Tanggung Jawab BBM Murah

Rabu, 07 Januari 2015 - 10:09 WIB
Tanggung Jawab BBM Murah
Tanggung Jawab BBM Murah
A A A
Harga minyak dunia dalam beberapa bulan terakhir mulai turun hingga ke titik yang paling rendah. Banyak faktor yang mendorong pelemahan harga tersebut.

Namun seperti yang pernah saya tulis dalam kolom ini beberapa waktu yang lalu, penyebab utamanya adalah revolusi teknologi yang dapat membuat cadangan minyak dan gas dalam bentuk sedimen batu di dalam perut bumi dapat dieksplorasi. Teknologi baru ini dikuasai negara-negara non-OPEC, khususnya Amerika.

Di sisi lain situasi politik internasional seperti krisis politik di Rusia dan Timur Tengah mendorong negara-negara penghasil minyak terbesar dunia semakin menggenjot produksinya untuk menjaga pendapatan negaranya agar tidak defisit. Hal ini meningkatkan suplai minyak bumi sehingga harga minyak dunia terus turun. Turunnya harga minyak tentu menjadi berkah buat kita semua.

Pemerintah telah menurunkan harga bensin premium dan pertamax menjadi Rp7.600 dan Rp8.800. Pemerintah memiliki rencana bahwa penyesuaian harga bakar minyak akan dilakukan sebulan sekali karena saat ini harga tersebut akan didorong masuk ke dalam mekanisme pasar, termasuk harga bensin premium.

Ketua Satgas Antimafia Migas Faisal Basri mengusulkan bahwa premium yang memiliki oktan lebih rendah dari pertamax diserahkan ke pasar agar timbul kompetisi dan tidak menimbulkan monopoli yang selama ini dinikmati segelintir orang. Banyak pihak yang mengatakan bahwa harga premium yang ditetapkan itu masih kelewat mahal dan sebetulnya masih dapat diturunkan bahkan lebih rendah dari sebelum dinaikkan.

Pemerintah dianggap tidak memiliki visi kerakyatan karena mengambil untung dari harga premium yang dijual dan karena berbagai alasan lain. Terlepas dari perdebatan tersebut serta bagaimana hitungan ekonomi dan rencana jangka panjang pemerintah, saya pikir kita perlu memasukkan faktor ancaman terhadap lingkungan bila ingin mendiskusikan lebih dalam lagi tentang seberapa penting bahan bakar murah untuk rakyat.

Dengan kata lain, tinggi rendahnya harga yang kita jual kepada masyarakat tidak hanya mempertimbangkan untung-rugi dari sisi ekonomi pasar, tetapi juga untung-rugi dari kelestarian lingkungan. Kita perlu berpartisipasi menjaga cadangan alam minyak bumi agar tidak membahayakan kesempatan untuk generasi kita di masa depan.

Keadilan akan sumber daya alam tidak hanya perihal pembagian yang adil di antara kelompok-kelompok atau bangsa-bangsa di generasi saat ini, tetapi juga perlu dipikirkan untuk generasi masa datang. Norwegia adalah negara yang mencoba menjalankan secara konsisten komitmen tersebut.

Sebagai pengekspor minyak 10 terbesar di dunia, Norwegia justru memberikan pajak tinggi atas bahan bakar minyaknya. Bahan bakar solar di sana per liter pada bulan Desember 2014 adalah 1,60 euro atau sekitar Rp24.000, sementara premium 95 adalah 1,72 euro atau sekitar Rp26.000. Tingginya hargabahanbakardisanakarena Pemerintah Norwegia menerapkan pajak yang tinggi.

Sepertinya bahan bakar dalam pandangan Pemerintah Norwegia memang benar-benar masuk dalam kategori barang mewah. Apakah rakyat Norwegia menerima pilihan kebijakan tersebut? Jawabannya adalah tentu saja tidak. Mereka sangat menentang kebijakan tersebut. Sebuah survei menyatakan bahwa 7 dari 10 penduduk Norwegia sangat tidak suka dan menentang pajak yang tinggi atas bahan bakar minyak (Financial Times).

Apabila tokoh politik yang berkuasa di Norwegia ingin mendapatkan simpati dengan menggratiskan bensin, mungkin hal itu bisa dilakukan karena produksinya yang dua kali lipat dari Indonesia, tetapi dengan jumlah penduduk yang 1/50 lebih kecil. Kebijakan itu memiliki arti bahwa politik yang berjalan di Norwegia adalah politik yang memang berlandaskan akal dan perhitungan.

Keuntungan dari perdagangan minyak tersebut diinvestasikan kembali ke dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan penduduknya. Norwegia tampaknya sudah menyadari dan mempersiapkan strategi untuk menghindari kutukan sumber daya alam yang banyak dialami negara-negara berkembang.

Mereka memaksa penduduknya untuk mengandalkan kemampuan sumber daya manusianya demi mendorong pertumbuhan ekonomi ketimbang mengandalkan ekspor minyak bumi. Ini catatan penting buat kita di Indonesia karena dorongan untuk sumber daya manusia kita justru terkorbankan demi perhatian pada sanggup tidaknya kita membeli bensin.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan meningkatkan pajak tersebut Norwegia dapat dikatakan telah melindungi lingkungan? Jawabannya ya dan tidak. Ya karena di dalam negeri mereka membatasi konsumsi dan menyebabkan pencemaran lingkungannya menjadi rendah, tetapi juga tidak karena pencemaran itu diekspor seiring dengan meningkatnya penjualan minyak ke negara-negara lain seperti China, Amerika atau India. Polusi terjadi di belahan dunia lain.

Oleh sebab itu, konsep pelestarian lingkungan dan semangat untuk menjaga sumber daya alam untuk generasi mendatang juga harus memastikan aspek kesetaraan (ekuitas). Upaya dunia untuk mendorong pembangunan berkelanjutan harus menekankan dimensi keadilan sosial dari pembangunan berkelanjutan tersebut.

Perlu ada keadilan alokasi atas akses sumber daya, khususnya antara generasi saat ini dengan generasi di masa datang. Eksploitasi sumber daya perlu dibatasi agar anak cucu kita bisa tetap mengakses sumber daya tersebut di masanya. Pembangunan berkelanjutan adalah kesetaraan yang terdistribusi, sebuah sharing- capacity antara generasi sekarang dan yang nanti (intergerational ).

Namun sharing-capacity itu juga perlu diberlakukan dalam masyarakat generasi yang sekarang. Dunia saat ini masih memiliki kesenjangan yang lebar antara negara maju dengan negara berkembang, antara masyarakat perkotaan dengan masyarakat perdesaan. Kesenjangan ini juga perlu dijembatani agar mereka juga dapat menikmati sumber daya yang terbatas ini.

Dari kejadian turunnya harga minyak bumi, hendaknya muncul refleksi lebih kuat tentang tanggung jawab kita semua terhadap bumi. Kita memang membutuhkan energi yang murah agar dapat mendorong pembangunan. Tapi definisi murah itu juga harus diperhitungkan lebih jauh ke depan dan tidak hanya untuk kepentingan sesaat. Perlu penelitian yang lebih dalam apakah energi yang murah itu digunakan untuk hal yang sifatnya produktif atau hanya konsumtif.

Sampai saat ini pro-kontra tentang naik dan turunnya harga BBM lebih banyak didominasi kepentingan politik sesaat. Para tokoh politik perlu merumuskan sebuah konsensus politik tentang kebijakan energi untuk masa depan Indonesia 30 atau 50 tahun ke depan dan jangan terjebak dalam kepentingan jangka pendek.

Kita perlu mendorong agar pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada kemampuan sumber daya manusia ketimbang sumber daya mineral. Karena di masa depan, tekanan perdagangan dunia dengan alasan kelestarian lingkungan juga akan semakin kuat. Tekanan itu sendiri tidak lepas dari kepentingan negara- negara untuk memasarkan teknologi ramah lingkungan mereka ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Apabila tidak siap mengantisipasi, kita tidak akan selalu menjadi bangsa tertinggal.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5590 seconds (0.1#10.140)