PKB nilai Perppu MK diskriminatif
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) mengenai penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) justru menyudutkan partai politik (parpol).
Kata dia, setelah perppu itu diterbitkan proses deparpolisasi dapat terlihat jelas termasuk di beberapa dialog dan media massa.
"Sangat jelas antiparpolnya, dan sangat jelas menyudutkannya. Parpol tidak anti kritik, tapi kalau saluran demokrasi ini dihabisi, tentu ada maksud-maksud terselubung yang harus kita waspadai bersama," kata Marwan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/10/2013).
"Sebelum dan sesudah Perppu MK diterbitkan, parpol begitu disudutkan, dihina, dicaci, dimaki, didegradasi, bahwa parpol adalah satu-satunya sumber masalah di negeri ini. Hampir semua kalangan begitu menghujat parpol. Ini yang saya sebut sebagai sebuah tragedi partai politik," sambungnya.
Dirinya juga berpendapat, peraturan yang mensyaratkan tujuh tahun nonaktif bagi calon hakim MK dari berlatar belakang partai politik (parpol) bagian dari diskriminasi.
"Dalam perppu tertera bahwa orang-orang parpol boleh menjadi hakim MK setelah tujuh tahun keluar dari parpol, ini tentu juga sangat diskriminatif. Orang-orang parpol dalam hal ini selalu dicurigai dan dipandang tidak bisa netral dan independen," tegasnya.
"Bahwa siapapun manusianya, baik dari parpol maupun non parpol, seharusnya diberi hak yang sama jika memang berkualitas, credible, dan profesional. Ini adalah hak setiap orang untuk menduduki jabatan tertentu. Bukan seperti Perpu ini yang sangat diskriminatif," tambahnya.
Dirinya pun mencontohkan mantan Ketua MK Mahfud MD yang berlatar belakang parpol namun bisa memimpin lembaga konstitusi itu dengan baik.
"Banyak orang yang lupa, bahwa MK pernah diketuai oleh kader partai politik, yaitu Mahfud MD. Mahfud MD adalah kader PKB ketika menjalani fit n proper test di DPR dan akhirnya menjadi Ketua MK. Meskipun dia kader partai politik (PKB), dia bisa menjalankan amanah itu secara profesional, dan secara kualitas dia mumpuni, kredibel, dan bersih," terangnya.
Dengan demikian, kata Marwan, semestinya perppu tidak berlebihan mengatur hak-hak warga negara termasuk keinginan menjadi hakim konstitusi.
"Sepanjang konstitusi kita tidak melarang, seharusnya perppu tidak boleh secara berlebihan mengatur hal-hal yang menjadi hak semua warga negara. Di dalam konstitusi sudah sangat jelas dan tegas, bagaimana penjaringan, perektutan dan lembaga-lembaga mana yang berhak mengajukan hakim-hakim MK," pungkasnya.
Baca juga berita Substansi Perpu MK harus jadi perhatian publik.
Kata dia, setelah perppu itu diterbitkan proses deparpolisasi dapat terlihat jelas termasuk di beberapa dialog dan media massa.
"Sangat jelas antiparpolnya, dan sangat jelas menyudutkannya. Parpol tidak anti kritik, tapi kalau saluran demokrasi ini dihabisi, tentu ada maksud-maksud terselubung yang harus kita waspadai bersama," kata Marwan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/10/2013).
"Sebelum dan sesudah Perppu MK diterbitkan, parpol begitu disudutkan, dihina, dicaci, dimaki, didegradasi, bahwa parpol adalah satu-satunya sumber masalah di negeri ini. Hampir semua kalangan begitu menghujat parpol. Ini yang saya sebut sebagai sebuah tragedi partai politik," sambungnya.
Dirinya juga berpendapat, peraturan yang mensyaratkan tujuh tahun nonaktif bagi calon hakim MK dari berlatar belakang partai politik (parpol) bagian dari diskriminasi.
"Dalam perppu tertera bahwa orang-orang parpol boleh menjadi hakim MK setelah tujuh tahun keluar dari parpol, ini tentu juga sangat diskriminatif. Orang-orang parpol dalam hal ini selalu dicurigai dan dipandang tidak bisa netral dan independen," tegasnya.
"Bahwa siapapun manusianya, baik dari parpol maupun non parpol, seharusnya diberi hak yang sama jika memang berkualitas, credible, dan profesional. Ini adalah hak setiap orang untuk menduduki jabatan tertentu. Bukan seperti Perpu ini yang sangat diskriminatif," tambahnya.
Dirinya pun mencontohkan mantan Ketua MK Mahfud MD yang berlatar belakang parpol namun bisa memimpin lembaga konstitusi itu dengan baik.
"Banyak orang yang lupa, bahwa MK pernah diketuai oleh kader partai politik, yaitu Mahfud MD. Mahfud MD adalah kader PKB ketika menjalani fit n proper test di DPR dan akhirnya menjadi Ketua MK. Meskipun dia kader partai politik (PKB), dia bisa menjalankan amanah itu secara profesional, dan secara kualitas dia mumpuni, kredibel, dan bersih," terangnya.
Dengan demikian, kata Marwan, semestinya perppu tidak berlebihan mengatur hak-hak warga negara termasuk keinginan menjadi hakim konstitusi.
"Sepanjang konstitusi kita tidak melarang, seharusnya perppu tidak boleh secara berlebihan mengatur hal-hal yang menjadi hak semua warga negara. Di dalam konstitusi sudah sangat jelas dan tegas, bagaimana penjaringan, perektutan dan lembaga-lembaga mana yang berhak mengajukan hakim-hakim MK," pungkasnya.
Baca juga berita Substansi Perpu MK harus jadi perhatian publik.
(lal)