Membaca Buku Dunia dan Indonesia
Sabtu, 06 Mei 2023 - 03:29 WIB
Sayangnya, di Indonesia belum ada riset tentang panjang buku yang diinginkan pembaca, setidak-tidaknya oleh Perpustakaan Nasional atau asosiasi penerbit seperti IKAPI.
Jika Anda berpikir bahwa popularitas buku yang bertahan lama, buku tercetak khususnya, adalah karena orang tua mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, survei Leonhardt ini menunjukkan sebaliknya. Survei menunjukkan pembaca buku dalam rentang usia 25-34 sebanyak 17%; rentang usia 35-44 sebesar 18%; rentang usia 45-54 sebesar 19%; dan rentang usia 55-64 sebesar 19%; di atas 65 sebesar 4%. Yang menarik justru dari kalangan anak-anak dengan rentang usia di bawah 18 tahun hanya 1% dan remaja usia 18-24 tahun hanya sebesar 10%.
Kalangan pembaca buku di Indonesia tampak berbeda. Hal itu terlihat dalam hasil kajian Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Pembaca yang berasal dari rentang usia 10 – 24 tahun sebesar 40,48%; 25 – 39 tahun sebesar 32.15%; 40 – 54 tahun sebanyak 22,31%; 55 – 69 tahun sebesar 4,89% dan di atas 69 tahun hanya 0,17%. Di Indonesia kemungkinan besar tingkat membaca yang tinggi pada kalangan muda (anak dan remaja) berkorelasi dengan kebutuhan pendidikan.
Survei Leonhardt juga mengatakan pembaca buku terbanyak dari kalangan perempuan (56%) dan sisanya (42%) adalah pria dan 1% diidentifikasi sebagai lainnya. Kesenjangan ini bahkan lebih jelas di Amerika Serikat, yakni dua pertiga pembaca adalah perempuan. Ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia membaca lebih banyak buku.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, perempuan menempati peringkat pertama dalam membaca buku (65,87%) dan laki-laki 34,13% (Kajian Kegemaran Membaca, Perpusnas, 2022).
Dengan melihat hasil kajian membaca buku dunia, juga di Indonesia, nampak sekali bahwa semangat membaca mewarnai perkembangan dunia. Membaca adalah tindakan aktif untuk menyerap informasi dan pengetahuan melalui berbagai media.
Membaca adalah tahap terpenting dalam metoda menyimak, memperhatikan, menganalisis, belajar, praktik, memandang, mengkritisi dan mengawai setiap fenomena dan peristiwa. Semangat membaca dunia barangkali tercermin dalam ujar seorang responden dari Aljazair: "Saya suka buku. Setiap orang harus membaca buku." (Leonhardt, 2022).
Semangat serupa disampaikan oleh Nila Tanzil, seorang pegiat literasi Taman Bacaan Pelangi, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk mendirikan perpustakaan anak-anak di daerah terpencil di Indonesia Timur sejak 2009.
Taman Bacaan Pelangi ini telah mendirikan 207 perpustakaan, mengirimkan lebih dari 287.962 buku, melayani lebih dari 42.189 anak dan melatih lebih dari 5.892 guru. Ungkapan Nila ini mencerminkan semangat membaca dan menyebarkan buku di berbagai pelosok wilayah, karena persoalan ketersediaan bahan bacaan yang masih kurang. Tidak semua kabupaten di Indonesia punya toko buku, dan praktis aktivitas membaca masyarakat menggantungkan harapan pada ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan.
Menyimak ungkapan Nila ini, seperti memperkuat pernyataan Neil Gaiman (2022), "Kita punya tanggung jawab untuk mendukung perpustakaan. Menggunakan perpustakaan, mendorong orang lain menggunakan perpustakaan, memprotes penutupan perpustakaan. Jika kalian tidak menghargai perpustakaan, kalian tidak menghargai informasi atau budaya atau kebijaksanaan. Kalian membungkam suara masa lalu dan kalian merusak masa depan". Salam literasi.....!
Jika Anda berpikir bahwa popularitas buku yang bertahan lama, buku tercetak khususnya, adalah karena orang tua mengalami kesulitan beradaptasi dengan teknologi baru, survei Leonhardt ini menunjukkan sebaliknya. Survei menunjukkan pembaca buku dalam rentang usia 25-34 sebanyak 17%; rentang usia 35-44 sebesar 18%; rentang usia 45-54 sebesar 19%; dan rentang usia 55-64 sebesar 19%; di atas 65 sebesar 4%. Yang menarik justru dari kalangan anak-anak dengan rentang usia di bawah 18 tahun hanya 1% dan remaja usia 18-24 tahun hanya sebesar 10%.
Kalangan pembaca buku di Indonesia tampak berbeda. Hal itu terlihat dalam hasil kajian Kegemaran Membaca (Perpusnas, 2022). Pembaca yang berasal dari rentang usia 10 – 24 tahun sebesar 40,48%; 25 – 39 tahun sebesar 32.15%; 40 – 54 tahun sebanyak 22,31%; 55 – 69 tahun sebesar 4,89% dan di atas 69 tahun hanya 0,17%. Di Indonesia kemungkinan besar tingkat membaca yang tinggi pada kalangan muda (anak dan remaja) berkorelasi dengan kebutuhan pendidikan.
Survei Leonhardt juga mengatakan pembaca buku terbanyak dari kalangan perempuan (56%) dan sisanya (42%) adalah pria dan 1% diidentifikasi sebagai lainnya. Kesenjangan ini bahkan lebih jelas di Amerika Serikat, yakni dua pertiga pembaca adalah perempuan. Ini konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan anak perempuan dan perempuan di seluruh dunia membaca lebih banyak buku.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, perempuan menempati peringkat pertama dalam membaca buku (65,87%) dan laki-laki 34,13% (Kajian Kegemaran Membaca, Perpusnas, 2022).
Dengan melihat hasil kajian membaca buku dunia, juga di Indonesia, nampak sekali bahwa semangat membaca mewarnai perkembangan dunia. Membaca adalah tindakan aktif untuk menyerap informasi dan pengetahuan melalui berbagai media.
Membaca adalah tahap terpenting dalam metoda menyimak, memperhatikan, menganalisis, belajar, praktik, memandang, mengkritisi dan mengawai setiap fenomena dan peristiwa. Semangat membaca dunia barangkali tercermin dalam ujar seorang responden dari Aljazair: "Saya suka buku. Setiap orang harus membaca buku." (Leonhardt, 2022).
Semangat serupa disampaikan oleh Nila Tanzil, seorang pegiat literasi Taman Bacaan Pelangi, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk mendirikan perpustakaan anak-anak di daerah terpencil di Indonesia Timur sejak 2009.
Taman Bacaan Pelangi ini telah mendirikan 207 perpustakaan, mengirimkan lebih dari 287.962 buku, melayani lebih dari 42.189 anak dan melatih lebih dari 5.892 guru. Ungkapan Nila ini mencerminkan semangat membaca dan menyebarkan buku di berbagai pelosok wilayah, karena persoalan ketersediaan bahan bacaan yang masih kurang. Tidak semua kabupaten di Indonesia punya toko buku, dan praktis aktivitas membaca masyarakat menggantungkan harapan pada ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan.
Menyimak ungkapan Nila ini, seperti memperkuat pernyataan Neil Gaiman (2022), "Kita punya tanggung jawab untuk mendukung perpustakaan. Menggunakan perpustakaan, mendorong orang lain menggunakan perpustakaan, memprotes penutupan perpustakaan. Jika kalian tidak menghargai perpustakaan, kalian tidak menghargai informasi atau budaya atau kebijaksanaan. Kalian membungkam suara masa lalu dan kalian merusak masa depan". Salam literasi.....!
tulis komentar anda