Kehadiran Timnas Sepak Bola U20 Israel
Selasa, 14 Maret 2023 - 09:25 WIB
Kedua, perhelatan ini mesti dikembalikan letaknya dalam konteks olahraga dan bukan dalam ranah hubungan diplomatik antarnegara semata. Penyelenggara kegiatan sebenarnya adalah PSSI dan pengundang peserta adalah FIFA.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah pada 27 Juni 2022 telah menyatakan bahwa PSSI-lah yang memiliki kewenangan itu dan dalam praktik hubungan luar negeri, kehadiran atlet dari negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia seperti Israel dimungkinkan terjadi. Indonesia bahkan pernah menjadi tuan rumah kegiatan Inter-Parliamentary Union (IPU) yang dihadiri perwakilan parlemen Israel di Bali pada Maret 2022.
Dalam pandangan David Held (1999), globalisasi budaya bisa ditemukan di dunia olahraga. Oleh karenanya, olahraga adalah wilayah fair play yang sebisa mungkin dijauhkan dari kaitan dukungan politik. Meski ada beberapa kritik, secara normatif dalam regulasi FIFA diatur larangan untuk membawa simbol, pernyataan, maupun sikap politik di dalam lapangan, baik oleh pemain maupun penonton. Karenanya diskriminasi dan sentimen politik terus diupayakan untuk dihindari.
Ketiga, prinsip realisme politik internasional mengajarkan bahwa kepentingan nasional harus menjadi dasar kebijakan negara dalam hubungan luar negeri. Melalui Piala Dunia U20, kita tengah berjuang mengambil sebesar-besar manfaat bagi kepentingan nasional terkait citra, kepercayaan kondusivitas politik keamanan, investasi, ekonomi, pariwisata, hingga pengembangan prestasi olah raga.
Realisme juga mengajarkan, there is no eternal friends or foe- tidak ada teman abadi dan musuh abadi. Dinamika politik luar negeri kita telah menunjukkan keluwesan, meski kita tetap teguh memegang prinsip bebas aktif. Di era Presiden Soekarno kita terbantu dengan dukungan Blok Timur dalam menghadapi kekuatan imperialis. Di era Presiden Soeharto, kita banyak mendekat ke blok pemilik modal Barat untuk menopang diplomasi pembangunan ekonomi.
Di era Reformasi kita berupaya berkawan dengan semua. Menteri Luar Negeri di era Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Alwi Shihab, menyebut sebagai ecumenical diplomacy yaitu merangkul semua negara untuk memperluas persahabatan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono juga memiliki slogan millions friends zero enemy.
Konsistensi Sikap
Oleh karenanya kehadiran Timnas Israel bukan bermakna dukungan Indonesia kepada kebijakan negara tersebut di Palestina. Dukungan pada perjuangan Palestina tetap menjadi salah satu perhatian politik luar negeri kita melalui berbagai jalur diplomasi seperti konsistensi sikap politik di berbagai forum multilateral, peningkatan capacity building pejabat Palestina, hingga bantuan kemanusiaan. Karenanya, tidak tepat jika kehadiran Timnas Israel disebut mencederai dukungan bagi Palestina.
Dunia berubah dinamis sehingga sikap moderat/wasathiyah yang luwes dalam menyikapi situasi ini dibutuhkan. Berkaca pada perkembangan Timur Tengah, banyak negara seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan, Maroko, Turki setelah Mesir dan Yordania bahkan telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Turki misalnya juga menyebut hubungan itu justru membuka kesempatan untuk berkontribusi pada upaya perdamaian.
Pernyataan Turki tersebut sejalan dengan pemikiran yang pernah digagas juga oleh Presiden keempat Abdurrahman Wahid pada 2001. Ini juga sejalan dengan salah satu perspektif dalam kajian mediasi konflik bahwa mediator netral yang diterima kedua pihak bertikai justru memiliki peluang lebih dalam mencapai kesepakatan damai (Jacob Bercovicth: 1996).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah pada 27 Juni 2022 telah menyatakan bahwa PSSI-lah yang memiliki kewenangan itu dan dalam praktik hubungan luar negeri, kehadiran atlet dari negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia seperti Israel dimungkinkan terjadi. Indonesia bahkan pernah menjadi tuan rumah kegiatan Inter-Parliamentary Union (IPU) yang dihadiri perwakilan parlemen Israel di Bali pada Maret 2022.
Dalam pandangan David Held (1999), globalisasi budaya bisa ditemukan di dunia olahraga. Oleh karenanya, olahraga adalah wilayah fair play yang sebisa mungkin dijauhkan dari kaitan dukungan politik. Meski ada beberapa kritik, secara normatif dalam regulasi FIFA diatur larangan untuk membawa simbol, pernyataan, maupun sikap politik di dalam lapangan, baik oleh pemain maupun penonton. Karenanya diskriminasi dan sentimen politik terus diupayakan untuk dihindari.
Ketiga, prinsip realisme politik internasional mengajarkan bahwa kepentingan nasional harus menjadi dasar kebijakan negara dalam hubungan luar negeri. Melalui Piala Dunia U20, kita tengah berjuang mengambil sebesar-besar manfaat bagi kepentingan nasional terkait citra, kepercayaan kondusivitas politik keamanan, investasi, ekonomi, pariwisata, hingga pengembangan prestasi olah raga.
Realisme juga mengajarkan, there is no eternal friends or foe- tidak ada teman abadi dan musuh abadi. Dinamika politik luar negeri kita telah menunjukkan keluwesan, meski kita tetap teguh memegang prinsip bebas aktif. Di era Presiden Soekarno kita terbantu dengan dukungan Blok Timur dalam menghadapi kekuatan imperialis. Di era Presiden Soeharto, kita banyak mendekat ke blok pemilik modal Barat untuk menopang diplomasi pembangunan ekonomi.
Di era Reformasi kita berupaya berkawan dengan semua. Menteri Luar Negeri di era Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Alwi Shihab, menyebut sebagai ecumenical diplomacy yaitu merangkul semua negara untuk memperluas persahabatan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono juga memiliki slogan millions friends zero enemy.
Konsistensi Sikap
Oleh karenanya kehadiran Timnas Israel bukan bermakna dukungan Indonesia kepada kebijakan negara tersebut di Palestina. Dukungan pada perjuangan Palestina tetap menjadi salah satu perhatian politik luar negeri kita melalui berbagai jalur diplomasi seperti konsistensi sikap politik di berbagai forum multilateral, peningkatan capacity building pejabat Palestina, hingga bantuan kemanusiaan. Karenanya, tidak tepat jika kehadiran Timnas Israel disebut mencederai dukungan bagi Palestina.
Dunia berubah dinamis sehingga sikap moderat/wasathiyah yang luwes dalam menyikapi situasi ini dibutuhkan. Berkaca pada perkembangan Timur Tengah, banyak negara seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan, Maroko, Turki setelah Mesir dan Yordania bahkan telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Turki misalnya juga menyebut hubungan itu justru membuka kesempatan untuk berkontribusi pada upaya perdamaian.
Pernyataan Turki tersebut sejalan dengan pemikiran yang pernah digagas juga oleh Presiden keempat Abdurrahman Wahid pada 2001. Ini juga sejalan dengan salah satu perspektif dalam kajian mediasi konflik bahwa mediator netral yang diterima kedua pihak bertikai justru memiliki peluang lebih dalam mencapai kesepakatan damai (Jacob Bercovicth: 1996).
tulis komentar anda