Politik, Guru, dan Pilpres 2019

Jum'at, 23 November 2018 - 08:56 WIB
Politik, Guru, dan Pilpres 2019
Politik, Guru, dan Pilpres 2019
A A A
Rakhmat Hidayat Pengajar Prodi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

MEMPERINGATI Hari Guru Nasional, 25 November 2018, tiba-tiba kita di­riuh­kan dengan wacana usulan kenaikan gaji guru mencapai Rp20 juta. Awalnya ini usulan pribadi dari politikus PKS yang juga juru bicara calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, kemu­dian direspons Prabowo dan lan­tas ber­kem­bang serta men­dapat­kan tanggapan dari tim sukses Jokowi-Ma’ruf Amin. Tak pelak ini menjadi isu publik.Membincangkan guru tak se­kadar berbicara gaji/peng­hasilan meskipun itu adalah hal yang tidak kalah penting bagi kehidupan guru. Di satu sisi membincangkan guru pada sekadar gaji an sich merupakan simplifikasi permasalahan guru. Kita dihadapkan dengan berbagai masalah dan tantang­an yang dihadapi guru. Per­bincangan dan diskusi tentang guru harusnya ditempatkan lebih substansial dan strategis sebagai bagian dari pengelola­an republik ini.Meski masih jauh dari proses kampanye gagasan, rasanya diskusi ten­tang guru dan visi pendidikan pasangan capres belum tam­pak. Publik diriuhkan dengan isu-isu yang instan, defisit substansial, dan miskin per­debatan. Yang ada adalah debat kusir, adu diksi yang tak ber­kesudahan, adu puisi yang se­muanya menegasi­kan kontes­tasi gagasan dan visi pen­didikan yang mereka usung. Publik perlu memahami dan men­diskusikan apa gagasan dan tawaran pemikiran pen­didikan para pasangan capres itu. Kita perlu membuka ruang dialog dan diskusi untuk meng­uji visi dan gagasan pendidikan mereka.

Momentum
Peringatan Hari Guru Nasional mesti kita tempatkan sebagai momentum untuk me­ramaikan diskursus guru dan pendidikan sejalan dengan kon­­testasi Pilpres 2019. Ada be­­berapa alasan yang men­dukung ini. (1) Pilpres 2019 harus di­bangun atas diskursus, gagas­an, dan visi membangun Indo­nesia ke depan. Tidak ter­jebak pada praktik politik yang miskin substansi dan justru membodohi rakyatnya dengan berbagai strategi pencitra­an­nya.Isu pen­didikan harus di­tem­pat­k­an sebagai pintu ma­suk dalam tata kelola re­publik ini terkait dengan pem­­bangun­an sumber daya manusia. Energi republik ini harus di­dorong untuk me­mas­ti­kan arah dan prospek cetak biru pen­didikan dan khusus­nya guru di Indonesia. Mau dibawa ke mana dan bagai­mana guru-guru Indonesia di era digital ini? (2) Diskursus pendidikan men­cakup ranah yang makro.
Dia terkait dengan sumber daya manusia dan anggaran yang mengatur masa depan republik ini. Artinya mengelola pen­di­dik­­an dengan baik adalah ref­leksi dari masa depan Indonesia. Di pen­didik­an, kita membicara­kan guru, kuri­ku­lum, sarana-prasarana hingga hak dan akses pemera­ta­­an pen­didikan.Mari kita telaah dengan saksama tawaran dan gagasan pendidikan kedua pasangan capres berdasarkan dokumen resmi yang diserahkan ke KPU. Pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mengusung sembilan misi se­bagai terjemahan dari visinya. Dokumen resminya terdiri atas 38 halaman.Misi yang terkait dengan pendidikan dan ke­bu­dayaan adalah (1) peningkatan kualitas manusia Indonesia, (2) kemajuan budaya yang men­cerminkan kepribadian bang­sa. Dalam hal peningkatan kua­litas SDM, hal itu mencakup ranah kesehatan dan ranah pendidikan. Mari kita telaah turunan dari ranah pendidikan yang mencakup (1) pengem­bangan reformasi sis­tem pen­didikan, (2) revitalisasi pen­didik­an dan pelatihan vokasi, dan (3) penumbuhan ke­wira­usahaan.Secara lebih ter­perinci, turunannya adalah reformasi sis­tem pendidikan, pe­mer­cepat­an pelak­sana­an Wajib Belajar 12 Tahun, pemerata­an sarana pen­didik­an di daerah ter­ting­gal, peningkatkan Program Indo­nesia Pintar, upaya mem­per­luas beasiswa afirmasi bagi maha­siswa mis­kin di wilayah 3T, per­cepatan akses dan peme­rataan kualitas pen­didikan, penguatan ma­dra­sah dan pe­santren, pening­katan pen­didik­an mental ka­rak­ter bangsa, gerakan lite­rasi, revital­isasi pendidikan vokasi, serta peningkatan akses buruh untuk men­dapat­kan bea­siswa pen­didikan dan kete­ram­pilan, me­num­buh­kan ke­wira­usahaan.Adapun pasangan Prabowo-Sandi mengusung lima misi. Dokumen resminya terdiri atas 14 halaman. Misi yang ter­kait dengan ranah pen­didik­an ada­lah “membangun masyarakat Indonesia yang cerdas, sehat, berkualitas, produktif, dan ber­daya saing dalam kehidupan yang aman, rukun, damai, dan bermar­tab­at serta terlindungi oleh jaminan sosial yang ber­keadilan tanpa diskriminasi”.Adapun turunan program kerja operasional dalam bidang pendidikan mulai dari inisiasi gerakan "Revolusi Putih" untuk mengatasi gizi buruk, pem­bangunan infrastruktur pen­didikan, penghapusan Pajak Per­tambahan Nilai (PPN) un­tuk semua jenis buku, peng­hapusan Pajak Peng­hasil­an (PPh) royalti penulisan buku, upaya men­dorong gerak­an literasi, pe­ngem­bangan se­kolah vokasi, mengangkat guru honor K2 menjadi aparatur sipil ne­gara (ASN) dan memberlaku­kan upah mi­nimum untuk kategori guru swasta, PAUD, madrasah dan yayasan, pengembangan pendidikan jarak jauh, meng­gratiskan per­guruan tinggi bagi yang ber­prestasi, perluasan oto­nomi perguruan tinggi, kade­risasi pemimpin nasional melalui sekolah, pendidikan ka­rakter bangsa melalui 8 ka­rak­ter uta­ma, serta pening­katan akses disabilitas.
Catatan PentingBerdasarkan penjelasan ter­sebut, saya memberikan bebe­rapa catatan penting. Pertama, aspek guru kurang mendapat perhatian serius dalam visi dan misi cawapres. Poin saya adalah bagaimana manajemen pe­ning­­­katan kualitas guru Indo­nesia? Bukan sekadar meng­angkat guru honor menjadi ASN atau memperhatikan guru-guru swasta, madrasah atau yayasan.Kita ingin men­dalami bagai­mana cetak biru guru Indonesia ke depan, misalnya, dalam meng­hadapi tantangan digital dan era milenial. Cetak biru guru Indonesia adalah manifesto me­ngenai mengelola, me­rawat, dan memper­juang­kan guru de­ngan masa depannya. Ia men­cakup arah kebijakan pengem­bangan guru di Indonesia dengan berbagai turunannya semisal aksesibilitas studi lanjut dan program-program pengembangan kapasitas guru seperti pelatihan, beasiswa, hibah.Guru adalah ujung tombak pendidikan. Akan tidak berarti jika secanggih apa pun sistem pendidikan tidak ditopang peningkatan kualitas guru. Cetak biru guru juga mencakup pengadaan, penyebaran, dan pemerataan guru di Indonesia, khususnya di daerah-daerah 3T. Hal lainnya yang tidak kalah penting adalah komit­men ang­garan pendidikan da­lam APBN yang tidak tercan­tum dalam visi dan misi kedua pasangan capres. Sejatinya cetak biru ini sudah tersusun sistematis di antara kedua pasangan se­hing­ga publik bisa membahasnya lebih kritis dan mendalam.Kedua, diskursus kebu­daya­an belum diperdalam dan men­dapatkan titik prioritas dan bagaimana kaitannya de­ngan pendidikan. Tampaknya ada kesan bahwa pendidikan dan kebudayaan terpisah da­lam dua kamar yang berbeda. Kebu­daya­an dan pendidikan adalah dua hal yang tak bisa dipisah­kan. Keduanya meng­alami relasi dualitas yang me­lekat satu dan lain­nya. Arti­nya jika kita mem­bicarakan pen­didikan, sejat­i­nya kita juga harus melihat aspek kebuda­ya­an. Begitu pula se­baliknya.Jokowi-Ma’ruf eksplisit men­cantumkan misi kebuda­ya­annya dalam misi nomor 5 (ke­majuan budaya yang men­cer­minkan kepribadian bang­sa). Dalam misi kebudayaan itu ter­cakup enam hal, yaitu pem­bina­an ideologi Pancasila, revi­tal­­isasi revolusi mental, resto­rasi toleransi dan kerukunan so­sial, pengembangan pemaju­an seni-budaya, kepeloporan pemuda, pengembangan olah­raga.Sementara itu Prabowo-Sandi merumuskannya dalam 12 Pilar Budaya dan Ling­kung­an Hidup yang diturunkan da­lam 18 program aksi kebudaya­annya. Ke-18 item ini lebih ter­perinci bila dibandingkan de­ngan pasangan Jokowi-Ma’ruf. Kebudayaan adalah refleksi dari kehidupan manusia se­hari-hari.Agenda kita adalah men­dorong terjadinya diskursus publik untuk meramaikan isu pendidikan sebagai hal yang tak terpisahkan dari ranah pen­didikan dan sumber daya ma­nusia. Libatkanlah pemangku kepentingan seperti kampus, media, dan kelompok masya­rakat untuk ikut terlibat dalam isu publik tersebut. Agenda lain adalah menghentikan debat kusir dan parodi politik yang sesaat dan defisit substansi. Dengan dua agenda ini, kita ber­upaya menempatkan pen­didik­an dan kebudayaan seba­gai bagian dari kehidupan rak­yat Indonesia. Bukan sekadar komoditas dan konsumsi elite politik.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6758 seconds (0.1#10.140)