Benang kusut lembaga pemasyarakatan

Rabu, 17 Juli 2013 - 12:32 WIB
Benang kusut lembaga pemasyarakatan
Benang kusut lembaga pemasyarakatan
A A A
Kerusuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan ( Lapas) Tanjung Gusta, Medan, merupakan letupan dari tumpukan persoalan yang sudah kronis.

Membenahi lembaga pemasyarakatan pun ibarat menegakkan benang kusut karena ruwetnya persoalan di lembaga pemasyarakatan ini. Sebelum insiden di Tanjung Gusta peristiwa serupa sudah kerap terjadi. Awal tahun ini, misalnya, kerusuhan meletus di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat. Sedang tahun lalu terjadi kerusuhan di Lapas Kerobogan di Bali.

Pemicunya bermacam-macam, tapi tak jauh-jauh dari persoalan laten seperti isi melebihi kapasitas (overload), pungutan liar (pungli) oleh petugas, kebijakan yang diskriminatif, dan kondisi yang tidak manusiawi di dalam lapas atau rutan. Tak cuma itu persoalannya. Banyak masalah lain, misalnya peredaran narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan.

Seperti di Lapas Cipinang, Lapas Nusakambangan-Cilacap, Lapas Kerobokan Denpasar, dan lapas lain. Pada kasus di Kerobokan, perusakan dan bentrok dengan petugas berlatar belakang penolakan atas razia narkoba yang digelar Badan Narkotika Nasional (BNN). Pada peristiwa di Tanjung Gusta, yang menelan korban jiwa lima orang dan ratusan napi kabur, dipicu pemadaman listrik dan kelangkaan air bersih.

Selain itu ditengarai ada faktor penyulut tambahan, yaitu kebijakan pengetatan pemberian remisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012 yang membuat para napi tertentu (korupsi, terorisme, narkoba) sulit atau bahkan tidak mendapatkan remisi sama sekali (terpidana narkoba dengan hukuman di atas lima tahun).

Kurangnya Kapasitas

Kelebihan isi tahanan dan napi terjadi hampir di seluruh lapas dan rutan di Indonesia. Dalam kunjungan kerja Komisi III DPR ke berbagai daerah selalu ditemui lapas/rutan yang isinya melebihi kapasitas. Selain itu kondisinya juga memprihatinkan, seperti bangunan sudah tua, tidak berlistrik dan langka air bersih, serta rawan banjir atau bocor jika hujan, atau, yang di daerah pantai, rawan banjir jika air laut pasang.

Dari penuturan para napi dan tahanan, perlakuan terhadap mereka jauh dari manusiawi. Mereka berjejal-jejalan di dalam sel. Mereka kadang tidur hanya beralasan lantai dingin dan berlumut. Belum lagi cerita soal makanan. Makanan yang disajikan dengan lauk ala kadarnya. Itu kondisi secara umum. Bahwa konon ada yang selnya bak kamar hotel, itu perkecualian.

Berdasarkan data di Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, per bulan Juli 2013 jumlah UPT (Unit Pelaksana Teknis, yaitu Rumah Tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan) di seluruh Indonesia adalah 457 dengan kapasitas 108.160 orang, sementara jumlah tahanan/ napi mencapai 162.007 orang sehingga terjadi kelebihan muatan sebanyak 53.847 atau terjadi overload 150%.

Dari 33 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia, hanya di tujuh provinsi tidak terjadi overload yaitu di DIY, Maluku, Papua, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara. Selebihnya terjadi overload dan yang paling besar di Kalimantan Selatan, 312%.

Sebagai perbandingan, per Desember 2011 jumlah UPT ada 429 dengan daya tampung 99.654 orang, dan jumlah warga binaan 140.217 atau terjadi overload 141%. Per Desember 2012, ada 440 UPT dengan daya tampung 101.985 orang, dan jumlah warga binaan 150.688 orang (overload 148%). Dari data di atas terlihat ada pertambahan jumlah UPT pemasyarakatan dan otomatis daya tampung bertambah. Tapi, pertambahan jumlah lapas dan rutan itu masih terbatas dan tidak bisa mengikuti laju pertambahan jumlah warga binaan.

Pembenahan Lapas

Untuk membenahi lembaga pemasyarakatan diperlukan langkah strategis dan simultan. Diperlukan dukungan anggaran untuk pembangunan lapas dan rutan baru, atau memperluas dan memperbaiki yang lama. Anggaran revitalisasi lapas dan rutan sebesar Rp1 triliun yang dikucurkan sejak tahun 2010 tidak cukup untuk mengatasi permasalahan kekurangan kapasitas ini.

Namun, penambahan jumlah lapas/rutan tidak dengan sendirinya akan mengatasi masalah kurangnya kapasitas lapas dan rutan. Sebab pertambahan jumlah daya tampung akan diikuti jumlah kenaikan warga binaan. Karena itu perlu dikaji kembali kebijakan penegakan hukum yang mengkriminalisasi perbuatan- perbuatan yang semestinya bisa diselesaikan di luar jalur pidana.

Misalnya soal pengguna narkoba. Pengguna narkoba ini sepatutnya diperlakukan sebagai pesakitan, bukan pelaku kriminal yang harus masuk penjara. Demikian juga perkaraperkara ringan, seharusnya dikesampingkan atau diselesaikan di luar pengadilan. Hal yang tak kalah penting adalah membenahi institusi lembaga pemasyarakatan. Harus dilakukan reformasi menyeluruh serta perbaikan kinerja jajaran Ditjen Pemasyarakatan.

Dengan reformasi birokrasi ini diharapkan bisa mengikis atau bahkan menghilangkan perilaku negatif petugas lapas dan rutan, seperti kebiasaan melakukan pungli terhadap warga binaan. Upaya rehabilitasi terhadap warga binaan juga perlu ditingkatkan.

Sebab, UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan menganut sistem pemenjaraan yang tidak lagi menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan, tapi menjadi pembinaan dan pemasyarakatan agar narapidana bisa kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.

Semua kebijakan pembenahan lembaga pemasyarakatan harus didasari filosofi pemasyarakatan yang menekankan pada rehabilitasi dan reintegrasi sosial kepada napi. Kebijakan yang memberikan tekanan kepada warga binaan seperti pengetatan pemberian remisi, misalnya, mungkin populer di mata publik tapi sebenarnya tidak sesuai dengan filosofi dari sistem pemasyarakatan.

Kebijakan seperti itu bisa mematikan motivasi napi tindak pidana tertentu untuk berperilaku baik karena hal itu akan sia-sia, tidak ada reward. Bahkan, lebih jauh, bisa kontraproduktif seperti menimbulkan keresahan warga binaan dan ikut memicu terjadinya kerusuhan seperti yang diduga terjadi di Lapas Tanjung Gusta.

TRIMEDYA PANJAITAN
Anggota Komisi III DPR RI, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3625 seconds (0.1#10.140)