PKPU Pilkada 2020 dan Pesan untuk Golkar
A
A
A
Bambang Soesatyo
Wakil Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar 2017-2019/
Wakil Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila/Kepala Badan Bela Negara FKPPI
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) telah memberi pesan sangat jelas kepada semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan Pilkada 2020. Tentu saja pesan KPU itu juga dialamatkan kepada semua partai politik (Parpol), termasuk Partai Golongan Karya ( Golkar ). Belum ada yang tahu bagaimana DPP Partai Golkar menanggapi pesan KPU itu.
Sebagai Parpol yang dipastikan menjadi peserta pemilihan umum tingkat daerah, Golkar seharusnya memang segera merespons pesan KPU tentang persiapan dan tahap-tahap yang harus dilalui menuju penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Sayang, alih-alih merespons dan menyosialisasikan pesan itu kepada semua dewan pimpinan daerah (DPD), elit DPP Golkar malah lebih memilih sibuk dengan kegiatan menutup diri.
Tak tanggung-tanggung, pengamanan lingkungan kantor DPP Golkar ditingkatkan statusnya menjadi ekstra ketat, plus penambahan sekumpulan oknum preman yang dimanfaatkan untuk menakut-nakuti siapa saja yang dicurigai atau tidak disukai orang-orang di DPP Golkar.
Sungguh, oleh segelintir orang di DPP Golkar, lingkungan kantor itu telah diperlakukan layaknya basis sindikat preman yang sedang tegang dan takut menunggu serangan lawan. Padahal, sama sekali tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga kantor DPP Golkar harus mendapatkan pengamanan ekstra ketat seperti itu, apalagi sampai melibatkan sekumpulan oknum preman. DPP Golkar telah mengambil langkah-langkah yang berpotensi merusak citra Partai Golkar.
Kini, telah muncul kesan bahwa dorongan dari kader agar pimpinan Golkar melaksanakan sejumlah agenda partai yang mendesak, seperti rapat pleno, ditanggapi dengan sikak panik atau rasa takut. Panik dan rasa takut itulah yang diduga mendorong beberapa orang di DPP membisiki ketua umum untuk mengambil langkah memperketat pengamanan lingkungan kantor Golkar.
Faktanya, tidak ada ancaman apa pun terhadap DPP Golkar dan para elitnya. Pengamanan ketat itu justru menumbuhkan kesan Golkar dekat atau terbiasa dengan aksi kekerasan atau tindak anarkis.
Memberlakukan pembatasan akses seperti itu juga mencerminkan kegagalan atau ketidakmampuan DPP Golkar berkomunikasi dengan semua elemen partai. Padahal, segala sesuatunya dipastikan berjalan dengan baik jika DPP Golkar terbuka dan komunikatif dengan semua elemen Partai Golkar.
Pemberitaan tentang pengamanan ekstra ketat di kantor DPP Partai, yang kemudian disusul dengan kasus pelemparan bom molotov oleh orang tidak dikenal pada Rabu (21/8/2019) dini hari, membuat semua kader Golkar sangat prihatin. Situasi yang tidak produktif ini tak boleh berlarut-larut.
Untuk itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar diharapkan bersikap bijaksana, dan memerintahkan orang-orang kepercayaannya segera menormalisasi suasana di lingkungaan kantor DPP Golkar. Lingkungan kantor DPP Golkar harus kondusif.
Tidak ada ancaman dari mana pun, sehingga pengamanan DPP yang ekstra ketat sama sekali tidak diperlukan. DPP tetap harus menjadi ruang terbuka bagi kader yang ingin berkomunikasi dengan pimpinan Golkar.
Sebab, DPP Partai Golkar pada akhirnya harus melihat dan memilih kepentingan yang lebih besar dan strategis untuk partai dan juga negara. Mau tak mau, Golkar kini sudah harus berancang-ancang untuk menghadapi Pilkada 2020 yang pelaksanaannya dijadualkan pada 23 September 2020. Rencana kerja DPP dan DPD Golkar terkait Pilkada 2020 itu idealnya mulai disusun sejak sekarang, karena aktivitas awal menuju Pilkada dimaksud akan dimulai pada akhir September 2019 nanti.
Tanggapi Aspirasi DPD
Dengan begitu, ada alasan yang sangat strategis jika banyak kader mendesak DPP Golkar segera menyelenggarakan rapat pleno. Jangan takut bahwa rapat pleno akan dimanfaatkan forum untuk hanya membahas jadual musyawarah nasional (Munas). Jauh lebih penting adalah memanfaatkan rapat pleno itu untuk bersama semua DPD Golkar menatap Pilkada 2020, menetapkan target dan merumuskan strategi untuk mewujudkan target bersama itu.
Bagi semua Parpol, kerja politik sejatinya sudah dimulai, setelah KPU mengumumkan bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) No 15/2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020, telah selesai diundangkan pada 9 Agustus 2019. KPU mengumumkan perkembangan ini pada Rabu (21/8/2019).
Bagi peserta pemilu, termasuk Golkar, PKPU ini menjadi acuan tahapan pencalonan, kampanye dan pemutakhiran data pemilih. Dan bersamaan dengan diundangkannya PKPU yang sama, semua daerah penyelenggara Pilkada pun didorong untuk mulai melakukan persiapan awal.
KPU pun berpesan agar semua pihak terkait mempelajari dan menjalankan PKPU tersebut dengan benar. "Saya berharap, semua pihak bisa mempelajari, mencermati, kemudian menjalankannya sesuai dengan tahapan tepat waktu," kata Ketua KPU Arief Budiman. Pesan ini tentu saja juga dialamatkan kepada Partai Golkar dan semua Parpol yang akan mengikuti Pilkada 2020. Pilkada 2020 diselenggarakan di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Kendati syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan akan ditetapkan pada 26 Oktober 2019, calon perseorangan mendapat waktu cukup longgar. Setiap calon perseorangan bisa mengumpulkan bukti dukungan berupa KTP mulai sekarang. Juga ditetapkan bahwa masa kampanye selama 81 hari, mulai 11 Juli hingga 19 September.
Beberapa ketentuan ini diumumkan terbuka untuk mendorong semua pihak yang berkepentingan untuk segera melakukan kerja politik. Golkar pun idealnya segera menanggapi PKPU No.15/2019 itu dengan serangkaian persiapan internal yang relevan.
Pesan KPU dengan semua rincian agenda Pilkada 2020 sudah sangat jelas. Maka, Partai Golkar hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu yang tersedia. Strategi buying time yang dipraktikkan DPP Golkar untuk menunda-nunda rapat pleno justru akan menyebabkan kerugian besar bagi partai. Perilaku seperti ini pun menjadi tampak sangat tidak etis jika mengacu pada asumsi bahwa semua DPD sangat mengharapkan keputusan-keputusan strategis DPP Golkar segera diterbitkan untuk menyongsong Pilkada 2020.
Dari DPP, semua DPD tentu ingin tahu target, strategi, persoalan logistik hingga sosok atau figur-figur yang akan dicalon sebagai bakal calon (balon) gubernur, balon wali kota dan balon bupati. Apakah DPP Golkar punya balon? Atau DPD diberi kebebasan untuk menjaring balon?
Tak sekadar dibahas di forum pleno Golkar, pertanyaan atau masalah seperti ini harus intensif dibahas oleh DPP dan DPD. Maka, harus ada komunikasi antara DPP dengan semua DPD. Itulah pentingnya DPP Golkar harus segera membuka diri, dan jangan lagi menutup rapat-rapat gerbang kantor DPP di Slipi itu.
Akhirnya, para elit DPP Golkar di Jakarta harus menyadari bahwa segera setelah terbitnya PKPU No.15/2019 itu, daerah kini sedang menunggu pesan atau instruksi dari DPP. Cobalah untuk mendengarkan serta menanggapi aspirasi DPD dengan tidak membiarkan DPD berlama-lama menunggu.
Sebagai Parpol besar, DPP Golkar harus profesional dan responsif. Jangan lagi berperilaku amatiran. Idealnya, DPP Golkar sudah bisa mendorong dan menantang semua DPD segera membentuk the winning team karena Golkar berambisi meraih kemenangan besar di Pilkada 2020 nanti.
Wakil Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar 2017-2019/
Wakil Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila/Kepala Badan Bela Negara FKPPI
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) telah memberi pesan sangat jelas kepada semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan Pilkada 2020. Tentu saja pesan KPU itu juga dialamatkan kepada semua partai politik (Parpol), termasuk Partai Golongan Karya ( Golkar ). Belum ada yang tahu bagaimana DPP Partai Golkar menanggapi pesan KPU itu.
Sebagai Parpol yang dipastikan menjadi peserta pemilihan umum tingkat daerah, Golkar seharusnya memang segera merespons pesan KPU tentang persiapan dan tahap-tahap yang harus dilalui menuju penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Sayang, alih-alih merespons dan menyosialisasikan pesan itu kepada semua dewan pimpinan daerah (DPD), elit DPP Golkar malah lebih memilih sibuk dengan kegiatan menutup diri.
Tak tanggung-tanggung, pengamanan lingkungan kantor DPP Golkar ditingkatkan statusnya menjadi ekstra ketat, plus penambahan sekumpulan oknum preman yang dimanfaatkan untuk menakut-nakuti siapa saja yang dicurigai atau tidak disukai orang-orang di DPP Golkar.
Sungguh, oleh segelintir orang di DPP Golkar, lingkungan kantor itu telah diperlakukan layaknya basis sindikat preman yang sedang tegang dan takut menunggu serangan lawan. Padahal, sama sekali tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga kantor DPP Golkar harus mendapatkan pengamanan ekstra ketat seperti itu, apalagi sampai melibatkan sekumpulan oknum preman. DPP Golkar telah mengambil langkah-langkah yang berpotensi merusak citra Partai Golkar.
Kini, telah muncul kesan bahwa dorongan dari kader agar pimpinan Golkar melaksanakan sejumlah agenda partai yang mendesak, seperti rapat pleno, ditanggapi dengan sikak panik atau rasa takut. Panik dan rasa takut itulah yang diduga mendorong beberapa orang di DPP membisiki ketua umum untuk mengambil langkah memperketat pengamanan lingkungan kantor Golkar.
Faktanya, tidak ada ancaman apa pun terhadap DPP Golkar dan para elitnya. Pengamanan ketat itu justru menumbuhkan kesan Golkar dekat atau terbiasa dengan aksi kekerasan atau tindak anarkis.
Memberlakukan pembatasan akses seperti itu juga mencerminkan kegagalan atau ketidakmampuan DPP Golkar berkomunikasi dengan semua elemen partai. Padahal, segala sesuatunya dipastikan berjalan dengan baik jika DPP Golkar terbuka dan komunikatif dengan semua elemen Partai Golkar.
Pemberitaan tentang pengamanan ekstra ketat di kantor DPP Partai, yang kemudian disusul dengan kasus pelemparan bom molotov oleh orang tidak dikenal pada Rabu (21/8/2019) dini hari, membuat semua kader Golkar sangat prihatin. Situasi yang tidak produktif ini tak boleh berlarut-larut.
Untuk itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar diharapkan bersikap bijaksana, dan memerintahkan orang-orang kepercayaannya segera menormalisasi suasana di lingkungaan kantor DPP Golkar. Lingkungan kantor DPP Golkar harus kondusif.
Tidak ada ancaman dari mana pun, sehingga pengamanan DPP yang ekstra ketat sama sekali tidak diperlukan. DPP tetap harus menjadi ruang terbuka bagi kader yang ingin berkomunikasi dengan pimpinan Golkar.
Sebab, DPP Partai Golkar pada akhirnya harus melihat dan memilih kepentingan yang lebih besar dan strategis untuk partai dan juga negara. Mau tak mau, Golkar kini sudah harus berancang-ancang untuk menghadapi Pilkada 2020 yang pelaksanaannya dijadualkan pada 23 September 2020. Rencana kerja DPP dan DPD Golkar terkait Pilkada 2020 itu idealnya mulai disusun sejak sekarang, karena aktivitas awal menuju Pilkada dimaksud akan dimulai pada akhir September 2019 nanti.
Tanggapi Aspirasi DPD
Dengan begitu, ada alasan yang sangat strategis jika banyak kader mendesak DPP Golkar segera menyelenggarakan rapat pleno. Jangan takut bahwa rapat pleno akan dimanfaatkan forum untuk hanya membahas jadual musyawarah nasional (Munas). Jauh lebih penting adalah memanfaatkan rapat pleno itu untuk bersama semua DPD Golkar menatap Pilkada 2020, menetapkan target dan merumuskan strategi untuk mewujudkan target bersama itu.
Bagi semua Parpol, kerja politik sejatinya sudah dimulai, setelah KPU mengumumkan bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum ( PKPU) No 15/2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020, telah selesai diundangkan pada 9 Agustus 2019. KPU mengumumkan perkembangan ini pada Rabu (21/8/2019).
Bagi peserta pemilu, termasuk Golkar, PKPU ini menjadi acuan tahapan pencalonan, kampanye dan pemutakhiran data pemilih. Dan bersamaan dengan diundangkannya PKPU yang sama, semua daerah penyelenggara Pilkada pun didorong untuk mulai melakukan persiapan awal.
KPU pun berpesan agar semua pihak terkait mempelajari dan menjalankan PKPU tersebut dengan benar. "Saya berharap, semua pihak bisa mempelajari, mencermati, kemudian menjalankannya sesuai dengan tahapan tepat waktu," kata Ketua KPU Arief Budiman. Pesan ini tentu saja juga dialamatkan kepada Partai Golkar dan semua Parpol yang akan mengikuti Pilkada 2020. Pilkada 2020 diselenggarakan di 270 wilayah, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Kendati syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan akan ditetapkan pada 26 Oktober 2019, calon perseorangan mendapat waktu cukup longgar. Setiap calon perseorangan bisa mengumpulkan bukti dukungan berupa KTP mulai sekarang. Juga ditetapkan bahwa masa kampanye selama 81 hari, mulai 11 Juli hingga 19 September.
Beberapa ketentuan ini diumumkan terbuka untuk mendorong semua pihak yang berkepentingan untuk segera melakukan kerja politik. Golkar pun idealnya segera menanggapi PKPU No.15/2019 itu dengan serangkaian persiapan internal yang relevan.
Pesan KPU dengan semua rincian agenda Pilkada 2020 sudah sangat jelas. Maka, Partai Golkar hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu yang tersedia. Strategi buying time yang dipraktikkan DPP Golkar untuk menunda-nunda rapat pleno justru akan menyebabkan kerugian besar bagi partai. Perilaku seperti ini pun menjadi tampak sangat tidak etis jika mengacu pada asumsi bahwa semua DPD sangat mengharapkan keputusan-keputusan strategis DPP Golkar segera diterbitkan untuk menyongsong Pilkada 2020.
Dari DPP, semua DPD tentu ingin tahu target, strategi, persoalan logistik hingga sosok atau figur-figur yang akan dicalon sebagai bakal calon (balon) gubernur, balon wali kota dan balon bupati. Apakah DPP Golkar punya balon? Atau DPD diberi kebebasan untuk menjaring balon?
Tak sekadar dibahas di forum pleno Golkar, pertanyaan atau masalah seperti ini harus intensif dibahas oleh DPP dan DPD. Maka, harus ada komunikasi antara DPP dengan semua DPD. Itulah pentingnya DPP Golkar harus segera membuka diri, dan jangan lagi menutup rapat-rapat gerbang kantor DPP di Slipi itu.
Akhirnya, para elit DPP Golkar di Jakarta harus menyadari bahwa segera setelah terbitnya PKPU No.15/2019 itu, daerah kini sedang menunggu pesan atau instruksi dari DPP. Cobalah untuk mendengarkan serta menanggapi aspirasi DPD dengan tidak membiarkan DPD berlama-lama menunggu.
Sebagai Parpol besar, DPP Golkar harus profesional dan responsif. Jangan lagi berperilaku amatiran. Idealnya, DPP Golkar sudah bisa mendorong dan menantang semua DPD segera membentuk the winning team karena Golkar berambisi meraih kemenangan besar di Pilkada 2020 nanti.
(poe)