid-19 harus benar-benar menjadi alarm dan sekaligus pembuktian bagi para penyelenggara untuk menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Data kasus Covid-19 per 23 Juli 2020 yang menyebutkan 93.657 orang di Indonesia tekah terjangkit wabah mematikan asal Kota Wuhan, China ini tidak boleh dianggap bukan masalah.

Para penyelenggara harus benar-benar memahami ada aturan dan pola kerja yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya. Sebagaimana tercantum pada pasal 8C PKPU 17/2020 bahwa seluruh tahapan, program dan jadwal pemilihan dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan penanganan Covid-19. Penyelenggara, peserta Pilkada dan juga masyarakat harus menjadi subjek aktif dalam mensukseskan pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi global Covid-9 ini.

Publik Memilih Kandidat

Meski saat ini semua pihak sedang fokus pada pandemi Covid-19, perlu dicatat bahwa ruh dari kesuksesan Pilkada adalah terpilihnya sosok-sosk yang memilki kapasitas dan integritas untuk kemudian diuji untuk merebut kursi kepemimpinan daerah. Terlepas dari pro dan kontra dari pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi, masyarakat harus terlibat total dalam menentukan siapa saja para calon yang akhirnya diusung oleh masing-masing partai politik.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More