Menjernihkan Langit Kota
A
A
A
Nirwono Joga
Peneliti Pusat Studi Perkotaan
KUALITAS udara Jakarta sudah berada pada titik yang tidak menyehatkan bagi warganya. Laporan indeks kualitas udara (air quality index/AQI) pada Juli—September beberapa kali menempatkan Jakarta sebagai peringkat teratas kota dengan polusi udara terburuk di dunia.
Meski terlambat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Ada tiga instruksi utama yakni memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dan mengoptimalkan penghijauan. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan untuk menjernihkan langit kota?
Pertama, Pemprov DKI Jakarta harus memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, terutama yang berasal dari angkutan umum, kendaraan pribadi (baik mobil atau motor), serta cerobong asap pabrik industri. Sesuai Perda Nomor 5/2014 tentang Transportasi, Dinas Perhubungan segera menyusun Rencana Induk Transportasi DKI Jakarta, diselaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detil Tata Ruang DKI Jakarta 2030, Perpres Nomor 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur, dan Perpres Nomor 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek agar pengembangan transportasi massal sejalan dengan rencana tata ruang.
Standar layanan moda yang terintegrasi meliputi transportasi massal melalui satu simpul, perpindahan moda dalam satu perjalanan maksimal tiga kali, waktu perjalanan dari asal ke tujuan maksimal 2,5 jam, akses jalan kaki menuju angkutan umum maksimal 500 meter, serta trotoar dan kantong parkir yang memadai.
Pemprov DKI harus melarang seluruh angkutan umum yang tidak lulus uji emisi dan berhenti beroperasi; mempercepat peremajaan seluruh armada bus kecil, sedang, dan besar, terutama yang telah berusia 10 tahun ke atas; menyatukan seluruh operator angkutan umum di bawah pengelolaan PT Transjakarta; menata ulang rute angkutan umum agar tidak tumpang tindih dengan transportasi massal; serta menempatkan transportasi daring sebagai pengumpan.
Pemprov DKI juga harus melakukan inspeksi mendadak dan audit secara berkala (minimal enam bulan sekali) yang diikuti dengan penjatuhan sanksi tegas terhadap pelaku industri yang memiliki cerobong buangan gas sisa pabrik jika emisi melampaui batas baku mutu.
Berdasarkan Permen LH Nomor 2/2013 tentang Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada empat sanksi untuk pelanggaran ketentuan baku mutu emisi, yaitu teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, serta pencabutan izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemprov DKI harus melakukan penindakan ke lokasi industri kecil dan skala rumah tangga yang tersebar hingga permukiman padat, terkait pengendalian asap dan limbah pabrik. Semua industri wajib menyediakan instalasi pengolahan air limbah domestik, tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun, serta melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan secara berkala.
Kedua, Pemprov DKI harus melakukan upaya serius untuk mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dari ketergantungan kendaraan pribadi (mobil, motor) ke angkutan umum. Selain itu, Pemprov DKI juga harus segera menerapkan jalan berbayar elektronik di jalan protokol, diutamakan pada Jalan Sudirman-Thamrin, Jalan Gatot Subroto-MT Haryono, dan Jalan HR Rasuna Said.
Selain itu, penerapan parkir elektronik progresif yakni tiket parkir semakin mahal ke pusat kota serta memperbanyak kantong-kantong parkir di pusat kota, terminal, dan stasiun.
Kebijakan perluasan kebijakan ganjil-genap diberlakukan untuk seluruh jenis kendaraan roda empat dan roda dua, baik berbahan bakar minyak maupun bertenaga listrik, karena sama-sama memadati ruang jalan. Kawasan ganjil-genap diterapkan pada kawasan yang dilalui jaringan transportasi massal yang telah terintegrasi baik fisik maupun sistem.
Pemprov DKI didorong mengembangkan kawasan pusat kota berbasis pergerakan manusia (transit oriented communities/TOC) yang mempertimbangkan tujuan (destination), jarak (distance), rancangan (design), kepadatan (density), keberagaman (diversity), serta mengelola kebutuhan (demand management).
Kawasan TOC didukung hunian vertikal (apartemen, flat, rumah susun), sekolah (dan pelatihan keterampilan), pasar rakyat (dan pasar daring), perkantoran (kantor virtual, ruang kerja bersama, ekonomi kreatif), RTH (taman, kebun pangan, lapangan olah raga). Kawasan dilengkapi jaringan pipa air bersih, instalasi pengolahan air limbah komunal, energi terbarukan, dan tempat pengolahan sampah ramah lingkungan.
Warga juga harus dibiasakan berjalan kaki (trotoar lebar, bebas PKL) atau bersepeda (infrastruktur sepeda: rambu, marka, jalur, parkir, bengkel, ruang ganti, sepeda sewa) ke sekolah, pasar, kantor, tempat ibadah, taman, halte bus, atau stasiun kereta terdekat. Kawasan menyediakan angkutan internal ramah lingkungan, gedung parkir komunal untuk warga penghuni dan tamu/penumpang transportasi massal. Pembatasan kendaraan bermotor dalam kawasan bertujuan menekan emisi karbon, polusi udara, serta kecelakaan lalu lintas.
Ketiga, Pemprov DKI juga harus mengoptimalkan penghijauan dengan menanam pepohonan besar secara massal di lingkungan kota, terutama di sepanjang jalan. Pohon tersebut berfungsi menyerap gas karbon dioksida (CO2), menyuplai oksigen (O2) (fungsi paru-paru kota), dan menyimpan air.
Pohon menjadi peneduh dan pengarah jalan, penyejuk iklim mikro lingkungan sekitar, penyerap pulau-pulau panas kota, habitat satwa liar, menyaring radiasi sinar matahari, ruang interaksi sosial warga, serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai Perda Nomor 7/2010 tentang Bangunan Gedung dan Pergub 38/2012 tentang Bangunan Gedung Hijau dan Permen PUPR Nomor 02/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau, Pemprov DKI meretrofit bangunan gedung pemerintah menjadi bangunan gedung hijau sebagai percontohan ke masyarakat dan swasta.
Seluruh proses pengajuan izin mendirikan bangunan baru wajib memenuhi kriteria bangunan gedung hijau, berikut ketentuan insentif yang akan diperoleh pemilik seperti keringanan pajak bumi bangunan dan biaya pembangunan gedung. Menjernihkan langit kota merupakan keharusan, bukan pilihan, demi kelangsungan hidup kita dan kota.
Peneliti Pusat Studi Perkotaan
KUALITAS udara Jakarta sudah berada pada titik yang tidak menyehatkan bagi warganya. Laporan indeks kualitas udara (air quality index/AQI) pada Juli—September beberapa kali menempatkan Jakarta sebagai peringkat teratas kota dengan polusi udara terburuk di dunia.
Meski terlambat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Ada tiga instruksi utama yakni memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dan mengoptimalkan penghijauan. Lalu, langkah apa yang harus dilakukan untuk menjernihkan langit kota?
Pertama, Pemprov DKI Jakarta harus memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, terutama yang berasal dari angkutan umum, kendaraan pribadi (baik mobil atau motor), serta cerobong asap pabrik industri. Sesuai Perda Nomor 5/2014 tentang Transportasi, Dinas Perhubungan segera menyusun Rencana Induk Transportasi DKI Jakarta, diselaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detil Tata Ruang DKI Jakarta 2030, Perpres Nomor 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur, dan Perpres Nomor 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek agar pengembangan transportasi massal sejalan dengan rencana tata ruang.
Standar layanan moda yang terintegrasi meliputi transportasi massal melalui satu simpul, perpindahan moda dalam satu perjalanan maksimal tiga kali, waktu perjalanan dari asal ke tujuan maksimal 2,5 jam, akses jalan kaki menuju angkutan umum maksimal 500 meter, serta trotoar dan kantong parkir yang memadai.
Pemprov DKI harus melarang seluruh angkutan umum yang tidak lulus uji emisi dan berhenti beroperasi; mempercepat peremajaan seluruh armada bus kecil, sedang, dan besar, terutama yang telah berusia 10 tahun ke atas; menyatukan seluruh operator angkutan umum di bawah pengelolaan PT Transjakarta; menata ulang rute angkutan umum agar tidak tumpang tindih dengan transportasi massal; serta menempatkan transportasi daring sebagai pengumpan.
Pemprov DKI juga harus melakukan inspeksi mendadak dan audit secara berkala (minimal enam bulan sekali) yang diikuti dengan penjatuhan sanksi tegas terhadap pelaku industri yang memiliki cerobong buangan gas sisa pabrik jika emisi melampaui batas baku mutu.
Berdasarkan Permen LH Nomor 2/2013 tentang Penerapan Sanksi Administratif di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada empat sanksi untuk pelanggaran ketentuan baku mutu emisi, yaitu teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin, serta pencabutan izin lingkungan dan/atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemprov DKI harus melakukan penindakan ke lokasi industri kecil dan skala rumah tangga yang tersebar hingga permukiman padat, terkait pengendalian asap dan limbah pabrik. Semua industri wajib menyediakan instalasi pengolahan air limbah domestik, tata kelola limbah bahan berbahaya dan beracun, serta melaporkan kegiatan pengendalian lingkungan secara berkala.
Kedua, Pemprov DKI harus melakukan upaya serius untuk mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dari ketergantungan kendaraan pribadi (mobil, motor) ke angkutan umum. Selain itu, Pemprov DKI juga harus segera menerapkan jalan berbayar elektronik di jalan protokol, diutamakan pada Jalan Sudirman-Thamrin, Jalan Gatot Subroto-MT Haryono, dan Jalan HR Rasuna Said.
Selain itu, penerapan parkir elektronik progresif yakni tiket parkir semakin mahal ke pusat kota serta memperbanyak kantong-kantong parkir di pusat kota, terminal, dan stasiun.
Kebijakan perluasan kebijakan ganjil-genap diberlakukan untuk seluruh jenis kendaraan roda empat dan roda dua, baik berbahan bakar minyak maupun bertenaga listrik, karena sama-sama memadati ruang jalan. Kawasan ganjil-genap diterapkan pada kawasan yang dilalui jaringan transportasi massal yang telah terintegrasi baik fisik maupun sistem.
Pemprov DKI didorong mengembangkan kawasan pusat kota berbasis pergerakan manusia (transit oriented communities/TOC) yang mempertimbangkan tujuan (destination), jarak (distance), rancangan (design), kepadatan (density), keberagaman (diversity), serta mengelola kebutuhan (demand management).
Kawasan TOC didukung hunian vertikal (apartemen, flat, rumah susun), sekolah (dan pelatihan keterampilan), pasar rakyat (dan pasar daring), perkantoran (kantor virtual, ruang kerja bersama, ekonomi kreatif), RTH (taman, kebun pangan, lapangan olah raga). Kawasan dilengkapi jaringan pipa air bersih, instalasi pengolahan air limbah komunal, energi terbarukan, dan tempat pengolahan sampah ramah lingkungan.
Warga juga harus dibiasakan berjalan kaki (trotoar lebar, bebas PKL) atau bersepeda (infrastruktur sepeda: rambu, marka, jalur, parkir, bengkel, ruang ganti, sepeda sewa) ke sekolah, pasar, kantor, tempat ibadah, taman, halte bus, atau stasiun kereta terdekat. Kawasan menyediakan angkutan internal ramah lingkungan, gedung parkir komunal untuk warga penghuni dan tamu/penumpang transportasi massal. Pembatasan kendaraan bermotor dalam kawasan bertujuan menekan emisi karbon, polusi udara, serta kecelakaan lalu lintas.
Ketiga, Pemprov DKI juga harus mengoptimalkan penghijauan dengan menanam pepohonan besar secara massal di lingkungan kota, terutama di sepanjang jalan. Pohon tersebut berfungsi menyerap gas karbon dioksida (CO2), menyuplai oksigen (O2) (fungsi paru-paru kota), dan menyimpan air.
Pohon menjadi peneduh dan pengarah jalan, penyejuk iklim mikro lingkungan sekitar, penyerap pulau-pulau panas kota, habitat satwa liar, menyaring radiasi sinar matahari, ruang interaksi sosial warga, serta meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai Perda Nomor 7/2010 tentang Bangunan Gedung dan Pergub 38/2012 tentang Bangunan Gedung Hijau dan Permen PUPR Nomor 02/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau, Pemprov DKI meretrofit bangunan gedung pemerintah menjadi bangunan gedung hijau sebagai percontohan ke masyarakat dan swasta.
Seluruh proses pengajuan izin mendirikan bangunan baru wajib memenuhi kriteria bangunan gedung hijau, berikut ketentuan insentif yang akan diperoleh pemilik seperti keringanan pajak bumi bangunan dan biaya pembangunan gedung. Menjernihkan langit kota merupakan keharusan, bukan pilihan, demi kelangsungan hidup kita dan kota.
(whb)