Peradaban Paripurna Solusi Utuhnya NKRI
A
A
A
Nadjamuddin Ramly
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Ditjen
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Presiden Jokowi dianggap telah memberikan perhatian yang serius terhadap Papua. Dia telah delapan kali mengunjungi Papua pada periode 2014-2019, bahkan membuat beberapa megaproyek infrastruktur dan kebijakan terhadap bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, serta aspek lainnya.
Namun, rasanya hal tersebut belum menjadikan persoalan Papua selesai. Kini, kita diperlihatkan panggung intoleransi atas kejadian kerusuhan di Papua. Ribuan orang Papua turun ke jalan memprotes perlakuan buruk dan diskriminatif yang telah lama mereka rasakan, seiring dengan deretan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan konflik berkepanjangan di Papua. Namun, lagi-lagi, kebijakan yang diberikan terhadap persoalan Papua hanya melihat dari sisi pembangunan.
Sumbangan kebudayaan dianggap belum memberikan peranan yang penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, sebelum berdirinya bangsa ini, para penggagas negara menggunakan pendekatan budaya sebagai muara untuk merencanakan Indonesia menjadi maju dan beradab.
Budaya dan Arah Pembangunan Bangsa
Sejak 1964, Presiden Soekarno menggagas Trisakti sebagai jalan revolusi bangsa dengan tiga prinsip kemandirian berbangsa dan bernegara dalam pola pembangunan nasional. Salah satu prinsipnya, berkepribadian di bidang kebudayaan, sudah seharusnya selalu menjadi perhatian pemerintah dalam berinvestasi pada pembangunan kemanusiaan dan kebudayaan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berbudi luhur.Pada 1918, Kongres Kebudayaan pertama digelar di antara dua peristiwa penting, yaitu lahirnya Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928). Kongres Kebudayaan ini disebut peristiwa budaya yang bersejarah karena sebagai awal kebangkitan "kesadaran tentang nasib budaya bangsa", di samping "lahirnya kesadaran berbangsa". Seiring tumbuhnya kesadaran berbangsa, tumbuh pula kesadaran untuk menentukan konsep, kebijakan, dan strategi pemajuan kebudayaan ke depan (Nunus Supardi, 2007).
Dalam Kongres Kebudayaan 1948, Mohammad Hatta mengatakan, "Pemerintahan sesuatu negara dapat hidup subur apabila kebudayaan tinggi tingkatnya, karena kebudayaan berpengaruh pula pada sifat pemerintahan negara. Kebudayaan lambat laun mesti sangat kuat tumbuhnya, karena kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada sesuatu bangsa".
Pada Kongres Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2018, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk teguh menjaga peradaban dan budaya bangsa. Presiden meyakini bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan sendiri dibanding bangsa-bangsa lain. Budaya harus mengakar kuat terhadap peradaban Indonesia.
Ironi Budaya
Namun menjadi ironi, kebudayaan sebagai produk masyarakat belum mendapat tempat yang relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebudayaan masih belum diberi porsi yang optimal jika dibandingkan politik dan ekonomi. Bahkan, warisan budaya seolah tidak diperhatikan, "dirampas", dan bahkan lebih berkembang di negara lain.Hal yang terjadi selama ini adalah rakyat seolah hanya bisa diam terpana menyaksikan perubahan besar-besaran melanda kota-kota mereka. Bangunan bersejarah dibongkar, pasar tradisional, ruang publik, dan fasilitas umum digantikan bangunan baru yang indah dipandang, tetapi lokalitas akar budaya nyaris termarginalkan. Meminjam istilah Sosiolog Paulus Wirutomo, bahwa kebudayaan bangsa ini adalah "kebudayaan yang terkalahkan!", karena sampai usia 74 tahun merdeka, kita masih harus jatuh dalam krisis yang paling elementer yaitu menyangkut kelangsungan hidup atau krisis eksistensi, sementara bangsa-bangsa lain telah bergumul dengan masalah-masalah yang lebih maju.
Budaya dan Pembangunan
Negara dengan peradaban yang maju tidak semata-mata ditunjang oleh perekonomian dan politik yang maju. Kebudayaan dan karakter yang melekat kuat menjadi fondasi perekonomian dan politik. Jepang merupakan bukti betapa kebudayaan menjadi alas dasar pembangunan peradaban di Negeri Matahari Terbit tersebut. Begitu juga dengan China yang telah terbukti menjadi negara adidaya budaya.
Hal yang serupa juga terjadi pada Korea Selatan dan India yang mampu mengangkat kekayaan budayanya untuk pembangunan nasional dan bersaing di kancah internasional. Sudah seharusnya Indonesia yang merupakan tambang emas budaya bisa mengangkat kekayaan budayanya untuk pembangunan nasional dan bersaing di kancah internasional. Pembangunan berbasis budaya di Indonesia adalah peluang yang harus direbut, karena begitu banyak warisan tradisi yang kita miliki.
Untuk itu, kekuatan budaya merupakan kekuatan utama dalam membangun negara ini. Kebudayaan merupakan DNA-nya Indonesia dan merupakan potensi yang harus dioptimalkan agar dapat bersaing dengan negara lain. Indonesia harus memiliki karakter yang berbeda dengan negara-negara lain di dunia dan mengenali dirinya sendiri untuk menentukan arah.
Menjadi bangsa besar dan kuat, dengan terus mengembangkan kekayaan budaya yang kita miliki. Pembangunan masa depan sangat bergantung dengan pemahaman kebudayaan sebagai titik tolak keberhasilan pembangunan. Cultural knowledge , karakteristik sosial masyarakat, nilai-nilai kreativitas (baca: potensi budaya), dijadikan harapan dan kekuatan untuk menjawab segala risiko serta tantangan pembangunan di masa depan, selain tentunya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (UNESCO dalam Culture Urban Future, 2016).
Budaya memiliki peranan yang sangat penting pada dimensi yang mendasar dalam menunjang peradaban. Bahwa kebudayaan adalah jalan utama menuju peradaban. Peradaban membuat manusia mencintai kehidupan dan menjaga perdamaian.
Dan, bahkan kemudian, tidak ada lagi pembenturan antara agama dan budaya, justru kedua aspek ini telah menjadi bahan pokok dari racikan pembentukan karakter bangsa. Agama menjadi semakin lestari di bumi Nusantara karena mampu merawat budaya. Dan, budaya semakin beradab dengan masuknya nilai-nilai agama. Sedemikian signifikan kebudayaan menjadi kunci peradaban Indonesia. Sudah saatnya Indonesia bersatu dengan berpartisipasi dan saling membantu demi terwujudnya pemajuan kebudayaan di Indonesia.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Ditjen
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Presiden Jokowi dianggap telah memberikan perhatian yang serius terhadap Papua. Dia telah delapan kali mengunjungi Papua pada periode 2014-2019, bahkan membuat beberapa megaproyek infrastruktur dan kebijakan terhadap bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, serta aspek lainnya.
Namun, rasanya hal tersebut belum menjadikan persoalan Papua selesai. Kini, kita diperlihatkan panggung intoleransi atas kejadian kerusuhan di Papua. Ribuan orang Papua turun ke jalan memprotes perlakuan buruk dan diskriminatif yang telah lama mereka rasakan, seiring dengan deretan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan konflik berkepanjangan di Papua. Namun, lagi-lagi, kebijakan yang diberikan terhadap persoalan Papua hanya melihat dari sisi pembangunan.
Sumbangan kebudayaan dianggap belum memberikan peranan yang penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, sebelum berdirinya bangsa ini, para penggagas negara menggunakan pendekatan budaya sebagai muara untuk merencanakan Indonesia menjadi maju dan beradab.
Budaya dan Arah Pembangunan Bangsa
Sejak 1964, Presiden Soekarno menggagas Trisakti sebagai jalan revolusi bangsa dengan tiga prinsip kemandirian berbangsa dan bernegara dalam pola pembangunan nasional. Salah satu prinsipnya, berkepribadian di bidang kebudayaan, sudah seharusnya selalu menjadi perhatian pemerintah dalam berinvestasi pada pembangunan kemanusiaan dan kebudayaan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berbudi luhur.Pada 1918, Kongres Kebudayaan pertama digelar di antara dua peristiwa penting, yaitu lahirnya Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928). Kongres Kebudayaan ini disebut peristiwa budaya yang bersejarah karena sebagai awal kebangkitan "kesadaran tentang nasib budaya bangsa", di samping "lahirnya kesadaran berbangsa". Seiring tumbuhnya kesadaran berbangsa, tumbuh pula kesadaran untuk menentukan konsep, kebijakan, dan strategi pemajuan kebudayaan ke depan (Nunus Supardi, 2007).
Dalam Kongres Kebudayaan 1948, Mohammad Hatta mengatakan, "Pemerintahan sesuatu negara dapat hidup subur apabila kebudayaan tinggi tingkatnya, karena kebudayaan berpengaruh pula pada sifat pemerintahan negara. Kebudayaan lambat laun mesti sangat kuat tumbuhnya, karena kebudayaan adalah ciptaan hidup daripada sesuatu bangsa".
Pada Kongres Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 2018, Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk teguh menjaga peradaban dan budaya bangsa. Presiden meyakini bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan sendiri dibanding bangsa-bangsa lain. Budaya harus mengakar kuat terhadap peradaban Indonesia.
Ironi Budaya
Namun menjadi ironi, kebudayaan sebagai produk masyarakat belum mendapat tempat yang relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebudayaan masih belum diberi porsi yang optimal jika dibandingkan politik dan ekonomi. Bahkan, warisan budaya seolah tidak diperhatikan, "dirampas", dan bahkan lebih berkembang di negara lain.Hal yang terjadi selama ini adalah rakyat seolah hanya bisa diam terpana menyaksikan perubahan besar-besaran melanda kota-kota mereka. Bangunan bersejarah dibongkar, pasar tradisional, ruang publik, dan fasilitas umum digantikan bangunan baru yang indah dipandang, tetapi lokalitas akar budaya nyaris termarginalkan. Meminjam istilah Sosiolog Paulus Wirutomo, bahwa kebudayaan bangsa ini adalah "kebudayaan yang terkalahkan!", karena sampai usia 74 tahun merdeka, kita masih harus jatuh dalam krisis yang paling elementer yaitu menyangkut kelangsungan hidup atau krisis eksistensi, sementara bangsa-bangsa lain telah bergumul dengan masalah-masalah yang lebih maju.
Budaya dan Pembangunan
Negara dengan peradaban yang maju tidak semata-mata ditunjang oleh perekonomian dan politik yang maju. Kebudayaan dan karakter yang melekat kuat menjadi fondasi perekonomian dan politik. Jepang merupakan bukti betapa kebudayaan menjadi alas dasar pembangunan peradaban di Negeri Matahari Terbit tersebut. Begitu juga dengan China yang telah terbukti menjadi negara adidaya budaya.
Hal yang serupa juga terjadi pada Korea Selatan dan India yang mampu mengangkat kekayaan budayanya untuk pembangunan nasional dan bersaing di kancah internasional. Sudah seharusnya Indonesia yang merupakan tambang emas budaya bisa mengangkat kekayaan budayanya untuk pembangunan nasional dan bersaing di kancah internasional. Pembangunan berbasis budaya di Indonesia adalah peluang yang harus direbut, karena begitu banyak warisan tradisi yang kita miliki.
Untuk itu, kekuatan budaya merupakan kekuatan utama dalam membangun negara ini. Kebudayaan merupakan DNA-nya Indonesia dan merupakan potensi yang harus dioptimalkan agar dapat bersaing dengan negara lain. Indonesia harus memiliki karakter yang berbeda dengan negara-negara lain di dunia dan mengenali dirinya sendiri untuk menentukan arah.
Menjadi bangsa besar dan kuat, dengan terus mengembangkan kekayaan budaya yang kita miliki. Pembangunan masa depan sangat bergantung dengan pemahaman kebudayaan sebagai titik tolak keberhasilan pembangunan. Cultural knowledge , karakteristik sosial masyarakat, nilai-nilai kreativitas (baca: potensi budaya), dijadikan harapan dan kekuatan untuk menjawab segala risiko serta tantangan pembangunan di masa depan, selain tentunya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (UNESCO dalam Culture Urban Future, 2016).
Budaya memiliki peranan yang sangat penting pada dimensi yang mendasar dalam menunjang peradaban. Bahwa kebudayaan adalah jalan utama menuju peradaban. Peradaban membuat manusia mencintai kehidupan dan menjaga perdamaian.
Dan, bahkan kemudian, tidak ada lagi pembenturan antara agama dan budaya, justru kedua aspek ini telah menjadi bahan pokok dari racikan pembentukan karakter bangsa. Agama menjadi semakin lestari di bumi Nusantara karena mampu merawat budaya. Dan, budaya semakin beradab dengan masuknya nilai-nilai agama. Sedemikian signifikan kebudayaan menjadi kunci peradaban Indonesia. Sudah saatnya Indonesia bersatu dengan berpartisipasi dan saling membantu demi terwujudnya pemajuan kebudayaan di Indonesia.
(nag)