Agenda Perlindungan Konsumen

Kamis, 05 Juni 2014 - 12:29 WIB
Agenda Perlindungan...
Agenda Perlindungan Konsumen
A A A
MAKIN maju perekonomian suatu teknologi informasi mendorong konsumen di Indonesia semakin teredukasi dan terinformasi. Itulah yang membuat tuntutan atau aspirasi mereka semakin tinggi terhadap produk, baik produk barang maupun jasa.

Karena itu, kekuatan ekonomi Indonesia ada pada konsumen karena besarnya populasi jumlah penduduk kita. Sebagai salah satu pilar ekonomi, posisi konsumen tidak kalah strategisnya dengan pelaku usaha sebagai pemilik modal. Pertanyaannya, mengapa posisi konsumen selalu dianggap lemah jika dibandingkan atau jika berhadapan dengan pelaku usaha?

Amanat UU
Itulah poin penting dari pemikiran yang berkembang dalam forum diskusi beberapa waktu lalu. Ketika penulis menjadi pembicara pada dua tempat diskusi yaitu di Universitas Hasanudin (Unhas) bersama Prof Dr Ahmad Miru SH MH dengan tema ”Telaah Kritis Perlindungan Konsumen” dan di Universitas Indonesia Timur (UIT) bersama Prof Dr Bernadette Waluyo SH MH dengan tema ”Menyamakan Persepsi UU Perlindungan Konsumen”. Secara umum ditegaskan bahwa amanat UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen.

Itu dimaksudkan agar kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Sebab itulah, negara seyogianya berpihak pada perlindungan konsumen.

Dengan kata lain, keberpihakan kepada konsumen sebenarnya wujud nyata ekonomi kerakyatan. Penerapan UUPK Nomor 8 Tahun 1999 dalam praktik akan banyak diuji melalui berbagai instrumen hukum perdata, termasuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Dalam konteks ada permasalahan (perselisihan) konsumen berhak mendapatkan advokasi serta perlindungan hukum dan penyelesaian sengketa. Tidak hanya itu, konsumen juga berhak mendapatkan edukasi dan ganti rugi jika ada ketidaksesuaian.

Semua ini diharapkan sebagai pembangkit kesadaran semua pihak akan perlunya perlindungan terhadap hak-hak dan kewajiban pelaku usaha sebagai penyedia barang atau jasa yang dikonsumsi konsumen. Sesungguhnya esensi perlindungan konsumen adalah konsumen dan pelaku usaha (pengusaha/produsen) saling membutuhkan. Sebab itulah, produksi dipandang tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengonsumsinya.

Di sinilah perlu hubungan harmonis antara pelaku usaha dan konsumen. Dengan harmonisasi antara hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, tentu akan menjadi instrumen penting bagi pemerintah untuk menetapkan berbagai kebijakan. Dalam perspektif kepedulian buat konsumen, terdapat dua karakteristik strategi. Pertama strategi mencerdaskan konsumen. Karena itu, seorang konsumen haruslah menjadi cerdas dan menyadari posisinya.

Dalam konteks ini konsumen harus kritis dan berani untuk menegakkan hak dan kewajiban selaku konsumen. Dua strategi menancapkan karakteristik (mindset) nasionalisme konsumen. Intinya perilaku konsumtif dan pragmatisme berkonsumsi harus dijauhkan dari konsumen. Apalagi globalisasi dan liberalisasi ekonomi hanya akan menggerogoti dan mengikis eksistensi produk dalam negeri.

Nasionalisme Konsumen
Bangsa Indonesia kini sedang memasuki fase sangat menentukan dalam penegakan hukum dan pembangunan ekonomi terkait momentum pemilu presiden untuk periode 2014- 2019. Harus diakui, periode lima tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY)- Boediono tidaklah menggembirakan dalam memberikan kontribusi terhadap perlindungan konsumen.

Itu bisa dibuktikan ketika pemerintah membiarkan pemadaman listrik berhari-hari, kenaikan tarif tol yang membebani konsumen, pelayanan rumah sakit yang diskriminatif terhadap pasien yang tidak mampu, kondisi transportasi kita yang tidak memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, terakhir kita menyaksikan calon penumpang kereta api harus berbondongbondong dan begadang untuk membeli tiket mudik Lebaran.

Berbagai kasus yang tidak mencerminkan pemihakan kepada posisi konsumen bahkan terus bermunculan sepanjang lima tahun terakhir ini. Sekali lagi, sangat mustahil kita berbicara kualitas perlindungan terhadap konsumen jika pemerintahan yang berjalan tidak peduli pada ihwal yang berkaitan dengan konsumen.

Keberadaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menjadi contoh konkret bahwa betapa pemerintah tidak memiliki komitmen yang serius untuk memfungsikan dan memberdayakan lembaga ini secara optimal.

Bukan saja berbagai saran dan rekomendasi yang dikeluarkan tidak mendapat perhatian dan respons dari pemerintah, melainkan juga keterbatasan sarana dan prasarana lembaga ini untuk melayani dan mengoperasionalkan tugas, fungsi, dan wewenang yang diberikan undang-undang. Padahal, eksistensi lembaga ini menurut amanat UU Perlindungan Konsumen adalah merupakan advisory body bagi presiden.

Karena itu, dalam hal perlindungan konsumen seharusnya secara fungsional lembaga ini benar-benar harus eksis di republik ini. Hal yang sama juga dialami Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sampai hari ini lembaga BPSK keberadaannya masih terbatas di setiap provinsi alias masih bisa dihitung jari di Indonesia.

Ironis sekali sebab sesuai amanat UU, BPSK ini harus sudah ada pada setiap daerah kabupaten dan kota. Pasal 49 UUPK menegaskan: ”Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di daerah tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan”.

Penguatan BPKN, BPSK, dan LPKSM selama ini sejujurnya dianggap belumlah memadai. Atas dasar itulah, diperlukan political will dan komitmen pemerintah untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga ke depan tercipta perekonomian yang sehat dan dinamis.

Dengan tetap menjamin kepastian atas mutu, kenyamanan, dan keamanan barang dan /atau jasa yang diperolehnya di pasar. Tanpa memiliki kebijakan atau agenda perlindungan konsumen, mustahil pemerintah mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen. Karena itu, sekali lagi, kita butuh pemimpin (presiden) yang punya visi yang jelas untuk meningkatkan perlindungan konsumen di Indonesia.

DR ABUSTAN
Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7054 seconds (0.1#10.140)