Usulan Polri di Bawah Kemendagri Dinilai Ancaman Terhadap Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usulan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) agar Polri ditempatkan di bawah TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dikritik oleh Wakil Sekretaris Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) M. Nur Latuconsina. Dia menilai usulan tersebut membahayakan kehidupan politik dan demokrasi.
“Menempatkan Polri di bawah kementerian justru potensial menjadi ancaman terhadap demokrasi,” ujarnya, Senin (2/12/2024).
Dia menuturkan, jabatan menteri suatu waktu dapat berasal dari partai politik. Maka itu, dia menilai akan sangat rentan terhadap politisasi di tubuh Polri untuk kepentingan politik praktis.
Dia mengingatkan bahwa Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 menegaskan Polri adalah alat negara. Frasa alat negara dimaksudkan bahwa Polri tumbuh sebagai suatu institusi yang utuh dan mandiri, bukan sebagai alat pemerintah, apalagi alat partai politik.
“Kemandirian institusi Polri diperlukan untuk menjaga indepedensi, agar tidak mudah disalahgunakan,” tuturnya.
Dia menambahkan, usulan tersebut sungguh memerlukan kajian yang lebih komperhensif agar tidak menjadi langkah mundur Polri menjadi alat politik untuk kepentingan tertentu. Diketahui, tuduhan dari Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus yang menyebut keterlibatan aparat kepolisian dalam pemenangan sejumlah calon kepala daerah di Pilkada 2024 menimbulkan polemik.
Ia menyebut kepolisian menjadi perusak demokrasi melabelinya sebagai Partai Cokelat atau Parcok. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuding aparat kepolisian telah menggunakan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2024.
Seiring dengan polemik tersebut, tokoh-tokoh PDIP kemudian menggulirkan isu kembalinya Polri di bawah TNI.
Lihat Juga: Profil Komjen Pol Agus Andrianto, Mantan Wakapolri yang Jadi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan
“Menempatkan Polri di bawah kementerian justru potensial menjadi ancaman terhadap demokrasi,” ujarnya, Senin (2/12/2024).
Dia menuturkan, jabatan menteri suatu waktu dapat berasal dari partai politik. Maka itu, dia menilai akan sangat rentan terhadap politisasi di tubuh Polri untuk kepentingan politik praktis.
Dia mengingatkan bahwa Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 menegaskan Polri adalah alat negara. Frasa alat negara dimaksudkan bahwa Polri tumbuh sebagai suatu institusi yang utuh dan mandiri, bukan sebagai alat pemerintah, apalagi alat partai politik.
“Kemandirian institusi Polri diperlukan untuk menjaga indepedensi, agar tidak mudah disalahgunakan,” tuturnya.
Dia menambahkan, usulan tersebut sungguh memerlukan kajian yang lebih komperhensif agar tidak menjadi langkah mundur Polri menjadi alat politik untuk kepentingan tertentu. Diketahui, tuduhan dari Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus yang menyebut keterlibatan aparat kepolisian dalam pemenangan sejumlah calon kepala daerah di Pilkada 2024 menimbulkan polemik.
Ia menyebut kepolisian menjadi perusak demokrasi melabelinya sebagai Partai Cokelat atau Parcok. Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menuding aparat kepolisian telah menggunakan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2024.
Seiring dengan polemik tersebut, tokoh-tokoh PDIP kemudian menggulirkan isu kembalinya Polri di bawah TNI.
Lihat Juga: Profil Komjen Pol Agus Andrianto, Mantan Wakapolri yang Jadi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan
(rca)