76 Tahun HMI: Membumikan Paradigma Islam Empowering
Senin, 06 Februari 2023 - 11:59 WIB
Peniadaan kesenjangan ini menandakan titik temu atas dua nilai esensial yang menjadi basis fondasional perjuangan HMI dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan masyarakat adil makmur. Alih-alih larut dalam perdebatan yang tak berpangkal tentang Islam dan negara, spirit titik temu itu hendaknya jadi modal HMI membumikan agenda keummatan dan kebangsaan yang lebih kontekstual.
Islam Empowering
Melalui pidatonya pada Dies Natalis ke-75 HMI, dengan tema “Arah Baru HMI, Berdaya Bersama Menuju Indonesia Emas di 2045”, Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama menawarkan gagasan Islam Empowering sebagai paradigma keislaman dan keindonesiaan HMI kontemporer. Secara konseptual, gagasan ini hanya kelanjutan dari Islam modernisnya Nurcholis Majid. Hanya saja titik tekan dari Islam empowering terletak pada praksis untuk memperkuat kemandirian, partisipasi, jaringan kerja dan pemerataan.
Gagasan empowering yang ditawarkan HMI ini berangkat dari pemikiran bahwa agama tidak sekadar berperan menjalankan fungsi korektifnya, melainkan diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan peran dan fungsi solutifnya dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan. Melampaui pembacaan utopis yang meletakkan spirit keislaman hanya sebatas tataran ideasional.
Dimensi pemberdayaan dalam gagasan Islam empowering ini punya cakupan lebih luas. Tidak sebatas pada kesadaran memenuhi kebutuhan dasar, tapi mencakup pengembangan yang imparsial: aspek manusia, sosial dan ekonomi.
Jadi Islam empowering bukan semata-mata tentang membuat masyarakat membangun dirinya dan memperbaiki kehidupan. Lebih dari itu adalah bagaimana keberdayaannya bisa menjawab segala persoalan yang ada, melalui agenda-agenda yang jauh lebih terencana dan kolektif, dengan menumbuhkan gerakan entrepreneurship.
Entrepreneurship merupakan satu solusi alternatif dalam membentengi diri di tengah rentannya perekonomian dari krisis. Setidaknya kelas entrepreneurship juga mempunyai implikasi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Kalau berkaca pada data Entrepreneurship Global Index, jumlah wirausahawan di Indonesia masih tergolong kecil, bila dibandingkan tiga negara lainnya di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Kondisi ini jadi tantangan bersama yang harus dipecahkan. Apalagi pada era free market dewasa ini, entrepreneurship mempunyai peran yang sangat vital karena dapat membantu pasar dalam respons perubahan harga dan preferensi konsumen.
Sebagai contoh penggunaan internet yang makin meningkat turut disertai dengan lahirnya layanan-layanan baru melalui aplikasi. Tren baru tersebut tidak terlepas dari kemampuan seorang entrepreneur dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Berkat kecanggihan teknologi digital dan disertai dengan inovasi yang cepat, aktivitas pasar dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Hanya dengan gadget, seseorang dapat melakukan transaksi jual beli ataupun layanan lainnya. Perkembangan ini yang mesti dijawab HMI pada masa mendatang, melalui aksi nyata menumbuhkan kelas-kelas entrepreneur, utamanya di kalangan kader-kader HMI.
Islam Empowering
Melalui pidatonya pada Dies Natalis ke-75 HMI, dengan tema “Arah Baru HMI, Berdaya Bersama Menuju Indonesia Emas di 2045”, Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama menawarkan gagasan Islam Empowering sebagai paradigma keislaman dan keindonesiaan HMI kontemporer. Secara konseptual, gagasan ini hanya kelanjutan dari Islam modernisnya Nurcholis Majid. Hanya saja titik tekan dari Islam empowering terletak pada praksis untuk memperkuat kemandirian, partisipasi, jaringan kerja dan pemerataan.
Gagasan empowering yang ditawarkan HMI ini berangkat dari pemikiran bahwa agama tidak sekadar berperan menjalankan fungsi korektifnya, melainkan diletakkan dalam satu tarikan nafas dengan peran dan fungsi solutifnya dalam mewujudkan cita-cita kebangsaan. Melampaui pembacaan utopis yang meletakkan spirit keislaman hanya sebatas tataran ideasional.
Dimensi pemberdayaan dalam gagasan Islam empowering ini punya cakupan lebih luas. Tidak sebatas pada kesadaran memenuhi kebutuhan dasar, tapi mencakup pengembangan yang imparsial: aspek manusia, sosial dan ekonomi.
Jadi Islam empowering bukan semata-mata tentang membuat masyarakat membangun dirinya dan memperbaiki kehidupan. Lebih dari itu adalah bagaimana keberdayaannya bisa menjawab segala persoalan yang ada, melalui agenda-agenda yang jauh lebih terencana dan kolektif, dengan menumbuhkan gerakan entrepreneurship.
Entrepreneurship merupakan satu solusi alternatif dalam membentengi diri di tengah rentannya perekonomian dari krisis. Setidaknya kelas entrepreneurship juga mempunyai implikasi positif bagi pembangunan ekonomi nasional.
Kalau berkaca pada data Entrepreneurship Global Index, jumlah wirausahawan di Indonesia masih tergolong kecil, bila dibandingkan tiga negara lainnya di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Kondisi ini jadi tantangan bersama yang harus dipecahkan. Apalagi pada era free market dewasa ini, entrepreneurship mempunyai peran yang sangat vital karena dapat membantu pasar dalam respons perubahan harga dan preferensi konsumen.
Sebagai contoh penggunaan internet yang makin meningkat turut disertai dengan lahirnya layanan-layanan baru melalui aplikasi. Tren baru tersebut tidak terlepas dari kemampuan seorang entrepreneur dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Berkat kecanggihan teknologi digital dan disertai dengan inovasi yang cepat, aktivitas pasar dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Hanya dengan gadget, seseorang dapat melakukan transaksi jual beli ataupun layanan lainnya. Perkembangan ini yang mesti dijawab HMI pada masa mendatang, melalui aksi nyata menumbuhkan kelas-kelas entrepreneur, utamanya di kalangan kader-kader HMI.
Lihat Juga :
tulis komentar anda