ASEAN EDSM sebagai Jalan Keluar KTT ASEAN Dalam Menjaga Iklim Investasi
Jum'at, 12 Mei 2023 - 06:47 WIB
Pada 2021 negara ASEAN yang paling banyak menerima aliran investasi asing adalah Singapura, yakni sebesar USD99,1 miliar. Angka ini juga menjadi rekor investasi asing terbesar yang diterima Singapura sepanjang sejarah. Aliran investasi asing ke Singapura dipimpin oleh pemulihan kuat investasi bidang manufaktur, terutama industri elektronik dan biomedis.
Di urutan kedua ada Indonesia yang menerima investasi asing USD20,1 miliar. Kemudian ada Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Brunei Darussalam. Sepanjang 2021 aliran investasi asing ke ASEAN paling banyak berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.
Investasi asing dari Amerika Serikat ke ASEAN mencapai USD40 miliar, sebagian besar masuk ke sektor industri perbankan dan keuangan, elektronik, biomedis dan farmasi. Kemudian investasi asing dari Tiongkok ke ASEAN mencapai USD13,6 miliar, terutama masuk ke sektor manufaktur, industri terkait kendaraan listrik, ekonomi digital, infrastruktur, dan real estat. Sedangkan investasi dari Jepang mencapai USD12 miliar, kebanyakan masuk ke sektor manufaktur, industri elektronik dan otomotif, termasuk kendaraan listrik.
Tentu saja negara-negara Non-ASEAN ini mengharapkan adanya kepastian hukum dalam iklim investasi terutama bagaimana memperoleh pilihan lembaga penyelesaian sengketa investasi yang mumpuni. ASEAN EDSM dibentuk baru-baru ini, dan Indonesia sendiri sudah meratifikasinya melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pengesahan ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism.
ASEAN EDSM dan Senior Economic Officials Meeting (SEOM) memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggara EDSM. Hal ini dapat dicapai berdasarkan tiga kriteria yaitu materi yang disengketakan (ratione materiae), pihak yang bersengketa (ratione personae), dan batas waktu yang ditentukan atau disepakati (ratione temporis) pada yang bersangkutan serta didukung oleh perjanjian investasi melalui FTA para pihak.
Ditambah dengan penjelasan oleh Pär Kristoffer Cassel (2012), bahwa prinsip ekstrateritorial dapat diterapkan pada subjek hukum yang biasanya dapat terjadi dari hasil sebuah negosiasi diplomatik. Sebuah negosiasi diplomatik ini merupakan sebuah pijakan yang dapat menjadi sebuah traktat (perjanjian internasional).
Dengan demikian, dapat diartikan bahwasannya perjanjian internasional inilah yang menjadi sebuah dasar hukum dari berlakunya sebuah prinsip ekstrateritorial bagi ASEAN EDSM agar dapat dimanfaatkan juga oleh negara-negara Non-ASEAN yang juga turut terlibat dalam aktifitas investasi di kawasan ASEAN.
Berdasarkan Teori Efektivitas Hukum oleh Berl Kutchinsky (1973), ASEAN EDSM memiliki perangkat penyelesaian sengketa yang lebih ramping dan singkat. Hal ini tentu saja sangat membantu para investor untuk meredam biaya perkara yang begitu besar tentunya.
Oleh karena itu memang sudah semestinya pada agenda KTT ASEAN, Indonesia sebagai negara yang telah jelas-jelas meratifitasi ASEAN EDSM ini dapat mempelopori penggunaan lembaga penyelesaian sengketa adhoc ini agar mendapatkan rating kepercayaan yang luas bukan saja dari sesama negara anggota ASEAN, namun juga negara-negara Non-ASEAN.
Di urutan kedua ada Indonesia yang menerima investasi asing USD20,1 miliar. Kemudian ada Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Brunei Darussalam. Sepanjang 2021 aliran investasi asing ke ASEAN paling banyak berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok, dan Jepang.
Investasi asing dari Amerika Serikat ke ASEAN mencapai USD40 miliar, sebagian besar masuk ke sektor industri perbankan dan keuangan, elektronik, biomedis dan farmasi. Kemudian investasi asing dari Tiongkok ke ASEAN mencapai USD13,6 miliar, terutama masuk ke sektor manufaktur, industri terkait kendaraan listrik, ekonomi digital, infrastruktur, dan real estat. Sedangkan investasi dari Jepang mencapai USD12 miliar, kebanyakan masuk ke sektor manufaktur, industri elektronik dan otomotif, termasuk kendaraan listrik.
Tentu saja negara-negara Non-ASEAN ini mengharapkan adanya kepastian hukum dalam iklim investasi terutama bagaimana memperoleh pilihan lembaga penyelesaian sengketa investasi yang mumpuni. ASEAN EDSM dibentuk baru-baru ini, dan Indonesia sendiri sudah meratifikasinya melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pengesahan ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism.
ASEAN EDSM dan Senior Economic Officials Meeting (SEOM) memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggara EDSM. Hal ini dapat dicapai berdasarkan tiga kriteria yaitu materi yang disengketakan (ratione materiae), pihak yang bersengketa (ratione personae), dan batas waktu yang ditentukan atau disepakati (ratione temporis) pada yang bersangkutan serta didukung oleh perjanjian investasi melalui FTA para pihak.
Ditambah dengan penjelasan oleh Pär Kristoffer Cassel (2012), bahwa prinsip ekstrateritorial dapat diterapkan pada subjek hukum yang biasanya dapat terjadi dari hasil sebuah negosiasi diplomatik. Sebuah negosiasi diplomatik ini merupakan sebuah pijakan yang dapat menjadi sebuah traktat (perjanjian internasional).
Dengan demikian, dapat diartikan bahwasannya perjanjian internasional inilah yang menjadi sebuah dasar hukum dari berlakunya sebuah prinsip ekstrateritorial bagi ASEAN EDSM agar dapat dimanfaatkan juga oleh negara-negara Non-ASEAN yang juga turut terlibat dalam aktifitas investasi di kawasan ASEAN.
Berdasarkan Teori Efektivitas Hukum oleh Berl Kutchinsky (1973), ASEAN EDSM memiliki perangkat penyelesaian sengketa yang lebih ramping dan singkat. Hal ini tentu saja sangat membantu para investor untuk meredam biaya perkara yang begitu besar tentunya.
Oleh karena itu memang sudah semestinya pada agenda KTT ASEAN, Indonesia sebagai negara yang telah jelas-jelas meratifitasi ASEAN EDSM ini dapat mempelopori penggunaan lembaga penyelesaian sengketa adhoc ini agar mendapatkan rating kepercayaan yang luas bukan saja dari sesama negara anggota ASEAN, namun juga negara-negara Non-ASEAN.
(kri)
tulis komentar anda