Membaca Kabinet Blusukanomic

Senin, 27 Oktober 2014 - 18:22 WIB
Membaca Kabinet Blusukanomic
Membaca Kabinet Blusukanomic
A A A
Hampir sepekan publik disibukkan dengan nama-nama yang akan duduk dalam Kabinet Kerja di bawah pemerintahan Jokowi- JK.

Setiap saat berubah nama, ada yang karena tersangkut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selama sepakan praktis Indonesia tanpa pemerintahan atau memang Indonesia masuk ekonomi autopilot— ekonomi yang digerakkan oleh partisipasi masyarakat dan sektor konsumsi rumah tangga.

Berbagai spekulasi muncul sebelum penyusunan kabinet. Kendati dalam komunikasi politik langkah Jokowi-JK dikesankan mencari menteri yang bersih korupsi. Namun, sebagian yakin selain mencari figur yang bersih dari korupsi, juga ada tarik-menarik di dalam tubuh lingkaran Jokowi-JK-Megawati selaku ketua umum PDIP atau pemegang saham terbesar pemerintahan Jokowi-JK. Publik pun percaya mundurnya pengumuman kabinet tidak sesuai janji Jokowi sebelumnya, tanggal 21 Oktober 2014, karena tarik ulur dan restu dari pemegang saham mayoritas pemerintahan Jokowi-JK. Efeknya, pengumuman kabinet mundur dan nama-nama yang terus berubah mengesankan saling tekan dan tarik-ulur.

Masyarakat juga mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi. Lihatsaja ketikapelantikanJokowi- JK pada 20 Oktober 2014, sepanjangjalanSudirman- Thamrin menuju Istana penuh dengan masyarakat yang antusias. Di daerah-daerah banyak warga melakukan pesta rakyat penuh kemenangan, penuh harapan. Apalagi selama ini kita dengar dalam kampanye adalah koalisi tanpa syarat dan koalisi tanpa bagi-bagi kursi. Koalisi JKW-JK berbeda dengan rezim SBY yang terkesan bagi-bagi kursi.

Miskin Rekam Jejak

Apakah nama-nama yang menjadi menteri seperti diumumkan oleh Jokowi sudah sesuai dengan ekspektasi masyarakat yang tinggi? Jika melihat nama-nama yang muncul sebenarnya tidak banyak yang nyaring bunyinya. Tapi satu hal yang masih tetap ada, yaitu partisipasi partai politik masih tetap besar. Perwakilan dari partai politik masih sekitar 35%, sisanya profesional yang didukung partai politik.

Sekilas memang tidak bisa divonis tidak menjawab ekspektasi masyarakat yang tinggi. Namun, dengan nama-nama yang asing dan masih harus membuat track record lebih dulu. Bahkan, kalangan pemimpin redaksi atau media masih belum tahu rekam jejak para menteri yang diumumkan. Selain memang ada beberapa yang cukup senior yang duduk, namun itu lebih karena kedekatan dengan partai pemenang pemilu.

Secara umum, boleh jadi para menteri ini relatif bersih karena memang tidak pernah melakukan transaksi mencurigakan. Atau karena memang benar-benar transaksinya tidak pernah besar karena portofolionya memang kecil. Tidak pernah punya catatan korupsi karena memang tidak pernah punya track record yang perlu ditelusuri oleh KPK, atau karena memang tidak pernah duduk sebagai pejabat publik atau perusahaan negara.

Jujur, nama-nama menteri yang disebutkan Jokowi jarang beredar dan jarang disebut di media. Bahkan, ketika dicari di Google pun tak banyak aktivitasnya. Para menteri yang duduk di Kabinet Kerja ini tidak banyak diketahui rekam jejaknya. Jika toh dipilih karena berdekatan dengan partai dan mewakili keterwakilan daerah, mulai dari Aceh sampai Papua.

Kabinet JKW-JK yang diumumkan 26 Oktober 2014 kemarin sekilas memang mewakili daerah dan partai politik. Ada partai politik, ada daerah provinsi sehingga tidak mengesankan dominasi Jawa dan Sumatera yang sebelumnya beredar nama-nama yang berbau Jawa dan Sumatera yang diusulkan partai-partai. Ada juga yang berasal dari para profesional.

Boleh jadi pasar akan mendiskon kabinet JKW-JK, karena alasan kapasitas dan kompetensi yang belum terbukti. Lebih tidak bunyi lagi adalah representasi dari partai yang sebenarnya masih banyak orang partai yang lebih mumpuni. Bahkan, untukpos-pos menteri yang cukup strategis seperti menteri pariwisata, menteri perikanan dan menteri ketenagakerjaan tampak terlihat background tidak relevan dengan tugasnya.

Hal itu memang belum terbukti, masih menunggu statement awaldari para menteriyang akan duduk mengemudikan kementriannya. Jelas pernyataan awal menjadi penting karena menunjukkan visi dalam pengelolaan selama lima tahun ke depan. Namun, pasar sedikit banyak akan mendiskon kabinet JKW-JK ini lebih rendah dari ekspektasi yang terlalu tinggi.

Blusukanomic dan Ancaman Krisis

Jika kita perhatikan, namanama menteri dari kalangan ekonomi relatif lebih bunyi dibandingkan menteri-menteri lain. Ada nama-nama yang memang benar-benar mempunyai track record yang baik, namun belum dibilang relatif cukup kuat sebagai sebuah tim. Untuk menteri keuangan dan perdagangan dapat dikatakan punya rekam jejak yang baik dan punya kompetensi tinggi.

Nama Sofyan Djalil yang mewakili profesional dan Aceh tentunya punya pengalaman yang baik selama lebih dari tiga tahun menjadi menteri BUMN dan beberapa menjabat sebagai menteri ad interim kementerian bidang ekonomi. Di bawahnya, ada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang selama ini sudah menjadi wakil Menteri Keuangan RI yang benar-benar ahli fiskal dan sudah punya pengalaman dan kompetensi yang baik. Juga, Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan.

Namun, yang lebih banyak dibicarakan di kalangan ekonom adalah hadirnya sosok Menteri Bappenas yang dinilai tidak punya cerita di bidang perencanaan pembangunan. Mudah- mudahan Menteri Bappenas tidak perlu belajar lebih lama karena Jokowi selalu bicara kerja, kerja, dan kerja.

Pekerjaan terbesar dalam bidang ekonomi saat ini adalah bagaimana agar ekonomi Indonesia siap menghadapi guncangan dari pengaruh global. Satu-satunya negara yang cukup baik pertumbuhannya adalah AS yang bisa saja menyeret Indonesia ke lembah krisis.

Menurut The Finance Research, lima tahun ke depan dan khususnya tahun depan adalah likuiditas yang ketat, suku bunga yang lebih tinggi, nilai tukar yang bergejolak dan inflasi yang relatif tinggi karena pemerintah harus menurunkan subsidi energi yang selama ini menjadi beban berat anggaran. Tidak mudah menghadapi tantangan-tantangan itu. Pemerintah juga segera membuat undang-undang jaring pengaman sektor keuangan (JPSK) atau protokol krisis. Jika tidak, tentu tidak akan ada pejabat yang mau ambil keputusan untuk menyelamatkan krisis, terutama menyelamatkan bank karena krisis.

Ekspektasi masyarakat memang tidak bisa dipenuhi oleh susunan kabinet yang baru diumumkan. Kabinet Kerja, yang semula Kabinet Trisakti, lebih bisa disebut kabinet yang relatif bersih karena sudah didiagnosis oleh KPK dan PPATK, namun bukan berarti bisa langsung bekerja karena banyak menteri yang baru bikin rekam jejak di bidangnya dan tidak sesuai latar belakang yang selama ini dilakukan.

Kabinet Kerja ini akan bekerja dengan Jokowi yang akan terus blusukan. Konsep ini bisa kita sebut ”Blusukanomic” , sebuah ekonomi yang dibangun dengan persepsi langsung terjun ke bawah dengan diperlihatkan kepada publik. Hal-hal yang tidak lazim dilakukan, seperti keluar masuk pasar dan got-got dengan kesan yang lebih dekat dengan rakyat dan seolah-olah bekerja.

Semoga blusukanomic ini tidak hanya berkesan menghibur rakyat karena selalu direkam dan disiarkan media, sementara ekonomi Indonesia sedang menghadapi banyak tantangan, salah satunya defisit neraca pembayaran dan itu tidak mudah dihadapi pemerintah sekarang di tengah ekspektasi yang tinggi. Apalagi, blusukanomic tidak membuat rakyat kenyang tapi lebih banyak menghibur masyarakat yang selama ini butuh perubahan yang lebih baik. Apalagi, sektor konsumsi yang diterjemahkan autopilot .

Ekspektasi yang tinggi itu bukan hanya digambarkan sekadar blusukanomic, tapi juga kualitas menteri yang bukan sekadar bersih tapi juga punya komitmen kepada rakyat dan bukan partainya. Jangan sampai, ekonomi Indonesia yang sudah autopilot ini makin bersentimen negatif hanya karena menterinya kurang kompetensi dan dekat dengan partai.

Tapi memang ekspektasi masyarakat sangat tinggi, dan nama-nama menteri yang diumumkan perlu diberi kesempatan membuat rekam jejak yang benar-benar dapat dicatat, karena sebagian besar menteri yang ada nyaris tak terdengar. Perlu diberi kesempatan bekerja untuk rakyat, dan bukan sekadar menghibur publik dengan hanya blusukan semata, karena Indonesia sedang membutuhkan perubahan besar.

EKO B SUPRIYANTO
Direktur The Finance Research
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1113 seconds (0.1#10.140)