Korupsi migas mestinya touchable
A
A
A
SEMUA elemen rakyat sepakat bahwa penangkapan terhadap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini harus menjadi pintu masuk pemberantasan korupsi yang sudah mengakar di sektor migas.
Maka itu, proses hukum kasus Rudi, berikut pengembangannya, akan mengindikasikan kesungguhan atau konsistensi kita memerangi perampokan hak rakyat di sektor migas. Itulah tantangan yang perlu digarisbawahi semua institusi penegak hukum. Artinya, kontinuitas proses hukum kasus Rudi dan orang-orang Kernell Oil (KO) harus selalu ditempatkan di atas permukaan. Jangan tergoda oleh iming-iming apa pun untuk membenamkan kasus ini.
Karena kasus Rudi dan KO diyakini melibatkan banyak orang, termasuk elite penguasa, bisa dipastikan bahwa sekarang ini tengah berlangsung gerilya mafia hukum menggoda penegak hukum untuk menyederhanakan kasus ini. Harus diingat bahwa komunitas “rampok” di sektor migas sangat powerful dan memiliki dana tak terbatas. Mereka mampu berbuat apa saja untuk melindungi anggota komunitas, termasuk membebaskan Rudi dan orang-orang KO dari sanksi hukum.
Sekadar contoh kasus, pihak berwajib sudah ratusan kali menyergap dan mengungkap kasus pencurian dan penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Termasuk penyelundupan yang diduga melibatkan oknum-oknum BUMN. Tetapi, hingga kini tak satu pun pelaku penyelundupan bisa diseret ke muka pengadilan. Karena itu, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) hendaknya memanfaatkan kasus Rudi dan KO untuk lebih mendalami praktik dan ragam modus korupsi serta pencurian di sektor migas.
KPK mungkin akan menemukan praktik dan modus pencurian yang sangat rumit dan berliku, plus ragam instrumen aneh-aneh, mengingat para perampok migas nasional telah lama membangun jaringan hingga ke pasar minyak internasional. Simak keanehan Kernell Oil. Perusahaan ini berkedudukan di Singapura, dipimpin oleh Widodo yang warga negara Singapura. Rekayasa modus korupsi dan pencurian dirancang di negeri lain. Hanya sebagian kecil saja yang proses dan eksekusinya dilakukan di dalam negeri.
Karena itu, dalam menangani kasus Rudi dan KO, KPK tak perlu terburu-buru. Jauh lebih penting memahami modus-modus canggih demi tangkapan besar berikutnya daripada buru-buru menuntaskan kasus Rudi yang notabene sangatlah kecil dibanding omzet perampokan migas nasional. Nilai rampokan migas itu per tahunnya mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
Dalam kasus Rudi, kepala SKK Migas, ini pasti tidak sendirian sebab korupsi berjamaah sudah menjadi modus atau aturan main yang dipraktikkan oknum penguasa dalam pengelolaan potensi migas nasional. Sebagai kepala SKK Migas, Rudi wajib berbagi kepada sejumlah orang penting dan tentu saja mereka yang berjasa menempatkannya di posisi itu, bukan ke bawah.
Jangan juga dilupakan bahwa memberantas korupsi di sektor migas adalah perang melawan kekuatan yang sangat besar sebab semua modus pencurian dan penyelundupan itu bermuara pada bertemunya kepentingan bisnis swasta dan kepentingan oknum penguasa yang bersedia menyalahgunakan kekuasaannya. Dibutuhkan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk melawan kejahatan yang satu ini.
Konsistensi KPK kini sedang diuji. Selama puluhan tahun, para pengelola industri migas nasional melakukan kebohongan sistematis untuk menyembunyikan kejahatan dan hasil rampokan mereka. Mereka melakukan korupsi berjamaah dan membentuk kartel guna membentengi aktivitas perampokan mereka. Dalam rentang waktu yang sangat panjang, korupsi di sektor migas nasional menjadi kasus yang untouchable (tak tersentuh hukum).
Dari pencurian BBM bersubsidi, manipulasi hasil lifting minyak, cost recovery yang tak pernah transparan, penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan, manipulasi harga, hingga bagibagi jatah konsesi. Katanya, dari setiap penjualan satu barel minyak yang ditimba dari perut bumi Indonesia, ada orang yang punya jatah dua dolar AS. Dengan menangkap Rudi, KPK sudah menyentuh korupsi migas yang telah mengakar.
Seberapa jauh KPK akan melangkah dan seperti apa hasil akhirnya sangat ditentukan oleh konsistensi dan komitmen KPK serta institusi penegak hukum lainnya. Sekarang khalayak bisa menerjemahkan sikap dasar KPK ketika menyimak pernyataan Ketua KPK Abraham Samad baru-baru ini. Di depan forum yang digelar sebuah partai politik, Samad menegaskan, regulasi untuk melindungi sumber daya energi Indonesia sangat lemah.
Dari 45 blok migas yang saat ini beroperasi, sekitar 70% dikuasai asing. Kerugian negara terus membesar karena banyak pengusaha tambang tidak membayar pajak dan royalti kepada negara. Karena penyelewengan itu, KPK menghitung, potensi pendapatan negara yang hilang setiap tahun mencapai Rp7.200 triliun. Bila ditotal, kata Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batu bara, dan nikel di setiap tahun dapat mencapai Rp20.000 triliun.
Namun, pendapatan sebesar itu tergerus karena pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan. Dari pernyataan ini, tersembul niatan kuat untuk memerangi korupsi di sektor migas. Namun, Samad secara tidak langsung juga menyatakan bahwa KPK tidak bisa dibiarkan sendirian. KPK butuh dukungan dan komitmen dari semua pemangku kepentingan.
Brutal
Dalam konteks hak-hak rakyat Indonesia yang sebagian besar masih diselimuti kemiskinan, kejahatan di sektor migas bisa dibilang paling brutal sebab yang dicuri adalah hak rakyat atas migas. Brutal karena para penjahat itu memanipulasi produksi (lifting) minyak negara, memanipulasi cost recovery, mencuri BBM bersubsidi, dan memanipulasi harga jual eceran serta ragam modus kejahatan lainnya. Tentang kemampuan lifting minyak selalu dikatakan lebih kecil dari potensi dan kemampuan riil.
Artinya, kalau kemampuan dan potensi riilnya 10 barel, klaim kepada rakyat lewat DPR hanya 8 barel. Ke mana 2 barel sisanya? Itulah yang dicuri. Mengapa modus ini tak bisa ditindak? Pertama, karena akses untuk melakukan penyelidikan umum selalu ditutup- tutupi. Kedua, karena dua barel sisanya itu dibagi-bagi sebagai jatah sejumlah pihak. Lifting minyak dalam APBNP 2013 hanya 840.000 barel per hari (bph). Angka itu lebih rendah dari APBN 2013 yang 900.000 bph.
Mengapa bisa demikian? Versi pemerintah, alasan resminya adalah banyak sumur produksi mulai kering. Sayangnya, tidak ada yang pernah bisa membuktikan kebenaran alasan itu karena akses untuk pembuktian tak pernah dibuka. Akhirnya, khalayak hanya bisa curiga bahwa selisih liftingminyak itu dimanipulasi karena kekuatan-kekuatan politik tertentu yang sedang butuh banyak uang untuk memenangkan Pemilu 2014.
Cost recovery adalah pengeluaran negara untuk mengganti biaya yang ditanggung kontraktor migas dalam menghasilkan minyak mentah. Sudah lama dicurigai bahwa terjadi praktik mark up pada pos cost recovery. Indikasinya sederhana saja. Lifting minyak selalu lebih rendah dari prognosis, tetapi cost recovery terus membesar dari waktu ke waktu. Mark up untuk cost recovery tidak diinisiasi oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Untuk urusan yang satu ini, setiap KKKS rasanya tidak akan mengorbankan reputasinya. Mark up pasti menjadi kehendak oknum penguasa. Sangat brutal adalah kejahatan mencuri dan menyelundupkan BBM bersubsidi. Pencurian BBM bersubsidi selama ini sudah sangat ugal-ugalan. Penegak hukum tidak pernah bersungguh-sungguh memburu para pelakunya, terutama pemain besar dan oknum BUMN. Selama ini penegak hukum hanya menangkap pengecer kelas teri.
KPK harus juga menyentuh kejahatan yang satu ini sebab pencurian BBM bersubsidi harus dimaknai sebagai modus lain tindak pidana korupsi karena BBM bersubsidi ditetapkan dalam APBN. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa sekitar 30% BBM bersubsidi dicuri. Kalau total subsidi BBM pada 2012 membengkak menjadi Rp222,8 triliun setelah tambahan kuota subsidi 1,23 juta kilo liter, berarti 30% dari Rp222,8 triliun hak rakyat dicuri. Ini bukan jumlah yang kecil.
Kalau selama ini kejahatan sektor migas menyandang status sebagai the untouchable crime, KPK harus melakukan terobosan dan mendobrak. Kejahatan migas harus touchable agar reformasi hukum punya makna strategis bagi rakyat Indonesia.
AHMAD YANI
Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI
Maka itu, proses hukum kasus Rudi, berikut pengembangannya, akan mengindikasikan kesungguhan atau konsistensi kita memerangi perampokan hak rakyat di sektor migas. Itulah tantangan yang perlu digarisbawahi semua institusi penegak hukum. Artinya, kontinuitas proses hukum kasus Rudi dan orang-orang Kernell Oil (KO) harus selalu ditempatkan di atas permukaan. Jangan tergoda oleh iming-iming apa pun untuk membenamkan kasus ini.
Karena kasus Rudi dan KO diyakini melibatkan banyak orang, termasuk elite penguasa, bisa dipastikan bahwa sekarang ini tengah berlangsung gerilya mafia hukum menggoda penegak hukum untuk menyederhanakan kasus ini. Harus diingat bahwa komunitas “rampok” di sektor migas sangat powerful dan memiliki dana tak terbatas. Mereka mampu berbuat apa saja untuk melindungi anggota komunitas, termasuk membebaskan Rudi dan orang-orang KO dari sanksi hukum.
Sekadar contoh kasus, pihak berwajib sudah ratusan kali menyergap dan mengungkap kasus pencurian dan penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Termasuk penyelundupan yang diduga melibatkan oknum-oknum BUMN. Tetapi, hingga kini tak satu pun pelaku penyelundupan bisa diseret ke muka pengadilan. Karena itu, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) hendaknya memanfaatkan kasus Rudi dan KO untuk lebih mendalami praktik dan ragam modus korupsi serta pencurian di sektor migas.
KPK mungkin akan menemukan praktik dan modus pencurian yang sangat rumit dan berliku, plus ragam instrumen aneh-aneh, mengingat para perampok migas nasional telah lama membangun jaringan hingga ke pasar minyak internasional. Simak keanehan Kernell Oil. Perusahaan ini berkedudukan di Singapura, dipimpin oleh Widodo yang warga negara Singapura. Rekayasa modus korupsi dan pencurian dirancang di negeri lain. Hanya sebagian kecil saja yang proses dan eksekusinya dilakukan di dalam negeri.
Karena itu, dalam menangani kasus Rudi dan KO, KPK tak perlu terburu-buru. Jauh lebih penting memahami modus-modus canggih demi tangkapan besar berikutnya daripada buru-buru menuntaskan kasus Rudi yang notabene sangatlah kecil dibanding omzet perampokan migas nasional. Nilai rampokan migas itu per tahunnya mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.
Dalam kasus Rudi, kepala SKK Migas, ini pasti tidak sendirian sebab korupsi berjamaah sudah menjadi modus atau aturan main yang dipraktikkan oknum penguasa dalam pengelolaan potensi migas nasional. Sebagai kepala SKK Migas, Rudi wajib berbagi kepada sejumlah orang penting dan tentu saja mereka yang berjasa menempatkannya di posisi itu, bukan ke bawah.
Jangan juga dilupakan bahwa memberantas korupsi di sektor migas adalah perang melawan kekuatan yang sangat besar sebab semua modus pencurian dan penyelundupan itu bermuara pada bertemunya kepentingan bisnis swasta dan kepentingan oknum penguasa yang bersedia menyalahgunakan kekuasaannya. Dibutuhkan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk melawan kejahatan yang satu ini.
Konsistensi KPK kini sedang diuji. Selama puluhan tahun, para pengelola industri migas nasional melakukan kebohongan sistematis untuk menyembunyikan kejahatan dan hasil rampokan mereka. Mereka melakukan korupsi berjamaah dan membentuk kartel guna membentengi aktivitas perampokan mereka. Dalam rentang waktu yang sangat panjang, korupsi di sektor migas nasional menjadi kasus yang untouchable (tak tersentuh hukum).
Dari pencurian BBM bersubsidi, manipulasi hasil lifting minyak, cost recovery yang tak pernah transparan, penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan, manipulasi harga, hingga bagibagi jatah konsesi. Katanya, dari setiap penjualan satu barel minyak yang ditimba dari perut bumi Indonesia, ada orang yang punya jatah dua dolar AS. Dengan menangkap Rudi, KPK sudah menyentuh korupsi migas yang telah mengakar.
Seberapa jauh KPK akan melangkah dan seperti apa hasil akhirnya sangat ditentukan oleh konsistensi dan komitmen KPK serta institusi penegak hukum lainnya. Sekarang khalayak bisa menerjemahkan sikap dasar KPK ketika menyimak pernyataan Ketua KPK Abraham Samad baru-baru ini. Di depan forum yang digelar sebuah partai politik, Samad menegaskan, regulasi untuk melindungi sumber daya energi Indonesia sangat lemah.
Dari 45 blok migas yang saat ini beroperasi, sekitar 70% dikuasai asing. Kerugian negara terus membesar karena banyak pengusaha tambang tidak membayar pajak dan royalti kepada negara. Karena penyelewengan itu, KPK menghitung, potensi pendapatan negara yang hilang setiap tahun mencapai Rp7.200 triliun. Bila ditotal, kata Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batu bara, dan nikel di setiap tahun dapat mencapai Rp20.000 triliun.
Namun, pendapatan sebesar itu tergerus karena pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan. Dari pernyataan ini, tersembul niatan kuat untuk memerangi korupsi di sektor migas. Namun, Samad secara tidak langsung juga menyatakan bahwa KPK tidak bisa dibiarkan sendirian. KPK butuh dukungan dan komitmen dari semua pemangku kepentingan.
Brutal
Dalam konteks hak-hak rakyat Indonesia yang sebagian besar masih diselimuti kemiskinan, kejahatan di sektor migas bisa dibilang paling brutal sebab yang dicuri adalah hak rakyat atas migas. Brutal karena para penjahat itu memanipulasi produksi (lifting) minyak negara, memanipulasi cost recovery, mencuri BBM bersubsidi, dan memanipulasi harga jual eceran serta ragam modus kejahatan lainnya. Tentang kemampuan lifting minyak selalu dikatakan lebih kecil dari potensi dan kemampuan riil.
Artinya, kalau kemampuan dan potensi riilnya 10 barel, klaim kepada rakyat lewat DPR hanya 8 barel. Ke mana 2 barel sisanya? Itulah yang dicuri. Mengapa modus ini tak bisa ditindak? Pertama, karena akses untuk melakukan penyelidikan umum selalu ditutup- tutupi. Kedua, karena dua barel sisanya itu dibagi-bagi sebagai jatah sejumlah pihak. Lifting minyak dalam APBNP 2013 hanya 840.000 barel per hari (bph). Angka itu lebih rendah dari APBN 2013 yang 900.000 bph.
Mengapa bisa demikian? Versi pemerintah, alasan resminya adalah banyak sumur produksi mulai kering. Sayangnya, tidak ada yang pernah bisa membuktikan kebenaran alasan itu karena akses untuk pembuktian tak pernah dibuka. Akhirnya, khalayak hanya bisa curiga bahwa selisih liftingminyak itu dimanipulasi karena kekuatan-kekuatan politik tertentu yang sedang butuh banyak uang untuk memenangkan Pemilu 2014.
Cost recovery adalah pengeluaran negara untuk mengganti biaya yang ditanggung kontraktor migas dalam menghasilkan minyak mentah. Sudah lama dicurigai bahwa terjadi praktik mark up pada pos cost recovery. Indikasinya sederhana saja. Lifting minyak selalu lebih rendah dari prognosis, tetapi cost recovery terus membesar dari waktu ke waktu. Mark up untuk cost recovery tidak diinisiasi oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Untuk urusan yang satu ini, setiap KKKS rasanya tidak akan mengorbankan reputasinya. Mark up pasti menjadi kehendak oknum penguasa. Sangat brutal adalah kejahatan mencuri dan menyelundupkan BBM bersubsidi. Pencurian BBM bersubsidi selama ini sudah sangat ugal-ugalan. Penegak hukum tidak pernah bersungguh-sungguh memburu para pelakunya, terutama pemain besar dan oknum BUMN. Selama ini penegak hukum hanya menangkap pengecer kelas teri.
KPK harus juga menyentuh kejahatan yang satu ini sebab pencurian BBM bersubsidi harus dimaknai sebagai modus lain tindak pidana korupsi karena BBM bersubsidi ditetapkan dalam APBN. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa sekitar 30% BBM bersubsidi dicuri. Kalau total subsidi BBM pada 2012 membengkak menjadi Rp222,8 triliun setelah tambahan kuota subsidi 1,23 juta kilo liter, berarti 30% dari Rp222,8 triliun hak rakyat dicuri. Ini bukan jumlah yang kecil.
Kalau selama ini kejahatan sektor migas menyandang status sebagai the untouchable crime, KPK harus melakukan terobosan dan mendobrak. Kejahatan migas harus touchable agar reformasi hukum punya makna strategis bagi rakyat Indonesia.
AHMAD YANI
Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI
(nfl)