Kehadiran Timnas Sepak Bola U20 Israel

Selasa, 14 Maret 2023 - 09:25 WIB
loading...
Kehadiran Timnas Sepak...
Andi Purwono (Foto: Ist)
A A A
Andi Purwono
Dosen Hubungan Internasional FISIP dan Wakil Rektor 1 Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang

INDONESIA akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia U20 pada 20 Mei-11 Juni 2023. Keikutsertaan tim nasional (timnas) sepak bola Israel sebagai salah satu peserta di ajang tersebut memunculkan beberapa penolakan. Bagaimana diplomasi olah raga kita mesti menyikapinya?

Beberapa pihak yang menolak kedatangan Israel berpandangan pemerintah seyogianya memperhatikan sikap Israel terhadap Palestina. Ini misalnya disuarakan oleh Boycott, Divestment, and Sanction (BDS), MERC, Aqsa Working Group, hingga Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI). Penolakan juga muncul dari elemen yang menamakan diri Aliansi Solo Raya.

Baca Juga: koran-sindo.com

Terkait sejumlah penolakan, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan tidak ada masalah dengan kehadiran timnas Israel. Pemerintah sudah membahas dan menyiapkan semua jalur yakni politik, diplomatik, keamanan, dan sebagainya. Sebelumnya, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali juga mengatakan bahwa pemerintah menjamin keamanan semua tim peserta termasuk Israel selama beraktivitas di Indonesia.

Penulis berpandangan bahwa kehadiran timnas Israel bukan sesuatu yang patut menjadi perkara sehingga menimbulkan pro- kontra. Hal tersebut didasarkan pada beberapa argumen. Pertama, menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 adalah capaian dari sejumlah langkah panjang diplomasi.

Kita telah lama berdiplomasi sehingga pada akhir 2019 lalu terpilih menjadi tuan rumah ke-22 Piala Dunia U20. Karena pandemic Covid-19, rencana kegiatan yang semula Maret 2021 ditunda hingga ke 2023. Sebagai capaian, ia akan menjadi tonggak pertama untuk menjadi tuan rumah kompetisi sepakbola dunia.

Artinya, ada langkah panjang yang telah kita lakukan, termasuk upaya memenuhi kualifikasi dan standar sejumlah tempat pertandingan sepak bola internasional. Monitoring kesiapan oleh FIFA juga telah dilakukan pada akhir Januari 2023 lalu. Ketua Umum PSSI Erick Thohir bahkan telah menyatakan penyiapan program pembinaan agar timnas U20 kita bisa terus tampil sebagai finalis tidak hanya pada Piala Dunia U20 ini.

Kedua, perhelatan ini mesti dikembalikan letaknya dalam konteks olahraga dan bukan dalam ranah hubungan diplomatik antarnegara semata. Penyelenggara kegiatan sebenarnya adalah PSSI dan pengundang peserta adalah FIFA.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah pada 27 Juni 2022 telah menyatakan bahwa PSSI-lah yang memiliki kewenangan itu dan dalam praktik hubungan luar negeri, kehadiran atlet dari negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia seperti Israel dimungkinkan terjadi. Indonesia bahkan pernah menjadi tuan rumah kegiatan Inter-Parliamentary Union (IPU) yang dihadiri perwakilan parlemen Israel di Bali pada Maret 2022.

Dalam pandangan David Held (1999), globalisasi budaya bisa ditemukan di dunia olahraga. Oleh karenanya, olahraga adalah wilayah fair play yang sebisa mungkin dijauhkan dari kaitan dukungan politik. Meski ada beberapa kritik, secara normatif dalam regulasi FIFA diatur larangan untuk membawa simbol, pernyataan, maupun sikap politik di dalam lapangan, baik oleh pemain maupun penonton. Karenanya diskriminasi dan sentimen politik terus diupayakan untuk dihindari.

Ketiga, prinsip realisme politik internasional mengajarkan bahwa kepentingan nasional harus menjadi dasar kebijakan negara dalam hubungan luar negeri. Melalui Piala Dunia U20, kita tengah berjuang mengambil sebesar-besar manfaat bagi kepentingan nasional terkait citra, kepercayaan kondusivitas politik keamanan, investasi, ekonomi, pariwisata, hingga pengembangan prestasi olah raga.

Realisme juga mengajarkan, there is no eternal friends or foe- tidak ada teman abadi dan musuh abadi. Dinamika politik luar negeri kita telah menunjukkan keluwesan, meski kita tetap teguh memegang prinsip bebas aktif. Di era Presiden Soekarno kita terbantu dengan dukungan Blok Timur dalam menghadapi kekuatan imperialis. Di era Presiden Soeharto, kita banyak mendekat ke blok pemilik modal Barat untuk menopang diplomasi pembangunan ekonomi.

Di era Reformasi kita berupaya berkawan dengan semua. Menteri Luar Negeri di era Presiden keempat Abdurrahman Wahid, Alwi Shihab, menyebut sebagai ecumenical diplomacy yaitu merangkul semua negara untuk memperluas persahabatan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono juga memiliki slogan millions friends zero enemy.

Konsistensi Sikap
Oleh karenanya kehadiran Timnas Israel bukan bermakna dukungan Indonesia kepada kebijakan negara tersebut di Palestina. Dukungan pada perjuangan Palestina tetap menjadi salah satu perhatian politik luar negeri kita melalui berbagai jalur diplomasi seperti konsistensi sikap politik di berbagai forum multilateral, peningkatan capacity building pejabat Palestina, hingga bantuan kemanusiaan. Karenanya, tidak tepat jika kehadiran Timnas Israel disebut mencederai dukungan bagi Palestina.

Dunia berubah dinamis sehingga sikap moderat/wasathiyah yang luwes dalam menyikapi situasi ini dibutuhkan. Berkaca pada perkembangan Timur Tengah, banyak negara seperti Bahrain, Uni Emirat Arab, Sudan, Maroko, Turki setelah Mesir dan Yordania bahkan telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Turki misalnya juga menyebut hubungan itu justru membuka kesempatan untuk berkontribusi pada upaya perdamaian.

Pernyataan Turki tersebut sejalan dengan pemikiran yang pernah digagas juga oleh Presiden keempat Abdurrahman Wahid pada 2001. Ini juga sejalan dengan salah satu perspektif dalam kajian mediasi konflik bahwa mediator netral yang diterima kedua pihak bertikai justru memiliki peluang lebih dalam mencapai kesepakatan damai (Jacob Bercovicth: 1996).

Tidak tepat pula jika penolakan itu dikaitkan dengan agama. Hampir semua negara termasuk Palestina dan Israel terdiri dari berbagai agama. Presiden pertama Soekarno memang pernah menolak delegasi Israel pada Asian Games 1962. Namun menurut Leo Suryadinata dalam artikelnya di Asian Survey (1995: 292), alasan Presiden saat itu bukan karena solidaritas agama namun karena Israel dinilai sebagai sekutu imperialis Amerika sehingga Soekarno juga melarang Taiwan dengan alasan yang sama.

Diplomasi olah raga menopang banyak kepentingan nasional kita. Karenanya, dukungan semua komponen bangsa dibutuhkan dalam meraih sebesar- besar maslahatnya.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1579 seconds (0.1#10.140)