Ormas Islam dan Hari Pahlawan
A
A
A
Mohamad Fadhilah Zein
Anggota Komisi Infokom MUI
NAHDLATUl Ulama (NU) menjadi ormas keagamaan, yang senantiasa membuktikan diri sebagai penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam perjalanan sejarahnya, NU tampil di depan untuk membela nasionalisme dan agama. Bahkan, tindakan paling “radikal” yang pernah dilakukan Hadhratus Syaikh Hasyim Asyíari selaku pendiri NU adalah mengeluarkan Resolusi Jihad. Isinya, mempertahankan kemerdekaan RI dari kembalinya penjajah di Bumi Pertiwi adalah fardhu ain bagi setiap muslim dan warga NU.
Resolusi Jihad ini diproklamasikan pada 22 Oktober 1945, dan menyebabkan pecahnya perang heroik 10 November 1945 di Surabaya. Ini menjadi sikap tegas NU yang menghadirkan dua dampak, yakni politik dan militer. Secara politik, Resolusi Jihad memberikan keabsahan pembelaan secara agama terhadap bangsa dan negara. Sedangkan secara militer, Resolusi Jihad membakar semangat Jihad fi Sabilillah bagi siapa pun yang saat itu bertempur di Surabaya. Tanggal 10 November pun diperingati setiap tahun sebagai hari pahlawan.
Para kiai NU dan jamaahnya terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Mereka tergabung dalam laskar Hizbullah yang memang berlatar belakang nahdhiyyin. Di daerah, para kiai kampung membentuk Laskar Sabilillah yang kebanyakan komandan tertinggi mereka juga memimpin NU.
Muhammadiyah juga sebagai ormas terbesar memiliki peranan sangat besar bagi kemerdekaan RI. Sebelum pecah perang Surabaya, lahir Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dari rahim Kongres Umat Islam Indonesia yang berlangsung pada 7-8 November 1945. Kongres tersebut berlangsung di Gedung Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta.
Ini juga sumbangan besar dari warga Muhammadiyah dan sejumlah ormas lainnya, untuk melahirkan partai politik sebagai wadah perjuangan yang lebih moderat. Perjuangan Muhammadiyah adalah memainkan peranan yang saling terkait, yaitu (1) sebagai reformis keagamaan, (2) sebagai pelaku perubahan sosial, dan (3) sebagai kekuatan politik, yang datang dari implikasi filosofis modernisme Islam yang dianut. (Alfian, 2010:5).
Kiai Ahmad Dahlan adalah aktor politik utama dalam tubuh organisasi Muhammadiyah yang memiliki keprihatinan kuat membebaskan umat Islam dari penjajahan. Ahmad Dahlan memperjuangkan ide-ide kemerdekaannya melalui pembaharuan langsung. Perjuangannya lebih mengedepankan pada pemecahan problem sosial secara nyata, terutama di sektor ekonomi dan pendidikan.
Selain Ahmad Dahlan, tokoh Muhammadiyah lainnya yang memiliki peranan menjaga kemerdekaan adalah Kasman Singodimedjo. Dia adalah diplomat ulung yang terkenal dengan lobi tujuh kata dasar negara Indonesia. Ketika ancaman dari golongan nonmuslim memisahkan diri dari RI karena tujuh kata tercantum dalam Piagam Jakarta, Kasman hadir menyelamatkan keutuhan NKRI.
Dia menjadi tokoh politik senior yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan, namun dia pula yang melobi tokoh-tokoh muslim untuk bersedia menghapus tujuh kata dalam dasar negara. Persatuan Islam (Persis) pun memiliki sumbangan bagi perjuangan kemerdekaan RI. Organisasi yang lahir di Bandung ini ikut memelopori Partai Masyumi dan menghadang ancaman rongrongan Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi ini bahkan menjadi anggota istimewa ketika Masyumi dideklarasikan.
Persis didirikan oleh A Hassan, namun organisasi ini juga mengantarkan Muhammad Natsir menjadi tokoh Islam nasional. Bagi Natsir, Persis adalah “dapur” pertama yang menggodoknya menjadi seorang pemimpin terkemuka di negara ini. Dalam pandangan Natsir, di era kemerdekaan, umat Islam menghadapi tiga hal pelik, yakni menjawab tantangan kebudayaan lokal nonmuslim,memegang teguh keyakinan dan amalan Islam, dan menyesuaikan diri terhadap pikiran dan teknologi modern.
Tiga hal tersebut memosisikan Natsir melalui Persis untuk menjawab berbagai tantangan umat Islam. Natsir dikenal dengan intelektualitasnya yang tinggi dalam perdebatan, ceramah, diskusi, dan perhatiannya terhadap umat dan negara. Pandangannya terhadap kebangsaan adalah pentingnya integrasi nilai-nilai Islam tradisional dan modern.
Ormas lain yang juga memiliki sumbangan besar bagi kemerdekaan RI adalah Al Washliyah. Organisasi yang lahir di Sumatera Utara ini memiliki komitmen mempertahankan kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada 9 Oktober 1945, Pengurus Besar (PB) Al Washliyah mengirim surat kawat (telegram) kepada Presiden RI Soekarno dan Gubernur Sumatera Utara Tk Mohd Hasan.
Isi telegramnya adalah komitmen mempertahankan kemerdekaan RI. Telegram itu menjadi penting karena penjajah Belanda dan Jepang berusaha menganeksasi kembali sejumlah wilayah di RI pascaproklamasi. Beberapa wilayah melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan agar Bumi Pertiwi tidak kembali dijajah.
Al Washliyah sendiri melakukan perlawanan terhadap pasukan Jepang yang berusaha merebut Kota Tebingtinggi pada 13 Desember 1945. Tidak kalah heroiknya dengan pertempuran Surabaya, Laskar Al Washliyah pun mengobarkan semangat perlawanan. Di antara mereka bergabung dengan Laskar Hizbullah yang sejak awal memang mengumandangkan jihad fi sabilillah.
Pemaparan di atas hanya segelintir dari ratusan ormas yang ada di Indonesia, yang disajikan dalam tulisan ini. Ini membuktikan bahwa umat memiliki sejarah panjang dalam merebut dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tegas dan penuh toleransi adalah karakter ormas Islam yang mewarnai sejarah perjalanan bangsa. Di bawah bimbingan ulama, perjalanan bangsa dan negara senantiasa diwarnai dengan perjuangan tak kenal henti.
Ini juga membuktikan rakyat Indonesia tidak lepas dari perjuangan serta semangat jihad para ulama terdahulu. Mayoritas mereka adalah ulama besar yang saat itu memilih memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara demi mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik. Penjajahan yang datang silih berganti, mulai Belanda, Jepang, hingga negara sekutu, membuat ulama bangkit untuk tidak hanya berbicara teori-teori keagamaan, tetapi juga turut bersimbah darah merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Pengorbanan para ulama itu tentu tidak boleh sia-sia. Kewajiban rakyat Indonesia saat ini adalah menjaga kemerdekaan dan kedaulatan NKRI dalam segala ancaman dan bahaya. Wajibnya menjaga NKRI sama dengan wajibnya melaksanakan syariat agama. Selamat Hari Pahlawan.
Anggota Komisi Infokom MUI
NAHDLATUl Ulama (NU) menjadi ormas keagamaan, yang senantiasa membuktikan diri sebagai penjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam perjalanan sejarahnya, NU tampil di depan untuk membela nasionalisme dan agama. Bahkan, tindakan paling “radikal” yang pernah dilakukan Hadhratus Syaikh Hasyim Asyíari selaku pendiri NU adalah mengeluarkan Resolusi Jihad. Isinya, mempertahankan kemerdekaan RI dari kembalinya penjajah di Bumi Pertiwi adalah fardhu ain bagi setiap muslim dan warga NU.
Resolusi Jihad ini diproklamasikan pada 22 Oktober 1945, dan menyebabkan pecahnya perang heroik 10 November 1945 di Surabaya. Ini menjadi sikap tegas NU yang menghadirkan dua dampak, yakni politik dan militer. Secara politik, Resolusi Jihad memberikan keabsahan pembelaan secara agama terhadap bangsa dan negara. Sedangkan secara militer, Resolusi Jihad membakar semangat Jihad fi Sabilillah bagi siapa pun yang saat itu bertempur di Surabaya. Tanggal 10 November pun diperingati setiap tahun sebagai hari pahlawan.
Para kiai NU dan jamaahnya terlibat dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Mereka tergabung dalam laskar Hizbullah yang memang berlatar belakang nahdhiyyin. Di daerah, para kiai kampung membentuk Laskar Sabilillah yang kebanyakan komandan tertinggi mereka juga memimpin NU.
Muhammadiyah juga sebagai ormas terbesar memiliki peranan sangat besar bagi kemerdekaan RI. Sebelum pecah perang Surabaya, lahir Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dari rahim Kongres Umat Islam Indonesia yang berlangsung pada 7-8 November 1945. Kongres tersebut berlangsung di Gedung Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta.
Ini juga sumbangan besar dari warga Muhammadiyah dan sejumlah ormas lainnya, untuk melahirkan partai politik sebagai wadah perjuangan yang lebih moderat. Perjuangan Muhammadiyah adalah memainkan peranan yang saling terkait, yaitu (1) sebagai reformis keagamaan, (2) sebagai pelaku perubahan sosial, dan (3) sebagai kekuatan politik, yang datang dari implikasi filosofis modernisme Islam yang dianut. (Alfian, 2010:5).
Kiai Ahmad Dahlan adalah aktor politik utama dalam tubuh organisasi Muhammadiyah yang memiliki keprihatinan kuat membebaskan umat Islam dari penjajahan. Ahmad Dahlan memperjuangkan ide-ide kemerdekaannya melalui pembaharuan langsung. Perjuangannya lebih mengedepankan pada pemecahan problem sosial secara nyata, terutama di sektor ekonomi dan pendidikan.
Selain Ahmad Dahlan, tokoh Muhammadiyah lainnya yang memiliki peranan menjaga kemerdekaan adalah Kasman Singodimedjo. Dia adalah diplomat ulung yang terkenal dengan lobi tujuh kata dasar negara Indonesia. Ketika ancaman dari golongan nonmuslim memisahkan diri dari RI karena tujuh kata tercantum dalam Piagam Jakarta, Kasman hadir menyelamatkan keutuhan NKRI.
Dia menjadi tokoh politik senior yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan, namun dia pula yang melobi tokoh-tokoh muslim untuk bersedia menghapus tujuh kata dalam dasar negara. Persatuan Islam (Persis) pun memiliki sumbangan bagi perjuangan kemerdekaan RI. Organisasi yang lahir di Bandung ini ikut memelopori Partai Masyumi dan menghadang ancaman rongrongan Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi ini bahkan menjadi anggota istimewa ketika Masyumi dideklarasikan.
Persis didirikan oleh A Hassan, namun organisasi ini juga mengantarkan Muhammad Natsir menjadi tokoh Islam nasional. Bagi Natsir, Persis adalah “dapur” pertama yang menggodoknya menjadi seorang pemimpin terkemuka di negara ini. Dalam pandangan Natsir, di era kemerdekaan, umat Islam menghadapi tiga hal pelik, yakni menjawab tantangan kebudayaan lokal nonmuslim,memegang teguh keyakinan dan amalan Islam, dan menyesuaikan diri terhadap pikiran dan teknologi modern.
Tiga hal tersebut memosisikan Natsir melalui Persis untuk menjawab berbagai tantangan umat Islam. Natsir dikenal dengan intelektualitasnya yang tinggi dalam perdebatan, ceramah, diskusi, dan perhatiannya terhadap umat dan negara. Pandangannya terhadap kebangsaan adalah pentingnya integrasi nilai-nilai Islam tradisional dan modern.
Ormas lain yang juga memiliki sumbangan besar bagi kemerdekaan RI adalah Al Washliyah. Organisasi yang lahir di Sumatera Utara ini memiliki komitmen mempertahankan kemerdekaan RI yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Pada 9 Oktober 1945, Pengurus Besar (PB) Al Washliyah mengirim surat kawat (telegram) kepada Presiden RI Soekarno dan Gubernur Sumatera Utara Tk Mohd Hasan.
Isi telegramnya adalah komitmen mempertahankan kemerdekaan RI. Telegram itu menjadi penting karena penjajah Belanda dan Jepang berusaha menganeksasi kembali sejumlah wilayah di RI pascaproklamasi. Beberapa wilayah melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan agar Bumi Pertiwi tidak kembali dijajah.
Al Washliyah sendiri melakukan perlawanan terhadap pasukan Jepang yang berusaha merebut Kota Tebingtinggi pada 13 Desember 1945. Tidak kalah heroiknya dengan pertempuran Surabaya, Laskar Al Washliyah pun mengobarkan semangat perlawanan. Di antara mereka bergabung dengan Laskar Hizbullah yang sejak awal memang mengumandangkan jihad fi sabilillah.
Pemaparan di atas hanya segelintir dari ratusan ormas yang ada di Indonesia, yang disajikan dalam tulisan ini. Ini membuktikan bahwa umat memiliki sejarah panjang dalam merebut dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tegas dan penuh toleransi adalah karakter ormas Islam yang mewarnai sejarah perjalanan bangsa. Di bawah bimbingan ulama, perjalanan bangsa dan negara senantiasa diwarnai dengan perjuangan tak kenal henti.
Ini juga membuktikan rakyat Indonesia tidak lepas dari perjuangan serta semangat jihad para ulama terdahulu. Mayoritas mereka adalah ulama besar yang saat itu memilih memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara demi mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik. Penjajahan yang datang silih berganti, mulai Belanda, Jepang, hingga negara sekutu, membuat ulama bangkit untuk tidak hanya berbicara teori-teori keagamaan, tetapi juga turut bersimbah darah merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Pengorbanan para ulama itu tentu tidak boleh sia-sia. Kewajiban rakyat Indonesia saat ini adalah menjaga kemerdekaan dan kedaulatan NKRI dalam segala ancaman dan bahaya. Wajibnya menjaga NKRI sama dengan wajibnya melaksanakan syariat agama. Selamat Hari Pahlawan.
(thm)