Anggota DPR dari PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Hugua mengusulkan politik uang atau money politics dilegalkan pada pelaksanaan kontestasi politik. Dia berharap usulan ini diatur dalam peraturan teknis KPU.
Usulan ini disampaikan Hugua saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta pemerintah.
"Karena money politics ini keniscayaan, kita juga tidak money politics tidak ada yang pilih, tidak ada yang pilih di masyarakat karena atmosfernya beda," ujar Hugua.
"Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa, sehingga Bawaslu juga tahu bahwa kalau money politics batas ini harus disemprit," sambungnya.
Menurut dia, kalau tidak dilegalkan maka masalah politik uang tidak akan selesai. Akibatnya, pertarungan yang terjadi hanya antara orang yang memiliki modal besar.
"Kalau barang ini tidak dilegalkan kita kucing-kucingan terus yang akan pemenang nanti ke depan adalah saudagar. Jadi pertarungan para saudagar bukan lagi pertarungan para negarawan politisi dan negarawan, tetapi saudagar karena nggak punya uang pasti tidak akan menang rakyat tidak akan memilih karena ini atmosfer kondisi ekosistem masyarakat," ungkapnya.
Sehingga, Hugua berpandangan bahwa bisa saja politik uang dilegalkan dengan ditetapkan batasannya. "Kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimal Rp20 ribu atau Rp50 ribu atau Rp1 juta atau Rp5 juta karena ini permainan di situ," katanya.
Usulan ini langsung ditolak Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia. Menurut dia, semangat undang-undang tegas memberantas praktik politik uang.
"Ya sebenarnya semangat kita ini mau ubah UU pemilu. Pokoknya mau Rp1 pun harus kena tangkap. Jadi apalagi PKPU. Memang saya kira kita semua ini merasakan bahwa situasi pemilu kemarin tidak wajar bahasanya Pak Hugua," ujarnya.
Justru yang perlu dilakukan adalah memperbaiki undang-undang agar perbuatan politik uang tidak kerap terjadi ketika pemilu. "Caranya kita harus perbaiki membuat aturan yang lebih kuat lebih keras supaya itu tidak terjadi," ucapnya.
Usulan ini disampaikan Hugua saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), serta pemerintah.
"Karena money politics ini keniscayaan, kita juga tidak money politics tidak ada yang pilih, tidak ada yang pilih di masyarakat karena atmosfernya beda," ujar Hugua.
"Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa, sehingga Bawaslu juga tahu bahwa kalau money politics batas ini harus disemprit," sambungnya.
Menurut dia, kalau tidak dilegalkan maka masalah politik uang tidak akan selesai. Akibatnya, pertarungan yang terjadi hanya antara orang yang memiliki modal besar.
"Kalau barang ini tidak dilegalkan kita kucing-kucingan terus yang akan pemenang nanti ke depan adalah saudagar. Jadi pertarungan para saudagar bukan lagi pertarungan para negarawan politisi dan negarawan, tetapi saudagar karena nggak punya uang pasti tidak akan menang rakyat tidak akan memilih karena ini atmosfer kondisi ekosistem masyarakat," ungkapnya.
Sehingga, Hugua berpandangan bahwa bisa saja politik uang dilegalkan dengan ditetapkan batasannya. "Kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimal Rp20 ribu atau Rp50 ribu atau Rp1 juta atau Rp5 juta karena ini permainan di situ," katanya.
Usulan ini langsung ditolak Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia. Menurut dia, semangat undang-undang tegas memberantas praktik politik uang.
"Ya sebenarnya semangat kita ini mau ubah UU pemilu. Pokoknya mau Rp1 pun harus kena tangkap. Jadi apalagi PKPU. Memang saya kira kita semua ini merasakan bahwa situasi pemilu kemarin tidak wajar bahasanya Pak Hugua," ujarnya.
Justru yang perlu dilakukan adalah memperbaiki undang-undang agar perbuatan politik uang tidak kerap terjadi ketika pemilu. "Caranya kita harus perbaiki membuat aturan yang lebih kuat lebih keras supaya itu tidak terjadi," ucapnya.
(jon)