Ini lima catatan FPKB soal Perppu MK
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar mengaku belum membaca secara detail isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2013 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 24 Tahun 2003 tentang penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Belum kita pelajari secara utuh, tetapi untuk catatan sementara bahwa KY (Komisi Yudisial) punya peranan yang besar sekali," kata Marwan saat dihubungi wartawan, Jumat (18/10/2013).
Namun, Marwan memiliki beberapa catatan terhadap peraturan itu. Pertama, KY dapat peranan besar dalam pengawalan konstitusi, yakni setiap proses penjaringan calon hakim-hakim MK melalui kekuasaan pembentukan panel ahli.
Tak hanya itu, mereka juga memiliki kewenangan untuk terlibat dalam penyusunan kode etik MK, kewenangan bersama MK untuk membentuk majelis kehormatan hakim konstitusi.
"Atau dengan kata lain KY mempunyai otorisasi baru untuk mengawasi MK dan hakim konstitusinya yang selama ini di luar jangkauannya," terangnya.
Kedua, Marwan berpendapat sebagaimana dalam ketentuan kekuasaan kehakiman di UUD 1945 tidak ada penegasan KY mempunyai peranan dalam mengontrol kelembagaan MK dan perangkat hakim MK. Kewenangan KY disebutkan hanya sebatas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan kewenangan lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.
"Dan pengaturan ketentuan KY dalam UUD 1945 hanya serangkai dengan pengaturan MA (Pasal 24A dan 24 B) MK tidak dalam pengawasan KY."
"Jadi pengaturan lebih jauh dalam kelembagaan MK di Perppu ini di luar skema pengaturan ketentuan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UUD 45," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu dirinya mempertanyakan keberadaan panel ahli mengenai jaminan bahwa mekanisme penjaringan hakim di MK berlangsung kredibel dan bersih.
"Panel ahli sebagai pengendali atau penentu akhir diterimanya calon hakim MK usulan presiden, MA dan DPR apakah menjamin tidak terjadinya permainan nakal? Sifatnya yang menjadi muara akhir apa tidak semakin rawan pelokalisiran dealing jahat di panel ahli?"
"Sementara, tentang proses penjaringan dan pemilihan hakim MK sudah diatur secara jelas dalam pasal 24C ayat 3 UUD 1945, dimana hakim MK ditetapkan oleh Presiden berdasarkan ajuan MA (3 orang), DPR (3 orang), dan Presiden (3 orang). DPR mempunyai mekanisme untuk menentukan hakim MK," sambungnya.
Catatan keempat, Marwan mengkritisi persyaratan calon hakim MK yang harus steril 7 tahun bebas dari keanggotaan partai politik sebelum dicalonkan menjadi hakim MK.
"Persyaratan ini dengan jelas hanya mengkambinghitamkan partai politik dalam kasus pribadi Akil Mochtar. Kasus Akil murni pidana, bukan partai politik yang menjadi Sumber masalah di MK," lanjutnya.
Kelima ialah terkait ketentuan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) menjadi badan tetap. Dirinya pun mendukung langkah tersebut lantaran dinilai bagian dari wilayah pengawas MK yang hingga saat ini masih kosong, sebelum adanya Perppu tersebut.
"Itu hanya analisa sementara, masih akan kita dalami dan pelajari secara mendetail," pungkasnya.
Baca juga:
Perppu soal MK, hak menyatakan pendapat mulai bergulir
Nasir lebih setuju revisi UU MK
"Belum kita pelajari secara utuh, tetapi untuk catatan sementara bahwa KY (Komisi Yudisial) punya peranan yang besar sekali," kata Marwan saat dihubungi wartawan, Jumat (18/10/2013).
Namun, Marwan memiliki beberapa catatan terhadap peraturan itu. Pertama, KY dapat peranan besar dalam pengawalan konstitusi, yakni setiap proses penjaringan calon hakim-hakim MK melalui kekuasaan pembentukan panel ahli.
Tak hanya itu, mereka juga memiliki kewenangan untuk terlibat dalam penyusunan kode etik MK, kewenangan bersama MK untuk membentuk majelis kehormatan hakim konstitusi.
"Atau dengan kata lain KY mempunyai otorisasi baru untuk mengawasi MK dan hakim konstitusinya yang selama ini di luar jangkauannya," terangnya.
Kedua, Marwan berpendapat sebagaimana dalam ketentuan kekuasaan kehakiman di UUD 1945 tidak ada penegasan KY mempunyai peranan dalam mengontrol kelembagaan MK dan perangkat hakim MK. Kewenangan KY disebutkan hanya sebatas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan kewenangan lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim.
"Dan pengaturan ketentuan KY dalam UUD 1945 hanya serangkai dengan pengaturan MA (Pasal 24A dan 24 B) MK tidak dalam pengawasan KY."
"Jadi pengaturan lebih jauh dalam kelembagaan MK di Perppu ini di luar skema pengaturan ketentuan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UUD 45," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu dirinya mempertanyakan keberadaan panel ahli mengenai jaminan bahwa mekanisme penjaringan hakim di MK berlangsung kredibel dan bersih.
"Panel ahli sebagai pengendali atau penentu akhir diterimanya calon hakim MK usulan presiden, MA dan DPR apakah menjamin tidak terjadinya permainan nakal? Sifatnya yang menjadi muara akhir apa tidak semakin rawan pelokalisiran dealing jahat di panel ahli?"
"Sementara, tentang proses penjaringan dan pemilihan hakim MK sudah diatur secara jelas dalam pasal 24C ayat 3 UUD 1945, dimana hakim MK ditetapkan oleh Presiden berdasarkan ajuan MA (3 orang), DPR (3 orang), dan Presiden (3 orang). DPR mempunyai mekanisme untuk menentukan hakim MK," sambungnya.
Catatan keempat, Marwan mengkritisi persyaratan calon hakim MK yang harus steril 7 tahun bebas dari keanggotaan partai politik sebelum dicalonkan menjadi hakim MK.
"Persyaratan ini dengan jelas hanya mengkambinghitamkan partai politik dalam kasus pribadi Akil Mochtar. Kasus Akil murni pidana, bukan partai politik yang menjadi Sumber masalah di MK," lanjutnya.
Kelima ialah terkait ketentuan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) menjadi badan tetap. Dirinya pun mendukung langkah tersebut lantaran dinilai bagian dari wilayah pengawas MK yang hingga saat ini masih kosong, sebelum adanya Perppu tersebut.
"Itu hanya analisa sementara, masih akan kita dalami dan pelajari secara mendetail," pungkasnya.
Baca juga:
Perppu soal MK, hak menyatakan pendapat mulai bergulir
Nasir lebih setuju revisi UU MK
(hyk)