Industri Hukum Suatu Kenyataan Pahit Penegakan Keadilan di Masyarakat
Kamis, 18 Mei 2023 - 12:56 WIB
Temuan BPK dalam praktik masih dapat dinegosiasi dalam dua jenis pilihan, disclaimer atau WTP, dan negosiasi tersebut dipastikan diimbali dengan sejumlah dana. Berkaca pada peristiwa-peristiwa hukum tersebut, kondisi kekinian hukum dan penegakannya telah memasuki suatu dunia “industri hukum” (Mahfud MD).
Hal ini berjalan mulus sejak lama disebabkan sistem peradilan pidana yang dibangun terbukti keliru memahmi hukum hanya dari sisi kebenaran formil semata, tidak dari yang seharusnya kebenaran materil; apa yang tampak secara formal benar, dalam hukum pidana tidak serta benar secara materil. Parasit ketidakadilan yang telah lama bercokol di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia layaknya kanker ganas yang sulit diobati; jika tidak pada UU-nya pada aparatur hukumnya.
Fakta telanjang yang menggambarkan kebobrokan kinerja penyelenggara negara dalam bidang hukum sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat, sistematis, terorganisasi, dan berdaya guna. Solusi dari kemelut tersebut terpulang kepada para ahli hukum pidana dan petinggi hukum yang bertanggung jawab atas masalah ini dan semua terpulang kepada keterpanggilan nurani Apgakum untuk berbenah diri secara aktif tanpa pamrih, tanpa harus ada tekanan publik (LSM).
Pedoman penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa telah dikeluarkan atau good governance, serta juga bagi pihak swasta atau good corporate governance atau business judgment rule (BJR). Namun tetap saja stagnan tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan yang berarti dan memberikan nilai tambah dalam kehidupan masyarakat.
Kesungguhan nurani yang dilandasi nilai agama, moralitas dan etika seharusnya menjadi panduan --internal guiding principles-- melekat pada masing-masing pribadi aparatur penyelenggara negara khusus di bidang Hukum. Berbagai perannya mengenai inter-relasi antara hukum dan moralitas di kalangan akademisi hukum terutama di dunia barat merupakan contoh baik bahwa di dalam lingkungan liberalisme yang penuh kebebasan dan persaingan sehat pun masih dipersoalkan masalah hubungan kesusilaan dan hukum serta pengaruh etika, moral, dan nilai-nilai agama ke dalam proses pembentukan suatu UU.
Keadaan berbeda di masyarakat timur khususnya Indonesia, dimana nilai-nilai adat dan nilai agama terbenam kuat dan berakar kuat yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang kita sampai saat ini. Indonesia adalah negara hukum yang dilandaskan Pancasila jelas tercantum di dalam Konstitusi UUD 45 yang menunjukkan bahwa karakter musyawarah dan mufakat serta hidup dalam damai merupakan cita kepastian hukum dalam keadilan dan bahwa hukum harus diperlakukan sama terhadap setiap orang terlepas dari status sosial dalam masyarakat.
Solusi dari masalah industri hukum di negri ini sangat dipengaruhi oleh seberapa dalam pemahaman pimpinan nasional dan jajaran pejabat tinggi dalam memandang hukum sebagai suatu nilai (values) dalam pergaulan sosial dan praktik ketatanegaraan kita. Jika jawabannya belum sama sekali maka semakin jauh cita-cita kepastian hukum yang adil dapat diraih bangsa ini. Begitupula sebaliknya.
Hal ini berjalan mulus sejak lama disebabkan sistem peradilan pidana yang dibangun terbukti keliru memahmi hukum hanya dari sisi kebenaran formil semata, tidak dari yang seharusnya kebenaran materil; apa yang tampak secara formal benar, dalam hukum pidana tidak serta benar secara materil. Parasit ketidakadilan yang telah lama bercokol di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia layaknya kanker ganas yang sulit diobati; jika tidak pada UU-nya pada aparatur hukumnya.
Fakta telanjang yang menggambarkan kebobrokan kinerja penyelenggara negara dalam bidang hukum sampai saat ini belum ditemukan solusi yang tepat, sistematis, terorganisasi, dan berdaya guna. Solusi dari kemelut tersebut terpulang kepada para ahli hukum pidana dan petinggi hukum yang bertanggung jawab atas masalah ini dan semua terpulang kepada keterpanggilan nurani Apgakum untuk berbenah diri secara aktif tanpa pamrih, tanpa harus ada tekanan publik (LSM).
Pedoman penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa telah dikeluarkan atau good governance, serta juga bagi pihak swasta atau good corporate governance atau business judgment rule (BJR). Namun tetap saja stagnan tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan yang berarti dan memberikan nilai tambah dalam kehidupan masyarakat.
Kesungguhan nurani yang dilandasi nilai agama, moralitas dan etika seharusnya menjadi panduan --internal guiding principles-- melekat pada masing-masing pribadi aparatur penyelenggara negara khusus di bidang Hukum. Berbagai perannya mengenai inter-relasi antara hukum dan moralitas di kalangan akademisi hukum terutama di dunia barat merupakan contoh baik bahwa di dalam lingkungan liberalisme yang penuh kebebasan dan persaingan sehat pun masih dipersoalkan masalah hubungan kesusilaan dan hukum serta pengaruh etika, moral, dan nilai-nilai agama ke dalam proses pembentukan suatu UU.
Keadaan berbeda di masyarakat timur khususnya Indonesia, dimana nilai-nilai adat dan nilai agama terbenam kuat dan berakar kuat yang secara turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang kita sampai saat ini. Indonesia adalah negara hukum yang dilandaskan Pancasila jelas tercantum di dalam Konstitusi UUD 45 yang menunjukkan bahwa karakter musyawarah dan mufakat serta hidup dalam damai merupakan cita kepastian hukum dalam keadilan dan bahwa hukum harus diperlakukan sama terhadap setiap orang terlepas dari status sosial dalam masyarakat.
Solusi dari masalah industri hukum di negri ini sangat dipengaruhi oleh seberapa dalam pemahaman pimpinan nasional dan jajaran pejabat tinggi dalam memandang hukum sebagai suatu nilai (values) dalam pergaulan sosial dan praktik ketatanegaraan kita. Jika jawabannya belum sama sekali maka semakin jauh cita-cita kepastian hukum yang adil dapat diraih bangsa ini. Begitupula sebaliknya.
(kri)
tulis komentar anda