Open Government: Perkembangan dan Masa Depan
A
A
A
Arie Hendrawan
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Undip
PADA 11-17 Maret 2019 lalu kita memperingati Open Government Week (OGW) di berbagai daerah. Ada macam-macam bentuk kegiatan OGW seperti seminar, sosialisasi, talkshow, diskusi publik hingga pameran. OGW merupakan rangkaian dari kegiatan yang dilaksanakan serentak secara global oleh negara-negara anggota Open Government Partnership (OGP) terkait topik keterbukaan pemerintah. Di Indonesia sendiri OGW hadir di empat wilayah, yaitu Semarang, Sintang, Sikka, dan Jakarta.
Sebagian di antara kita mungkin belum familier dengan terminologi open government. Konsep open government sebenarnya berasal dari artikel Wallace Parks yang bertugas di Subkomite Informasi Pemerintah Amerika Serikat pasca-Perang Dunia II. Memang jika diperkenalkan sebagai konsep dari transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, pada masa Yunani Kuno juga telah ada institusi bernama euthyna. Euthyna bertugas memeriksa pertanggungjawaban pejabat publik di depan majelis warga.
Kemudian dalam sejarah yang lebih baru, gagasan bahwa pemerintah harus terbuka untuk pengawasan publik berasal dari zaman Renaisans (Renaissance) ketika banyak filsuf menyerang doktrin absolut tentang kerahasiaan negara. Namun tonggak historis open government terjadi pada 2009 saat Obama melegitimasi Memorandum of Transparancy and Open Government yang lalu juga diikuti dengan peluncuran situs data.gov.uk oleh Pemerintah Inggris pada 2010.
Open government kembali mendapatkan momentum emas setelah Open Government Partnership (OGP) dideklarasikan oleh delapan negara, yaitu Amerika Serikat, Brasil, Inggris, Meksiko, Norwegia, Afrika Selatan, Filipina, dan Indonesia, di sela-sela Sidang Umum PBB pada 2011. OGP adalah inisiatif multilateral yang bertujuan membentuk komitmen konkret dalam mempromosikan pemerintah terbuka, memberdayakan warga, melawan korupsi, dan memanfaatkan teknologi baru.
Open Government di Indonesia
Titik awal perkembangan open government di Indonesia adalah peluncuran gerakan Open Government Indonesia (OGI) oleh Wapres Budiono di Istana Presiden pada Januari 2012.
Di tingkat nasional, OGI setidaknya memiliki dua program unggulan, yaitu Portal Satu Data dan LAPOR! Pertama, Portal Satu Data merupakan portal resmi pemerintah untuk data terbuka Indonesia yang berisikan data lintas kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintah daerah, dan semua instansi terkait lain yang menghasilkan data mengenai Indonesia. Portal Satu Data adalah simbol transformasi keterbukaan informasi dari pemerintah yang sebelumnya close by default menjadi open by default.
Kedua, LAPOR! merupakan singkatan dari Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat yang mulanya dibuat atas inisiatif Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP). LAPOR! terkoneksi dengan berbagai lembaga pemerintah seperti kementerian, lembaga non-kementerian, dan pemerintah daerah. Melalui sistem LAPOR!, masyarakat dapat berinteraksi dengan pemerintah mengenai pengawasan pembangunan dan implementasi pelayanan publik.
Masa Depan Open Government
Namun perkembangan open government di Indonesia yang tampaknya sudah berjalan dengan cukup baik bukan tanpa masalah. Masih ada berbagai pekerjaan rumah bagi OGI yang perlu diselesaikan agar mampu meningkatkan kualitas open government Indonesia di masa depan. Hal tersebut setidaknya bisa terlihat dari performa Indonesia menurut Open Data Barometer maupun Global Open Data Index. Dari rentang 2014-2017, peningkatan skor open data Indonesia masih sangat lamban.
Menghadapi persoalan tersebut, pengembangan kapasitas mutlak dilakukan oleh OGI, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pertama, dari segi kuantitas, OGI perlu untuk memastikan bahwa seluruh pemerintah daerah terintegrasi dengan LAPOR! dan Portal Satu Data. Sampai Januari 2019, masih ada sejumlah pemkab yang belum terjangkau LAPOR! dan Portal Satu Data. Padahal, di era desentralisasi seperti saat ini, domain pertautan layanan publik dengan masyarakat banyak terjadi di level daerah.
Kedua, dari segi kualitas, OGI perlu memastikan bahwa sistem LAPOR! dan Portal Satu Data tidak hanya sebatas diresmikan secara formal, tetapi juga harus dijalankan secara efektif. Dalam sistem LAPOR! misalnya, rata-rata laporan yang selesai masih di bawah 65% dari total laporan yang mencapai 1.180.609 (per Januari 2017). Selain itu fitur dengan konsep forum diskusi publik dapat ditambahkan untuk membuka ruang diskursus masyarakat tentang input maupun output kebijakan.
Terakhir, perlu ada reinterpretasi bahwa open government bukan “portalisasi digital” informasi publik semata. Esensinya, open government adalah sebuah sistem, sedangkan teknologi merupakan instrumen. Jadi open government juga harus dapat diaplikasikan secara langsung, contoh dengan dialog publik berkala seperti di Bojonegoro melalui Dialog Jumat. Kita berharap di masa depan, open government akan mendukung berbagai upaya resolusi masalah krusial bangsa guna mewujudkan SDGs.
Mahasiswa Magister Ilmu Politik Undip
PADA 11-17 Maret 2019 lalu kita memperingati Open Government Week (OGW) di berbagai daerah. Ada macam-macam bentuk kegiatan OGW seperti seminar, sosialisasi, talkshow, diskusi publik hingga pameran. OGW merupakan rangkaian dari kegiatan yang dilaksanakan serentak secara global oleh negara-negara anggota Open Government Partnership (OGP) terkait topik keterbukaan pemerintah. Di Indonesia sendiri OGW hadir di empat wilayah, yaitu Semarang, Sintang, Sikka, dan Jakarta.
Sebagian di antara kita mungkin belum familier dengan terminologi open government. Konsep open government sebenarnya berasal dari artikel Wallace Parks yang bertugas di Subkomite Informasi Pemerintah Amerika Serikat pasca-Perang Dunia II. Memang jika diperkenalkan sebagai konsep dari transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, pada masa Yunani Kuno juga telah ada institusi bernama euthyna. Euthyna bertugas memeriksa pertanggungjawaban pejabat publik di depan majelis warga.
Kemudian dalam sejarah yang lebih baru, gagasan bahwa pemerintah harus terbuka untuk pengawasan publik berasal dari zaman Renaisans (Renaissance) ketika banyak filsuf menyerang doktrin absolut tentang kerahasiaan negara. Namun tonggak historis open government terjadi pada 2009 saat Obama melegitimasi Memorandum of Transparancy and Open Government yang lalu juga diikuti dengan peluncuran situs data.gov.uk oleh Pemerintah Inggris pada 2010.
Open government kembali mendapatkan momentum emas setelah Open Government Partnership (OGP) dideklarasikan oleh delapan negara, yaitu Amerika Serikat, Brasil, Inggris, Meksiko, Norwegia, Afrika Selatan, Filipina, dan Indonesia, di sela-sela Sidang Umum PBB pada 2011. OGP adalah inisiatif multilateral yang bertujuan membentuk komitmen konkret dalam mempromosikan pemerintah terbuka, memberdayakan warga, melawan korupsi, dan memanfaatkan teknologi baru.
Open Government di Indonesia
Titik awal perkembangan open government di Indonesia adalah peluncuran gerakan Open Government Indonesia (OGI) oleh Wapres Budiono di Istana Presiden pada Januari 2012.
Di tingkat nasional, OGI setidaknya memiliki dua program unggulan, yaitu Portal Satu Data dan LAPOR! Pertama, Portal Satu Data merupakan portal resmi pemerintah untuk data terbuka Indonesia yang berisikan data lintas kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintah daerah, dan semua instansi terkait lain yang menghasilkan data mengenai Indonesia. Portal Satu Data adalah simbol transformasi keterbukaan informasi dari pemerintah yang sebelumnya close by default menjadi open by default.
Kedua, LAPOR! merupakan singkatan dari Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat yang mulanya dibuat atas inisiatif Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP). LAPOR! terkoneksi dengan berbagai lembaga pemerintah seperti kementerian, lembaga non-kementerian, dan pemerintah daerah. Melalui sistem LAPOR!, masyarakat dapat berinteraksi dengan pemerintah mengenai pengawasan pembangunan dan implementasi pelayanan publik.
Masa Depan Open Government
Namun perkembangan open government di Indonesia yang tampaknya sudah berjalan dengan cukup baik bukan tanpa masalah. Masih ada berbagai pekerjaan rumah bagi OGI yang perlu diselesaikan agar mampu meningkatkan kualitas open government Indonesia di masa depan. Hal tersebut setidaknya bisa terlihat dari performa Indonesia menurut Open Data Barometer maupun Global Open Data Index. Dari rentang 2014-2017, peningkatan skor open data Indonesia masih sangat lamban.
Menghadapi persoalan tersebut, pengembangan kapasitas mutlak dilakukan oleh OGI, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pertama, dari segi kuantitas, OGI perlu untuk memastikan bahwa seluruh pemerintah daerah terintegrasi dengan LAPOR! dan Portal Satu Data. Sampai Januari 2019, masih ada sejumlah pemkab yang belum terjangkau LAPOR! dan Portal Satu Data. Padahal, di era desentralisasi seperti saat ini, domain pertautan layanan publik dengan masyarakat banyak terjadi di level daerah.
Kedua, dari segi kualitas, OGI perlu memastikan bahwa sistem LAPOR! dan Portal Satu Data tidak hanya sebatas diresmikan secara formal, tetapi juga harus dijalankan secara efektif. Dalam sistem LAPOR! misalnya, rata-rata laporan yang selesai masih di bawah 65% dari total laporan yang mencapai 1.180.609 (per Januari 2017). Selain itu fitur dengan konsep forum diskusi publik dapat ditambahkan untuk membuka ruang diskursus masyarakat tentang input maupun output kebijakan.
Terakhir, perlu ada reinterpretasi bahwa open government bukan “portalisasi digital” informasi publik semata. Esensinya, open government adalah sebuah sistem, sedangkan teknologi merupakan instrumen. Jadi open government juga harus dapat diaplikasikan secara langsung, contoh dengan dialog publik berkala seperti di Bojonegoro melalui Dialog Jumat. Kita berharap di masa depan, open government akan mendukung berbagai upaya resolusi masalah krusial bangsa guna mewujudkan SDGs.
(kri)