Sistem Zonasi dan Pemerataan Kualitas Pendidikan
A
A
A
Yulina Eva Riany
Dosen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Honorary Research Fellow di The University of Queensland, Australia
KEBIJAKAN sistem zonasi pada proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang baru saja diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, menuai polemik dari berbagai pihak. Kontroversi pemberlakuan kebijakan ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat akan ketidaksiapan sumber daya sekolah di daerah pinggiran dalam menerapkan sistem yang baru. Sistem zonasi ini bahkan dipercaya merupakan penyebab kasus bunuh diri remaja di Blitar, EPA, 16, (28/5) akibat ketakutan karena tidak diterima di sekolah pilihannya.
Sistem zonasi pada PPDB yang diberlakukan Kemendikbud sejatinya adalah kebijakan yang memberlakukan tes seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan zona area tempat tinggal, usia peserta didik, hasil nilai ujian, dan prestasi akademik dan nonakademik. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan ruang yang luas bagi para siswa berprestasi dari keluarga yang tidak mampu untuk dapat merasakan fasilitas pendidikan dengan cara melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah daerah setempat.
Namun dalam praktiknya di lapangan, banyak sekali terjadi penyimpangan proses yang disebabkan oleh pemalsuan SKTM oleh ribuan orang tua. Orang tua ramai-ramai melakukan praktik kecurangan dengan memalsukan SKTM, dengan harapan untuk dapat lolos seleksi di sekolah unggulan di area tempat tinggalnya yang seharusnya merupakan media bagi anak dari keluarga tidak mampu yang berprestasi untuk dapat bersekolah di tempat itu. Orang tua melakukan pemalsuan SKTM yang tidak menggambarkan kondisi perekonomian keluarga calon peserta didik sesungguhnya.
Pemerataan Pembangunan SDM
Sebenarnya kebijakan sistem zonasi ini bukan hal baru. Sistem ini sudah diterapkan di negara lain seperti Inggris, Amerika, Australia, Finlandia, Kanada, Jepang. Sistem zonasi ini bertujuan memberikan pemerataan pendidikan kepada seluruh masyarakat hingga di remote area. Selain itu, sistem ini memberikan kemudahan bagi pihak sekolah untuk memastikan bahwa seluruh anak usia sekolah di area tersebut terdaftar di sekolah.
Serupa dengan tujuan sistem zonasi di negara luar, sejatinya sistem zonasi pada PPDB bertujuan untuk melakukan pemerataan kualitas sumber daya manusia di berbagai area di Indonesia. Kebijakan ini membuka kesempatan yang luas bagi tercapainya keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Mengutip pernyataan Nelson Mandela bahwa “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”. Sistem zonasi ini untuk mempersiapkan seluruh generasi bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan yang layak demi adanya perubahan positif bagi bangsa ini dalam jangka panjang.
Melalui pemberlakuan kebijakan zonasi, pemerintah berharap para orang tua dan peserta didik dapat memperoleh manfaat secara finansial dan kualitas akademik. Hasil penelitian oleh Thiele dan tim terhadap kebijakan zonasi sekolah di Inggris (2014) menunjukkan bahwa pemberlakuan kebijakan bersekolah di area tempat tinggal juga dapat meningkatkan kualitas akademik peserta didik. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas gangguan dari lingkungan luar yang dapat memberikan dampak negatif pada performa akademik siswa.
Kualitas Hubungan Anggota Keluarga
Penerapan sistem pendidikan berdasarkan zonasi juga dipercaya dapat menyediakan ruang pengawasan yang lebih baik bagi para orang tua terhadap anaknya. Orang tua dapat dengan mudah memberikan pengawasan seusai kegiatan belajar-mengajar di sekolah selesai. Maka harapannya, dengan adanya pengawasan yang komprehensif dari guru dan orang tua di sekolah dan di rumah, berbagai kasus kekerasan terhadap anak, kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, pornografi, hingga doktrinasi radikalisme yang terjadi akibat peralihan waktu pengawasan oleh sekolah ke keluarga yang terkadang tidak sinkron dapat diminimalisasi.
Selain itu, dengan mempersingkat jarak tempuh dari sekolah ke rumah, waktu bagi para orang tua untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak akan tersedia lebih banyak. Komunikasi dan interaksi yang intensif antara orang tua dan anak tidak hanya akan meningkatkan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Dengan demikian, peran keluarga sebagai institusi pendidikan yang pertama dan utama dapat dioptimalkan.
Integrasi dengan Kebijakan Daerah
Melihat besarnya manfaat sistem zonasi bagi pembangunan sumber daya manusia di Indonesia, koordinasi dan integrasi kebijakan pusat dan daerah merupakan sebuah solusi strategis. Pemberlakuan integrasi ini diharapkan dapat memperkuat teknis penerapan sistem kebijakan ini di lapangan. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan SKTM kepada masyarakat seyogianya dapat melakukan pemberlakuan kontrol dan supervisi yang ketat terhadap kriteria masyarakat tidak mampu. Pengecekan dan pendataan ulang yang komprehensif terhadap masyarakat tidak mampu diharapkan dapat memberikan informasi yang riil kepada pihak sekolah tentang siapa yang memang berhak untuk masuk ke sekolah tertentu.
Selain itu, kriteria prestasi peserta didik tentunya merupakan sebuah kriteria seleksi yang harus memiliki perhatian lebih dalam menyaring peserta didik. Dengan begitu, performa akademik tidak menjadi nomor dua setelah SKTM dalam proses PPDB. Meskipun dipandang sebagai sebuah PR yang cukup berat, integrasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pihak sekolah diharapkan dapat menjadi sebuah win-win solution dalam menyikapi berbagai kasus penyelewengan proses PPDB. Sistem penerimaan siswa baru yang terintegrasi dan transparan tidak hanya dapat menjadi strategi pemerintah bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional, tetapi pemberlakuan sistem zonasi ini dapat memeratakan kesempatan mengenyam pendidikan bagi seluruh anak bangsa.
Dosen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Honorary Research Fellow di The University of Queensland, Australia
KEBIJAKAN sistem zonasi pada proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang baru saja diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, menuai polemik dari berbagai pihak. Kontroversi pemberlakuan kebijakan ini disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat akan ketidaksiapan sumber daya sekolah di daerah pinggiran dalam menerapkan sistem yang baru. Sistem zonasi ini bahkan dipercaya merupakan penyebab kasus bunuh diri remaja di Blitar, EPA, 16, (28/5) akibat ketakutan karena tidak diterima di sekolah pilihannya.
Sistem zonasi pada PPDB yang diberlakukan Kemendikbud sejatinya adalah kebijakan yang memberlakukan tes seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan zona area tempat tinggal, usia peserta didik, hasil nilai ujian, dan prestasi akademik dan nonakademik. Selain itu, kebijakan ini juga memberikan ruang yang luas bagi para siswa berprestasi dari keluarga yang tidak mampu untuk dapat merasakan fasilitas pendidikan dengan cara melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah daerah setempat.
Namun dalam praktiknya di lapangan, banyak sekali terjadi penyimpangan proses yang disebabkan oleh pemalsuan SKTM oleh ribuan orang tua. Orang tua ramai-ramai melakukan praktik kecurangan dengan memalsukan SKTM, dengan harapan untuk dapat lolos seleksi di sekolah unggulan di area tempat tinggalnya yang seharusnya merupakan media bagi anak dari keluarga tidak mampu yang berprestasi untuk dapat bersekolah di tempat itu. Orang tua melakukan pemalsuan SKTM yang tidak menggambarkan kondisi perekonomian keluarga calon peserta didik sesungguhnya.
Pemerataan Pembangunan SDM
Sebenarnya kebijakan sistem zonasi ini bukan hal baru. Sistem ini sudah diterapkan di negara lain seperti Inggris, Amerika, Australia, Finlandia, Kanada, Jepang. Sistem zonasi ini bertujuan memberikan pemerataan pendidikan kepada seluruh masyarakat hingga di remote area. Selain itu, sistem ini memberikan kemudahan bagi pihak sekolah untuk memastikan bahwa seluruh anak usia sekolah di area tersebut terdaftar di sekolah.
Serupa dengan tujuan sistem zonasi di negara luar, sejatinya sistem zonasi pada PPDB bertujuan untuk melakukan pemerataan kualitas sumber daya manusia di berbagai area di Indonesia. Kebijakan ini membuka kesempatan yang luas bagi tercapainya keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Mengutip pernyataan Nelson Mandela bahwa “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia”. Sistem zonasi ini untuk mempersiapkan seluruh generasi bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan yang layak demi adanya perubahan positif bagi bangsa ini dalam jangka panjang.
Melalui pemberlakuan kebijakan zonasi, pemerintah berharap para orang tua dan peserta didik dapat memperoleh manfaat secara finansial dan kualitas akademik. Hasil penelitian oleh Thiele dan tim terhadap kebijakan zonasi sekolah di Inggris (2014) menunjukkan bahwa pemberlakuan kebijakan bersekolah di area tempat tinggal juga dapat meningkatkan kualitas akademik peserta didik. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya intensitas gangguan dari lingkungan luar yang dapat memberikan dampak negatif pada performa akademik siswa.
Kualitas Hubungan Anggota Keluarga
Penerapan sistem pendidikan berdasarkan zonasi juga dipercaya dapat menyediakan ruang pengawasan yang lebih baik bagi para orang tua terhadap anaknya. Orang tua dapat dengan mudah memberikan pengawasan seusai kegiatan belajar-mengajar di sekolah selesai. Maka harapannya, dengan adanya pengawasan yang komprehensif dari guru dan orang tua di sekolah dan di rumah, berbagai kasus kekerasan terhadap anak, kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, pornografi, hingga doktrinasi radikalisme yang terjadi akibat peralihan waktu pengawasan oleh sekolah ke keluarga yang terkadang tidak sinkron dapat diminimalisasi.
Selain itu, dengan mempersingkat jarak tempuh dari sekolah ke rumah, waktu bagi para orang tua untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak akan tersedia lebih banyak. Komunikasi dan interaksi yang intensif antara orang tua dan anak tidak hanya akan meningkatkan kualitas hubungan antar anggota keluarga. Dengan demikian, peran keluarga sebagai institusi pendidikan yang pertama dan utama dapat dioptimalkan.
Integrasi dengan Kebijakan Daerah
Melihat besarnya manfaat sistem zonasi bagi pembangunan sumber daya manusia di Indonesia, koordinasi dan integrasi kebijakan pusat dan daerah merupakan sebuah solusi strategis. Pemberlakuan integrasi ini diharapkan dapat memperkuat teknis penerapan sistem kebijakan ini di lapangan. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan SKTM kepada masyarakat seyogianya dapat melakukan pemberlakuan kontrol dan supervisi yang ketat terhadap kriteria masyarakat tidak mampu. Pengecekan dan pendataan ulang yang komprehensif terhadap masyarakat tidak mampu diharapkan dapat memberikan informasi yang riil kepada pihak sekolah tentang siapa yang memang berhak untuk masuk ke sekolah tertentu.
Selain itu, kriteria prestasi peserta didik tentunya merupakan sebuah kriteria seleksi yang harus memiliki perhatian lebih dalam menyaring peserta didik. Dengan begitu, performa akademik tidak menjadi nomor dua setelah SKTM dalam proses PPDB. Meskipun dipandang sebagai sebuah PR yang cukup berat, integrasi dan koordinasi antara pemerintah daerah dan pihak sekolah diharapkan dapat menjadi sebuah win-win solution dalam menyikapi berbagai kasus penyelewengan proses PPDB. Sistem penerimaan siswa baru yang terintegrasi dan transparan tidak hanya dapat menjadi strategi pemerintah bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional, tetapi pemberlakuan sistem zonasi ini dapat memeratakan kesempatan mengenyam pendidikan bagi seluruh anak bangsa.
(pur)