MK tolak gugatan Antasari terkait UU Kejaksaan
A
A
A
Sindonews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar tentang pengujian pasal 8 ayat (5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 mengenai Kejaksaan (UU Kejaksaan), hari ini.
"Menolak permohonan pemohon I untuk seluruhnya, permohonan pemohon II dan III, tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis hakim, Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama, Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2014).
Sekadar diketahui, selain Antasari, permohonan pengujian UU itu juga diajukan oleh adik kandung almarhum Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Andi Syamsuddin Iskandar, serta Ketua Organisasi Masyarakat Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Boyamin Saiman.
MK berpendapat, permohonan para pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. Atas dasar putusan itu, MK memberikan modal dua novum (Bukti baru) untuk Antasari, terpidana kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
MK juga menolak permintaan Antasari Azhar untuk menarik pengujian pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. MK beralasan, perkara itu sudah dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Selain itu, Mahkamah berpendapat pasal 8 ayat (5) UU Nomor 16/2004 konstitusional dan diperlukan untuk melindungi jaksa dari kriminalisasi hukum. Pasal tersebut mengatur pemeriksaan yang dilakukan terhadap jaksa dalam suatu perkara pidana harus melalui izin dari Jaksa Agung.
Fakta tersebut memperkuat adanya kriminalisasi yang dilakukan terhadap Antasari. Sebab, selama menjalani pemeriksaan baik sebagai saksi, tersangka hingga akhirnya duduk sebagai terdakwa dan dipidana 18 tahun, dijalaninya tanpa izin dari Jaksa Agung.
Padahal, walaupun menjabat sebagai Ketua KPK pada saat itu, Antasari merupakan jaksa aktif. Maka dari itu, putusan MK atas gugatan UU Kejaksaan itu merupakan novum yang dapat digunakan Antasari guna mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) yang kedua.
Novum yang lainnya adalah putusan MK yang mengabulkan permohonan yang bersangkutan dengan membatalkan pasal 268 ayat (3) KUHAP yang mengatur upaya PK hanya sekali yang diputus pada 6 Maret 2014.
"Menolak permohonan pemohon I untuk seluruhnya, permohonan pemohon II dan III, tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis hakim, Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama, Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2014).
Sekadar diketahui, selain Antasari, permohonan pengujian UU itu juga diajukan oleh adik kandung almarhum Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Andi Syamsuddin Iskandar, serta Ketua Organisasi Masyarakat Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Boyamin Saiman.
MK berpendapat, permohonan para pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum. Atas dasar putusan itu, MK memberikan modal dua novum (Bukti baru) untuk Antasari, terpidana kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
MK juga menolak permintaan Antasari Azhar untuk menarik pengujian pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan. MK beralasan, perkara itu sudah dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).
Selain itu, Mahkamah berpendapat pasal 8 ayat (5) UU Nomor 16/2004 konstitusional dan diperlukan untuk melindungi jaksa dari kriminalisasi hukum. Pasal tersebut mengatur pemeriksaan yang dilakukan terhadap jaksa dalam suatu perkara pidana harus melalui izin dari Jaksa Agung.
Fakta tersebut memperkuat adanya kriminalisasi yang dilakukan terhadap Antasari. Sebab, selama menjalani pemeriksaan baik sebagai saksi, tersangka hingga akhirnya duduk sebagai terdakwa dan dipidana 18 tahun, dijalaninya tanpa izin dari Jaksa Agung.
Padahal, walaupun menjabat sebagai Ketua KPK pada saat itu, Antasari merupakan jaksa aktif. Maka dari itu, putusan MK atas gugatan UU Kejaksaan itu merupakan novum yang dapat digunakan Antasari guna mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) yang kedua.
Novum yang lainnya adalah putusan MK yang mengabulkan permohonan yang bersangkutan dengan membatalkan pasal 268 ayat (3) KUHAP yang mengatur upaya PK hanya sekali yang diputus pada 6 Maret 2014.
(maf)