76 Tahun HMI: Membumikan Paradigma Islam Empowering
Senin, 06 Februari 2023 - 11:59 WIB
Dalam kerangka Islam empowering, upaya mewujudkan kelas entrepreneur mestinya dipusatkan dalam trayek yang inklusif. Tidak diorientasikan pada kepentingan pribadi atau kelompok semata, melainkan untuk semua. Dengan karakter inklusifitas inilah penguatan entrepreneurship dapat dilakukan dengan kolaborasi dan kerjasama antarelemen.
Bagaimanapun juga entrepreneurship bukan semata-mata tentang harga maupun keuntungan. Yang lebih substansial dalam entrepreneurship adalah menciptakan nilai baru, yakni memberi efek yang berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Prinsipnya kerjasama dan kolaborasi dalam kerangka Islam empowering dipahami sebagai proses dan transfer daya dari lingkungan sekitar. Artinya kerjasama dan kolaborasi bukan ditujukan untuk mendapatkan akses istimewa.
Karena kalau terjadi demikian, keistimewaan (privilage) tersebut, rentan menciptakan pelaku usaha yang disebut, dalam konsepsinya Riggs, sebagai “pariah enterpreneurs”. Bukannya membentuk self-Independence, justru dengan akses istimewa itu semakin mempertajam ketergantungan yang pada gilirannya menjadi dalam ruang-ruang kompetisi free market.
Oleh karenanya, kelas-kelas entrepreneur yang terbingkai di dalam Islam empowering, hendaknya memiliki karakteristik tersendiri. Mereka tak hanya dituntut agar lebih menghargai prestasi daripada uang atau semangat dan kerja keras. Namun lebih dari itu para entrepreneur juga harus memiliki wawasan serta perspektif yang jauh ke depan, termasuk mempunyai keterampilan dalam mengorganisir sumberdaya yang dapat menciptakan nilai tambah.
Bagaimanapun juga entrepreneurship bukan semata-mata tentang harga maupun keuntungan. Yang lebih substansial dalam entrepreneurship adalah menciptakan nilai baru, yakni memberi efek yang berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Prinsipnya kerjasama dan kolaborasi dalam kerangka Islam empowering dipahami sebagai proses dan transfer daya dari lingkungan sekitar. Artinya kerjasama dan kolaborasi bukan ditujukan untuk mendapatkan akses istimewa.
Karena kalau terjadi demikian, keistimewaan (privilage) tersebut, rentan menciptakan pelaku usaha yang disebut, dalam konsepsinya Riggs, sebagai “pariah enterpreneurs”. Bukannya membentuk self-Independence, justru dengan akses istimewa itu semakin mempertajam ketergantungan yang pada gilirannya menjadi dalam ruang-ruang kompetisi free market.
Oleh karenanya, kelas-kelas entrepreneur yang terbingkai di dalam Islam empowering, hendaknya memiliki karakteristik tersendiri. Mereka tak hanya dituntut agar lebih menghargai prestasi daripada uang atau semangat dan kerja keras. Namun lebih dari itu para entrepreneur juga harus memiliki wawasan serta perspektif yang jauh ke depan, termasuk mempunyai keterampilan dalam mengorganisir sumberdaya yang dapat menciptakan nilai tambah.
(poe)
Lihat Juga :
tulis komentar anda