Duet LPSK-Media Massa: Upaya Genjot Kinerja Perlindungan Saksi dan Korban
Jum'at, 31 Maret 2023 - 14:43 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, langsung diamankan oleh petugas LPSK seusai pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (14/2/2023). Foto/Arif Julianto
Media massa bisa menjadi mitra kolaborasi sebagai upaya optimalisasi kinerja perlindungan saksi dan korban. Salah satunya adalah berkolaborasi untuk membentuk konstruksi pesan yang ideal seputar perlindungan saksi dan korban. Salah kaprah soal posisi saksi dan korban yang terjadi selama ini perlu diluruskan kembali melalui kontruksi pesan yang tepat.
Selain berfungsi untuk mengedukasi, harapannya konstruksi media yang pas juga dapat diterima sebagai sebuah kebenaran dan kemudian menstimulasi masyarakat agar tergerak melaporkan kasus kejahatan yang diketahuinya secara sukarela. Seperti yang dijelaskan teori Hegemoni Gramsci, wacana yang dikembangkan media massa nyatanya mampu memengaruhi khalayak, bukan dengan kekerasan melainkan secara halus dan diterima sebagai sebuah kebenaran.(Badara, 2012).
Dengan kata lain, pernyataan tersebut menegaskan bahwa dengan bentukan wacana yang pas, maka aspek kognisi, afeksi, dan bahkan konatif audiens bisa diarahkan secara halus untuk mendukung misi tertentu, yang dalam konteks ini adalah misi untuk memaksimalkan kerja perlindungan saksi dan korban.
Kolaborasi juga bisa dilakukan dengan memantapkan positioning LPSK di mata masyarakat luas. Dalam hal ini, media massa dapat berkontribusi untuk menampilkan wajah LPSK yang lebih bersahabat di mata masyarakat. Menyebarluaskan tugas dan fungsi LPSK serta memberikan informasi seluas-luasnya dari semua program yang ada, merupakan aksi duet media massa-LPSK yang perlu ditingkatkan.
Dengan demikian, publik pun bisa mengetahui dan sekaligus bisa ikut mengawasi sepak terjang LPSK dalam menangani semua persoalan terkait perlindungan saksi dan korban. Hal ini sekaligus menjadi jawaban dari tantangan yang dihadapi LPSK seputar keterbatasan akses dan jaringan untuk menjangkau khalayak dari Sabang sampai Merauke. Cocok dengan apa diungkap Scharge dalam Aggranof & McGuire (2003) bahwasanya kolaborasi adalah bentuk hubungan yang diciptakan sebagai solusi dalam kondisi keterbatasan.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda