Angin Segar Ekonomi Indonesia di Awal Tahun
Senin, 15 Mei 2023 - 07:59 WIB
Selain itu, di tengah persaingan ekonomi global yang semakin tinggi, Sislognas yang berkualitas dapat menjadi nilai tambah bagi daya saing Indonesia di kancah perekonomian global. Sistem logistik tersebut tentunya berkaitan dengan jaringan infrastruktur transportasi dan informasi serta kebijakan dan regulasi yang dibangun pemerintah. Artinya, semakin baik sistem logistik yang ada, maka semakin efisien biaya logistik.
Pasalnya, Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa biaya logistik Indonesia tahun 2020 di menjadi yang termahal di kawasan ASEAN, yakni mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebagian besar (8,5%) disumbangkan oleh transportasi darat.
Alhasil, tingginya biaya logistik di Indonesia tersebut membuat daya saing produk Indonesia kurang maksimal ketika menghadapi persaingan dengan produk impor. Pada kondisi inilah terjadi “dead weight loss” karena konsumen membeli terlalu mahal, sehingga produksi tidak optimal.
Selama ini, secara spasial struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia ini masih didominasi oleh Pulau Jawa dan Sumatra. Terbaru, data BPS mencatat bahwa kelompok provinsi di Pulau Jawa pada triwulan I-2023 masih memimpin struktur ekonomi Indonesia secara spasial dengan peranan sebesar 57,17 %.
DKI Jakarta merupakan wilayah di Pulau Jawa yang memberikan share terbesar yakni 1,40% dari total pertumbuhan pulau Jawa sebesar 4,79%. Diikuti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan masing-masing share sebesar 1,24%, 1,14% dan 0,76%.
Selain itu, data BPS menyebutkan bahwa Pulau Sumatra menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2023 setelah Jawa dengan distribusi sebesar 21,92%. Adapun pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut mencapai 4,79%.
Ketimpangan ekonomi antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Indonesia begitu besar. Salah satu penyebabnya – selain pendapatan masyarakat yang tak merata – ialah harga-harga barang di wilayah timur Indonesia yang jauh lebih mahal dibandingkan harga di wilayah barat Indonesia. Disparitas harga antara wilayah Barat dan Timur pun tak terhindarkan akibat biaya logistik yang masih relatif lebih tinggi di Wilayah Timur Indonesia.
Selama ini, Wilayah Timur Indonesia hanya menyumbang sekitar 15% – 20% total volume barang di Indonesia.
Efisiensi biaya logistik adalah kunci untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Demi meningkatkan performa logistik di Indonesia – selain memprioritaskan pembangunan infrastruktur konektivitas sebagai upaya pengurangan biaya logistik – upaya lain yang juga perlu diperhatikan pemerintah dalam meningkatkan daya saing usaha dan perekonomian nasional adalah dengan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi yang baru khususnya di Wilayah Timur Indonesia.
Pasalnya, Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa biaya logistik Indonesia tahun 2020 di menjadi yang termahal di kawasan ASEAN, yakni mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebagian besar (8,5%) disumbangkan oleh transportasi darat.
Alhasil, tingginya biaya logistik di Indonesia tersebut membuat daya saing produk Indonesia kurang maksimal ketika menghadapi persaingan dengan produk impor. Pada kondisi inilah terjadi “dead weight loss” karena konsumen membeli terlalu mahal, sehingga produksi tidak optimal.
Selama ini, secara spasial struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia ini masih didominasi oleh Pulau Jawa dan Sumatra. Terbaru, data BPS mencatat bahwa kelompok provinsi di Pulau Jawa pada triwulan I-2023 masih memimpin struktur ekonomi Indonesia secara spasial dengan peranan sebesar 57,17 %.
DKI Jakarta merupakan wilayah di Pulau Jawa yang memberikan share terbesar yakni 1,40% dari total pertumbuhan pulau Jawa sebesar 4,79%. Diikuti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan masing-masing share sebesar 1,24%, 1,14% dan 0,76%.
Selain itu, data BPS menyebutkan bahwa Pulau Sumatra menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2023 setelah Jawa dengan distribusi sebesar 21,92%. Adapun pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut mencapai 4,79%.
Ketimpangan ekonomi antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Indonesia begitu besar. Salah satu penyebabnya – selain pendapatan masyarakat yang tak merata – ialah harga-harga barang di wilayah timur Indonesia yang jauh lebih mahal dibandingkan harga di wilayah barat Indonesia. Disparitas harga antara wilayah Barat dan Timur pun tak terhindarkan akibat biaya logistik yang masih relatif lebih tinggi di Wilayah Timur Indonesia.
Selama ini, Wilayah Timur Indonesia hanya menyumbang sekitar 15% – 20% total volume barang di Indonesia.
Efisiensi biaya logistik adalah kunci untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Demi meningkatkan performa logistik di Indonesia – selain memprioritaskan pembangunan infrastruktur konektivitas sebagai upaya pengurangan biaya logistik – upaya lain yang juga perlu diperhatikan pemerintah dalam meningkatkan daya saing usaha dan perekonomian nasional adalah dengan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi yang baru khususnya di Wilayah Timur Indonesia.
tulis komentar anda