Babak baru reformasi pertahanan negara
A
A
A
HAMPIR lima tahun lalu, tepatnya pada 11 Maret 2009, Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) didirikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pendirian Unhan tersebut dilihat sebagai sebuah breakthrough dalam dunia pendidikan pertahanan negara yang dicapai melalui proses cukup panjang dan tidak mudah. Sebagai negara ke-48 yang memiliki Lembaga Pendidikan Tinggi Pertahanan (baca: Unhan), Indonesia berpeluang untuk mengedukasi warga negaranya secara lebih luas tentang pertahanan negara.
Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 30 UUD 1945 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara”, pertahanan negara merupakan bidang yang bukan hanya menjadi tanggung jawab militer, melainkan juga komponen nirmiliter bangsa.
Karena itu, kehadiran Unhan menjadi sebuah media efektif dalam memberikan pembelajaran tentang sistem pertahanan negara kepada siapa pun. Kelahiran Unhan menjadi sebuah melting point antara sipil dan militer yang menjadi salah satu fitur dari demokrasi dimana para praktisi militer mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dalam sebuah proses akademik dengan mitra-mitra mereka dari sipil.
Keduanya bahkan dapat saling menggali pengalaman dan pengetahuan yang menambah wawasan masing-masing dalam tinjauan multidimensi dari bidang pertahanan negara sehingga siap mengawaki organisasi dan sistem pertahanan negara masa kini dan mendatang.
Berbicara tentang pertahanan pada abad ke-21 tidaklah sesederhana dengan konteks pada era 1945 di mana Indonesia masih menghadapi penjajahan asing. Pada masa yang lebih modern dan terkoneksi dalam era globalisasi ini memiliki implikasi lebih luas terhadap aspek-aspek kehidupan.
Munculnya isu-isu pertahanan dan keamanan non tradisional dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan kompleksitas permasalahan semakin meningkat. Dalam beberapa dekade terakhir, sistem pertahanan sebuah negara bahkan menjadi semakin rapuh hanya akibat penggunaan perangkat-perangkat nonfisik yang diidentifikasi oleh Joseph Nye sebagai komponen soft power ataupun kombinasinya dengan komponen hard power yang dikenal sebagai smart power (Nye, 2011).
Sebagai contoh adalah serangan cyber ke sejumlah negara yang melumpuhkan sistem data penting dari negaranegara tersebut. Belum lagi ada perang ekonomi yang jika tidak diantisipasi dengan baik juga berpeluang menciptakan krisis berkepanjangan. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga yang saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi positif dan progresif di samping Republik Rakyat Tiongkok dan India, Indonesia berpotensi untuk berkembang ke arah yang lebih maju.
Dengan semakin membaiknya ekonomi, Indonesia dapat membangun postur pertahanan negara yang lebih kuat, adaptif, serta responsif terhadap beragam bentuk ancaman dan tantangan masa kini.
Peningkatan anggaran pertahanan Indonesia secara signifikan telah ditunjukkan selama era kepemimpinan Presiden SBY. Ini patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara cermat karena dengan peningkatan anggaran pertahanan diharapkan semakin memperbaiki penyelenggaraan sistem pertahanan negara.
Untuk itu, dalam penyelenggaraan tersebut dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) pertahanan yang unggul di mana perlu dikelola dengan berbasis pada konsep human capital yang dikategorikan Angela Baron dan Michael Armstrong sebagai pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan kapasitas untuk mengembangkan dan melakukan inovasi yang dimiliki oleh manusia dalam organisasi (Baron & Armstrong, 2007).
Karena itu, Unhan sebagai universitas yang bertujuan mendidik baik sipil maupun militer yang akan diproyeksikan menjadi kader pimpinan, analis, serta pengawak dari sistem pertahanan negara juga mengedepankan prinsip-prinsip dari human capital management. Siapa pun yang belajar di Unhan akan mendapatkan nilai tambah yang bermanfaat bagi organisasinya.
Keragaman mahasiswa Unhan bahkan menjadi poin plus di samping kombinasi tim dosen yang berasal dari dalam dan luar negeri. Belum lagi nilai tambah yang didapat karena mendapatkan kesempatan untuk memotret kondisi nyata sistem pertahanan di sejumlah wilayah perbatasan nasional.
Di samping itu, kerja sama yang telah dijalin Unhan dengan institusi pendidikan seperti US National Defense University, Naval Postgraduate School, Cranfield University, Tsing Hua University, Australian Defence College, Dortmund Technological University, serta S Rajaratnam School of International Studies juga telah memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk melakukan bench marking yang memperkaya pemahaman mereka akan sistem pertahanan negara lain.
Nilai tambah yang diperoleh mahasiswa, baik sipil maupun militer, menjadi modal dalam menyiapkan diri mereka untuk mengawaki sistem pertahanan negara secara profesional di mana dibutuhkan kemampuan dalam menerapkan dynamic governance yaitu think ahead, think again dan think across (Neo & Chen, 2007).
Dalam manajemen pertahanan di era demokrasi, kolaborasi sipil dan militer digambarkan oleh David Chutter dan Laura Cleary sebagai sebuah kebutuhan dalam menjamin berlangsungnya proses demokrasi secara utuh (Chutter & Cleary, 2006). Unhan diharapkan mampu mencetak kaderkader pimpinan pertahanan sipil dan militer yang peka terhadap segala bentuk permasalahan serta mampu mencarikan solusi terbaik.
Semoga Unhan dapat terus berkarya dalam mendidik kader-kader SDM pertahanan yang unggul dan berkelas dunia sehingga mampu berkompetisi secara profesional dalam memajukan bangsa dan negara.
FREGA FERDINAND WENAS INKIRIWANG, MIR, MMAS
Dosen Unhan untuk Prodi Defense Management, Alumni Macquarie University dan US Army Command and General Staff College
Pendirian Unhan tersebut dilihat sebagai sebuah breakthrough dalam dunia pendidikan pertahanan negara yang dicapai melalui proses cukup panjang dan tidak mudah. Sebagai negara ke-48 yang memiliki Lembaga Pendidikan Tinggi Pertahanan (baca: Unhan), Indonesia berpeluang untuk mengedukasi warga negaranya secara lebih luas tentang pertahanan negara.
Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 30 UUD 1945 bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara”, pertahanan negara merupakan bidang yang bukan hanya menjadi tanggung jawab militer, melainkan juga komponen nirmiliter bangsa.
Karena itu, kehadiran Unhan menjadi sebuah media efektif dalam memberikan pembelajaran tentang sistem pertahanan negara kepada siapa pun. Kelahiran Unhan menjadi sebuah melting point antara sipil dan militer yang menjadi salah satu fitur dari demokrasi dimana para praktisi militer mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dalam sebuah proses akademik dengan mitra-mitra mereka dari sipil.
Keduanya bahkan dapat saling menggali pengalaman dan pengetahuan yang menambah wawasan masing-masing dalam tinjauan multidimensi dari bidang pertahanan negara sehingga siap mengawaki organisasi dan sistem pertahanan negara masa kini dan mendatang.
Berbicara tentang pertahanan pada abad ke-21 tidaklah sesederhana dengan konteks pada era 1945 di mana Indonesia masih menghadapi penjajahan asing. Pada masa yang lebih modern dan terkoneksi dalam era globalisasi ini memiliki implikasi lebih luas terhadap aspek-aspek kehidupan.
Munculnya isu-isu pertahanan dan keamanan non tradisional dalam beberapa waktu terakhir mengakibatkan kompleksitas permasalahan semakin meningkat. Dalam beberapa dekade terakhir, sistem pertahanan sebuah negara bahkan menjadi semakin rapuh hanya akibat penggunaan perangkat-perangkat nonfisik yang diidentifikasi oleh Joseph Nye sebagai komponen soft power ataupun kombinasinya dengan komponen hard power yang dikenal sebagai smart power (Nye, 2011).
Sebagai contoh adalah serangan cyber ke sejumlah negara yang melumpuhkan sistem data penting dari negaranegara tersebut. Belum lagi ada perang ekonomi yang jika tidak diantisipasi dengan baik juga berpeluang menciptakan krisis berkepanjangan. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga yang saat ini memiliki pertumbuhan ekonomi positif dan progresif di samping Republik Rakyat Tiongkok dan India, Indonesia berpotensi untuk berkembang ke arah yang lebih maju.
Dengan semakin membaiknya ekonomi, Indonesia dapat membangun postur pertahanan negara yang lebih kuat, adaptif, serta responsif terhadap beragam bentuk ancaman dan tantangan masa kini.
Peningkatan anggaran pertahanan Indonesia secara signifikan telah ditunjukkan selama era kepemimpinan Presiden SBY. Ini patut diapresiasi dan ditindaklanjuti secara cermat karena dengan peningkatan anggaran pertahanan diharapkan semakin memperbaiki penyelenggaraan sistem pertahanan negara.
Untuk itu, dalam penyelenggaraan tersebut dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) pertahanan yang unggul di mana perlu dikelola dengan berbasis pada konsep human capital yang dikategorikan Angela Baron dan Michael Armstrong sebagai pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan kapasitas untuk mengembangkan dan melakukan inovasi yang dimiliki oleh manusia dalam organisasi (Baron & Armstrong, 2007).
Karena itu, Unhan sebagai universitas yang bertujuan mendidik baik sipil maupun militer yang akan diproyeksikan menjadi kader pimpinan, analis, serta pengawak dari sistem pertahanan negara juga mengedepankan prinsip-prinsip dari human capital management. Siapa pun yang belajar di Unhan akan mendapatkan nilai tambah yang bermanfaat bagi organisasinya.
Keragaman mahasiswa Unhan bahkan menjadi poin plus di samping kombinasi tim dosen yang berasal dari dalam dan luar negeri. Belum lagi nilai tambah yang didapat karena mendapatkan kesempatan untuk memotret kondisi nyata sistem pertahanan di sejumlah wilayah perbatasan nasional.
Di samping itu, kerja sama yang telah dijalin Unhan dengan institusi pendidikan seperti US National Defense University, Naval Postgraduate School, Cranfield University, Tsing Hua University, Australian Defence College, Dortmund Technological University, serta S Rajaratnam School of International Studies juga telah memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk melakukan bench marking yang memperkaya pemahaman mereka akan sistem pertahanan negara lain.
Nilai tambah yang diperoleh mahasiswa, baik sipil maupun militer, menjadi modal dalam menyiapkan diri mereka untuk mengawaki sistem pertahanan negara secara profesional di mana dibutuhkan kemampuan dalam menerapkan dynamic governance yaitu think ahead, think again dan think across (Neo & Chen, 2007).
Dalam manajemen pertahanan di era demokrasi, kolaborasi sipil dan militer digambarkan oleh David Chutter dan Laura Cleary sebagai sebuah kebutuhan dalam menjamin berlangsungnya proses demokrasi secara utuh (Chutter & Cleary, 2006). Unhan diharapkan mampu mencetak kaderkader pimpinan pertahanan sipil dan militer yang peka terhadap segala bentuk permasalahan serta mampu mencarikan solusi terbaik.
Semoga Unhan dapat terus berkarya dalam mendidik kader-kader SDM pertahanan yang unggul dan berkelas dunia sehingga mampu berkompetisi secara profesional dalam memajukan bangsa dan negara.
FREGA FERDINAND WENAS INKIRIWANG, MIR, MMAS
Dosen Unhan untuk Prodi Defense Management, Alumni Macquarie University dan US Army Command and General Staff College
(nfl)