Kebijakan Nasional Dorong Inovasi
A
A
A
Ekonomi Indonesia tengah berada di persimpangan jalan. Selama ini ekonomi nasional sangat tergantung pada kekayaan sumber daya alam, mulai dari pertanian, perkebunan, mineral, tambang, kelautan hingga warisan budaya.
Di tengah persaingan global, Indonesia semakin dituntut untuk mampu meningkatkan nilai tambah melalui peningkatan produktivitas nasional. Menghadapi persaingan di ASEAN, barang dan jasa yang dihasilkan oleh Indonesia tidak hanya dituntut semakin murah dan berkualitas, tetapi juga harus lebih inovatif relatif dibandingkan dengan yang dihasilkan negara pesaing.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan inovasi produk/jasa Indonesia menjadi faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan. Inovasi nasional perlu ditumbuhkan menjadi salah satu program prioritas nasional. Sistem, prosedur, dan kebijakan di tingkat nasional semakin diperlukan untuk menggairahkan budaya inovasi.
Semangat untuk terus melakukan perbaikan, baik dari sisi mekanisme dan administrasi kerja, proses produksi, maupun menemukan solusi inovatif dari persoalan-persoalan sosial-ekonomi perlu terus kita tingkatkan. Pengalaman banyak negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Jepang, dan Korea Selatan menunjukkan, pemerintah menjadi aktor penting pendorong budaya inovasi.
Melalui serangkaian kebijakan, baik berupa stimulus pajak, alokasi anggaran riset nasional, optimalisasi lembaga riset nasional dan perguruan tinggi, serta integrasi dengan proses industrialisasi menjadikan negara-negara tersebut terus mampu menjaga daya saing (national competitiveness ) produk dan jasa yang dihasilkan.
Sementara itu, industri, perusahaan, perguruan tinggi, lembaga pembiayaan (seperti bank dan asuransi), media dan masyarakat juga terlibat aktif membangun komunitas inovasi- produktif negara tersebut. Karena itu political-will dan dukungan pemerintah mendapatkan dukungan dari segenap lapisan untuk membangun basis innovation-driven economy .
Bagi Indonesia, sekarang adalah saat yang tepat untuk membangun kebijakan nasional mendorong budaya inovasiproduktif. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat mengakselerasi dan memperluas budaya inovasi-produktif nasional. Pertama menjadikan inovasi sebagai sistem, proses dan budaya kerja membutuhkan critical mass.
Pendidikan menjadi ujung tombak dalam hal ini. Sehingga program wajib belajar perlu terus ditingkatkan. Wajib belajar perlu terus ditingkatkan sampai pendidikan tinggi. Dengan semakin banyak masyarakat Indonesia yang akses ke perguruan tinggi, akan semakin besar sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, kompetensi dan skill yang berkualitas.
Penggabungan bidang riset dan pendidikan tinggi menjadi satu kementerian merupakan langkah awal yang baik untuk menyinergikan aktivitas riset-inovatif dan perguruan tinggi. Kedua, dalam jangka pendek, pemerintah dapat mengoptimalkan sinergi lembaga-lembaga yang terkait dengan aktivitas riset, inovasi dan sistem produksi nasional.
Pemerintah dapat mengoptimalkan peran Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi bersama-sama dengan Komite Inovasi Nasional (KIN) untuk merancang arsitektur inovasi-produksi nasional. Koordinasi dengan Bappenas dan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan Kementerian Kehutanan perlu terus ditingkatkan.
Untuk dapat mengelola kegiatan lintas kementerian juga dapat dipertimbangkan satuan tugas khusus di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang khusus membidangi inovasi nasional. Ketiga, kebijakan dan stimulus dalam hal fiskal dan anggaran untuk pengembangan dan pemanfaatan hasil riset nasional juga perlu dilakukan.
Kebijakan berupa pembebasan pajak bagi aktivitas riset nasional, memperbesar alokasi anggaran bagi lembaga-lembaga riset nasional (seperti Lapan, Puspitek, BPPT, LIPI dan lembaga riset di masing-masing kementerian/ lembaga) sampai kebijakan alokasi anggaran riset BUMN.
Untuk yang terakhir, Kementerian BUMN dapat menugaskan masing-masing BUMN tidak hanya memperbesar alokasi anggaran bagi capital expenditure (capex ) dan CSR, tetapi juga dapat menetapkan besaran minimum anggaran BUMN bagi kegiatan riset terkait dengan sistem produksi perusahaan.
Keempat , pemerintah pusat dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah serta perusahaan swasta/BUMN untuk membuat kluster inovasi di masing-masing kawasan industri. Pemerintah China, Jepang dan Taiwan menerapkan sistem ini melalui konsep researchpark. Keterlibatan perguruan tinggi di sekitar kawasan industri untuk menyumbang tenaga ahli, pengetahuan dan penguasaan metodologis sangatlah diperlukan.
Sinergi antara kawasan industri dan perguruan tinggi tidak hanya membuat aktivitas inovasi menjadi berkelanjutan (sustainable ), tetapi juga dapat meningkatkan profitabilitas industri melalui penyempurnaan teknis produksi dan peningkatan kualitas produk/ jasa yang dihasilkan.
Kelima, desain industrialisasi dan hilirisasi yang tengah berlangsung saat ini perlu didukung oleh penguasaan teknologi serta pemanfaatannya. Pendirian pabrik-pabrik pengolahan karet, cokelat, produk perikanan dan kelautan, mineral dan tambang perlu diimbangi tidak hanya kualitas tenaga kerja yang profesional, tetapi yang menguasai teknologi.
Perlu adanya program percepatan penguasaan teknologi produksi pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Koordinasi dengan Kementerian Perindustrian perlu segera dilakukan agar tenaga kerja nasional dapat mengisi posisi-posisi kunci di fasilitas produksi strategis.
Tanpa adanya hal ini dikhawatirkan tenaga-tenaga terampil dari negara lain di ASEAN yang akan mengisinya. Melalui upaya-upaya di atas kita berharap desain perekonomian nasional tidak hanya tertumpu pada semangat efisiensi saja, tetapi juga inovasi-produktif.
Hal ini mengingat perekonomian nasional masih berada dalam fase tumbuh (growth) dan bukan dalam fase stagnan atau resesi. Maka strategi dan kebijakan nasional yang kita butuhkan saat ini adalah kebijakan yang lebih mendorong pemanfaatan sumber daya nasional secara optimal.
Melalui visi dan orientasi kebijakan nasional tentang inovasi, kita berharap di kemudian hari daya saing produk, merek dan perusahaan nasional akan terus meningkat di tengah persaingan baik di tingkat kawasan maupun global.
Prof Firmanzah PhD
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Di tengah persaingan global, Indonesia semakin dituntut untuk mampu meningkatkan nilai tambah melalui peningkatan produktivitas nasional. Menghadapi persaingan di ASEAN, barang dan jasa yang dihasilkan oleh Indonesia tidak hanya dituntut semakin murah dan berkualitas, tetapi juga harus lebih inovatif relatif dibandingkan dengan yang dihasilkan negara pesaing.
Pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan inovasi produk/jasa Indonesia menjadi faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan. Inovasi nasional perlu ditumbuhkan menjadi salah satu program prioritas nasional. Sistem, prosedur, dan kebijakan di tingkat nasional semakin diperlukan untuk menggairahkan budaya inovasi.
Semangat untuk terus melakukan perbaikan, baik dari sisi mekanisme dan administrasi kerja, proses produksi, maupun menemukan solusi inovatif dari persoalan-persoalan sosial-ekonomi perlu terus kita tingkatkan. Pengalaman banyak negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Jepang, dan Korea Selatan menunjukkan, pemerintah menjadi aktor penting pendorong budaya inovasi.
Melalui serangkaian kebijakan, baik berupa stimulus pajak, alokasi anggaran riset nasional, optimalisasi lembaga riset nasional dan perguruan tinggi, serta integrasi dengan proses industrialisasi menjadikan negara-negara tersebut terus mampu menjaga daya saing (national competitiveness ) produk dan jasa yang dihasilkan.
Sementara itu, industri, perusahaan, perguruan tinggi, lembaga pembiayaan (seperti bank dan asuransi), media dan masyarakat juga terlibat aktif membangun komunitas inovasi- produktif negara tersebut. Karena itu political-will dan dukungan pemerintah mendapatkan dukungan dari segenap lapisan untuk membangun basis innovation-driven economy .
Bagi Indonesia, sekarang adalah saat yang tepat untuk membangun kebijakan nasional mendorong budaya inovasiproduktif. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat mengakselerasi dan memperluas budaya inovasi-produktif nasional. Pertama menjadikan inovasi sebagai sistem, proses dan budaya kerja membutuhkan critical mass.
Pendidikan menjadi ujung tombak dalam hal ini. Sehingga program wajib belajar perlu terus ditingkatkan. Wajib belajar perlu terus ditingkatkan sampai pendidikan tinggi. Dengan semakin banyak masyarakat Indonesia yang akses ke perguruan tinggi, akan semakin besar sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, kompetensi dan skill yang berkualitas.
Penggabungan bidang riset dan pendidikan tinggi menjadi satu kementerian merupakan langkah awal yang baik untuk menyinergikan aktivitas riset-inovatif dan perguruan tinggi. Kedua, dalam jangka pendek, pemerintah dapat mengoptimalkan sinergi lembaga-lembaga yang terkait dengan aktivitas riset, inovasi dan sistem produksi nasional.
Pemerintah dapat mengoptimalkan peran Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi bersama-sama dengan Komite Inovasi Nasional (KIN) untuk merancang arsitektur inovasi-produksi nasional. Koordinasi dengan Bappenas dan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, dan Kementerian Kehutanan perlu terus ditingkatkan.
Untuk dapat mengelola kegiatan lintas kementerian juga dapat dipertimbangkan satuan tugas khusus di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang khusus membidangi inovasi nasional. Ketiga, kebijakan dan stimulus dalam hal fiskal dan anggaran untuk pengembangan dan pemanfaatan hasil riset nasional juga perlu dilakukan.
Kebijakan berupa pembebasan pajak bagi aktivitas riset nasional, memperbesar alokasi anggaran bagi lembaga-lembaga riset nasional (seperti Lapan, Puspitek, BPPT, LIPI dan lembaga riset di masing-masing kementerian/ lembaga) sampai kebijakan alokasi anggaran riset BUMN.
Untuk yang terakhir, Kementerian BUMN dapat menugaskan masing-masing BUMN tidak hanya memperbesar alokasi anggaran bagi capital expenditure (capex ) dan CSR, tetapi juga dapat menetapkan besaran minimum anggaran BUMN bagi kegiatan riset terkait dengan sistem produksi perusahaan.
Keempat , pemerintah pusat dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah serta perusahaan swasta/BUMN untuk membuat kluster inovasi di masing-masing kawasan industri. Pemerintah China, Jepang dan Taiwan menerapkan sistem ini melalui konsep researchpark. Keterlibatan perguruan tinggi di sekitar kawasan industri untuk menyumbang tenaga ahli, pengetahuan dan penguasaan metodologis sangatlah diperlukan.
Sinergi antara kawasan industri dan perguruan tinggi tidak hanya membuat aktivitas inovasi menjadi berkelanjutan (sustainable ), tetapi juga dapat meningkatkan profitabilitas industri melalui penyempurnaan teknis produksi dan peningkatan kualitas produk/ jasa yang dihasilkan.
Kelima, desain industrialisasi dan hilirisasi yang tengah berlangsung saat ini perlu didukung oleh penguasaan teknologi serta pemanfaatannya. Pendirian pabrik-pabrik pengolahan karet, cokelat, produk perikanan dan kelautan, mineral dan tambang perlu diimbangi tidak hanya kualitas tenaga kerja yang profesional, tetapi yang menguasai teknologi.
Perlu adanya program percepatan penguasaan teknologi produksi pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Koordinasi dengan Kementerian Perindustrian perlu segera dilakukan agar tenaga kerja nasional dapat mengisi posisi-posisi kunci di fasilitas produksi strategis.
Tanpa adanya hal ini dikhawatirkan tenaga-tenaga terampil dari negara lain di ASEAN yang akan mengisinya. Melalui upaya-upaya di atas kita berharap desain perekonomian nasional tidak hanya tertumpu pada semangat efisiensi saja, tetapi juga inovasi-produktif.
Hal ini mengingat perekonomian nasional masih berada dalam fase tumbuh (growth) dan bukan dalam fase stagnan atau resesi. Maka strategi dan kebijakan nasional yang kita butuhkan saat ini adalah kebijakan yang lebih mendorong pemanfaatan sumber daya nasional secara optimal.
Melalui visi dan orientasi kebijakan nasional tentang inovasi, kita berharap di kemudian hari daya saing produk, merek dan perusahaan nasional akan terus meningkat di tengah persaingan baik di tingkat kawasan maupun global.
Prof Firmanzah PhD
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(ars)