Ancaman Defisit Air Tawar
A
A
A
Posman Sibuea
Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumatera Utara
"Defisit dan kelangkaan air tawar dapat memicu terjadinya perang dan konflik baru antarnegara.” (Ban Ki-moon, 2008).
SEPANJANG bulan Maret, masyarakat dunia merayakan Hari Air Sedunia atau World Water Day. Meski air kebutuhan dasar manusia, peringatan Hari Air Sedunia belum mendapat perhatian secara baik. Padahal, setiap negara anggota PBB yang memperingati Hari Air diharapkan mau melaksanakan berbagai kegiatan hemat sesuai kondisi masing-masing.
Sekadar mengingatkan, pada 2010 Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan Kerja Sama Air Internasional. Sehubungan dengan deklarasi itu, setelah delapan tahun, bagaimana hasil kerja sama tersebut untuk mengatasi defisit air di tengah warga dunia? Meski air kebutuhan dasar manusia, peringatan Hari Air Sedunia belum mendapat perhatian luas masyarakat.
Di tengah kehidupan yang kian boros energi karena tersedianya berbagai fasilitas yang memanjakan kehidupan, setiap anggota masyarakat seharusnya mau melaksanakan berbagai kegiatan gerakan hemat air dalam kehidupan sehari-hari.
Semakin Sulit
Bagaimana respons Pemerintah Indonesia terhadap “Tahun Kerja Sama Air Internasional” itu? Di mata masyarakat dunia, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya air yang cukup besar. Tetapi, mereka juga mencatat bahwa bencana defisit air tawar yang memicu kelangkaan pangan juga terjadi di negeri yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Tanpa pengelolaan serius, air akan menjadi sumber perang dan konflik di masa mendatang. Para ahli konservasi air memperkirakan dua dari tiga penduduk dunia akan semakin sulit mengakses air bersih tawar pada 2025.
Air merupakan kebutuhan vital manusia. Namun, pencemaran yang kerap melanda planet bumi mengakibatkan pemenuhan kebutuhan air tawar bagi penduduk dunia menghadapi masalah pelik.
Sekitar 1,8 miliar penduduk dunia mengonsumsi air tidak bersih setiap hari, dan 1,3 miliar penduduk dunia belum memiliki fasilitas sanitasi. Dampaknya, dari sekitar 50.000 orang meninggal setiap hari di dunia, sedikitnya 16.000 orang di antaranya meninggal akibat mengonsumsi air yang kurang bersih.
Lalu, bagaimana pemenuhan air bersih di Indonesia? Sudahkah seluruh masyarakat dapat memperoleh air bersih secara merata baik kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan sehari-hari? Apa yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam menjalin kerja sama air dengan negara lain? Apakah negara maju tertarik menjalin kerja sama dengan Indonesia, agar pencemaran air di Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lain dapat teratasi?
Kerja sama dengan negara maju untuk mengatasi pencemaran air kian penting mengingat harga air semakin mahal. Ilmu ekonomi zaman dulu mengajarkan air adalah barang gratis. Kini terbukti air lebih mahal dari premium.
Dulu untuk minum dan kebutuhan rumah tangga cukup mengambil air dari sumur. Tetapi, seiring kualitas air sumur yang kian diragukan kelayakannya karena tercemar, kita harus membuka dompet untuk membeli air kemasan yang diproses dari air pegunungan demi menjaga kesehatan.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan warga Jakarta dan kota besar lainnya seperti Medan dan Surabaya terus menyedot air tanah secara berlebihan menyusul pembangunan permukiman baru yang bertumbuh secara signifikan. Penggunaan air tanah dengan cara menyedot secara berlebihan dapat mengakibatkan intrusi air laut di berbagai kota pantai.
Air di sumur-sumur penduduk berubah menjadi asin alias payau. Penyedotan air tanah secara berlebihan akan membentuk rongga-rongga di dalam tanah dan banjir besar akan selalu mengintai karena terjadi penurunan permukaan tanah.
Di Jakarta belahan utara, menurut data yang ada, tanahnya sudah turun antara 30-80 cm dalam jangka waktu 20 tahun belakangan ini dan intrusi air laut sudah mencapai daerah Monas. Jika eksploitasi air tanah ini dilanjutkan secara terus-menerus tanpa pengendalian, penurunan tanah akan mencapai 4 meter pada tahun 2020. Dalam kondisi demikian, bisa dipastikan akan sangat sulit mengatasi bahaya banjir. Bahkan tidak mustahil kawasan Jakarta Utara akan menjadi waduk raksasa.
Paradigma Baru
Mengatasi defisit air tawar patut dilakukan melalui gerakan hemat air dan dikampanyekan secara terus-menerus. Kesadaran masyarakat akan terbangun untuk memahami bahwa sumber daya air itu harus dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup bangsa. Hal ini akan menetaskan paradigma baru, yakni memberi pemahaman bahwa fungsi air tidak sekadar untuk mandi, cuci, dan kebutuhan minum, tetapi juga berfungsi untuk membilas (flushing) kota.
Kota Jakarta yang saat ini berpenghuni sekitar 13 juta orang, setiap hari menghasilkan sekitar 3.000 ton tinja. Jumlah limbah yang luar biasa ini dikhawatirkan dapat menjadi “bom waktu” yang mencemari seluruh air tanah dangkal oleh bakteri koli yang hidup dalam tinja manusia. Untuk itu dibutuhkan air yang cukup untuk membilas kota Jakarta dari cemaran dan ancaman penyakit akibat bakteri koli.
Kecukupan air bersih sebagai hak asasi manusia masih terjadi kesenjangan. Masyarakat miskin yang tidak mampu berlangganan air minum harus membayar lebih mahal dari tukang pikul dibanding tarif air minum yang dibayar warga yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM. Sekadar menyebut contoh, masyarakat miskin di Jakarta Utara harus membeli air bersih yang harganya lebih mahal daripada yang dinikmati masyarakat mampu di Menteng dan Kebayoran Baru.
Data menunjukkan warga Medan yang bisa menikmati air PAM baru mencapai 40%. Warga lainnya mendapatkan air bersih dari air tanah yang kualitasnya sudah mulai menurun. Untuk kebutuhan mandi dan cuci, sebagian warga menggunakan air dari Sungai Deli dan Babura yang warnanya kerap berubah menjadi cokelat karena tercemar baik secara kimia maupun biologis.
Mengingat kian masifnya dampak buruk defisit air tawar untuk kehidupan, sudah saatnya kita belajar menghargai setiap tetes air. Jika setiap orang, misalnya di Jakarta, dapat menghemat satu liter air setiap hari, berarti ada 13 juta liter air yang bisa diselamatkan. Nah, mulai sekarang mari berhemat air guna mencegah konflik baru memperebutkan sumber kehidupan yang satu ini.
Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumatera Utara
"Defisit dan kelangkaan air tawar dapat memicu terjadinya perang dan konflik baru antarnegara.” (Ban Ki-moon, 2008).
SEPANJANG bulan Maret, masyarakat dunia merayakan Hari Air Sedunia atau World Water Day. Meski air kebutuhan dasar manusia, peringatan Hari Air Sedunia belum mendapat perhatian secara baik. Padahal, setiap negara anggota PBB yang memperingati Hari Air diharapkan mau melaksanakan berbagai kegiatan hemat sesuai kondisi masing-masing.
Sekadar mengingatkan, pada 2010 Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan Kerja Sama Air Internasional. Sehubungan dengan deklarasi itu, setelah delapan tahun, bagaimana hasil kerja sama tersebut untuk mengatasi defisit air di tengah warga dunia? Meski air kebutuhan dasar manusia, peringatan Hari Air Sedunia belum mendapat perhatian luas masyarakat.
Di tengah kehidupan yang kian boros energi karena tersedianya berbagai fasilitas yang memanjakan kehidupan, setiap anggota masyarakat seharusnya mau melaksanakan berbagai kegiatan gerakan hemat air dalam kehidupan sehari-hari.
Semakin Sulit
Bagaimana respons Pemerintah Indonesia terhadap “Tahun Kerja Sama Air Internasional” itu? Di mata masyarakat dunia, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya air yang cukup besar. Tetapi, mereka juga mencatat bahwa bencana defisit air tawar yang memicu kelangkaan pangan juga terjadi di negeri yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.
Tanpa pengelolaan serius, air akan menjadi sumber perang dan konflik di masa mendatang. Para ahli konservasi air memperkirakan dua dari tiga penduduk dunia akan semakin sulit mengakses air bersih tawar pada 2025.
Air merupakan kebutuhan vital manusia. Namun, pencemaran yang kerap melanda planet bumi mengakibatkan pemenuhan kebutuhan air tawar bagi penduduk dunia menghadapi masalah pelik.
Sekitar 1,8 miliar penduduk dunia mengonsumsi air tidak bersih setiap hari, dan 1,3 miliar penduduk dunia belum memiliki fasilitas sanitasi. Dampaknya, dari sekitar 50.000 orang meninggal setiap hari di dunia, sedikitnya 16.000 orang di antaranya meninggal akibat mengonsumsi air yang kurang bersih.
Lalu, bagaimana pemenuhan air bersih di Indonesia? Sudahkah seluruh masyarakat dapat memperoleh air bersih secara merata baik kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan sehari-hari? Apa yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam menjalin kerja sama air dengan negara lain? Apakah negara maju tertarik menjalin kerja sama dengan Indonesia, agar pencemaran air di Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota-kota besar lain dapat teratasi?
Kerja sama dengan negara maju untuk mengatasi pencemaran air kian penting mengingat harga air semakin mahal. Ilmu ekonomi zaman dulu mengajarkan air adalah barang gratis. Kini terbukti air lebih mahal dari premium.
Dulu untuk minum dan kebutuhan rumah tangga cukup mengambil air dari sumur. Tetapi, seiring kualitas air sumur yang kian diragukan kelayakannya karena tercemar, kita harus membuka dompet untuk membeli air kemasan yang diproses dari air pegunungan demi menjaga kesehatan.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan warga Jakarta dan kota besar lainnya seperti Medan dan Surabaya terus menyedot air tanah secara berlebihan menyusul pembangunan permukiman baru yang bertumbuh secara signifikan. Penggunaan air tanah dengan cara menyedot secara berlebihan dapat mengakibatkan intrusi air laut di berbagai kota pantai.
Air di sumur-sumur penduduk berubah menjadi asin alias payau. Penyedotan air tanah secara berlebihan akan membentuk rongga-rongga di dalam tanah dan banjir besar akan selalu mengintai karena terjadi penurunan permukaan tanah.
Di Jakarta belahan utara, menurut data yang ada, tanahnya sudah turun antara 30-80 cm dalam jangka waktu 20 tahun belakangan ini dan intrusi air laut sudah mencapai daerah Monas. Jika eksploitasi air tanah ini dilanjutkan secara terus-menerus tanpa pengendalian, penurunan tanah akan mencapai 4 meter pada tahun 2020. Dalam kondisi demikian, bisa dipastikan akan sangat sulit mengatasi bahaya banjir. Bahkan tidak mustahil kawasan Jakarta Utara akan menjadi waduk raksasa.
Paradigma Baru
Mengatasi defisit air tawar patut dilakukan melalui gerakan hemat air dan dikampanyekan secara terus-menerus. Kesadaran masyarakat akan terbangun untuk memahami bahwa sumber daya air itu harus dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup bangsa. Hal ini akan menetaskan paradigma baru, yakni memberi pemahaman bahwa fungsi air tidak sekadar untuk mandi, cuci, dan kebutuhan minum, tetapi juga berfungsi untuk membilas (flushing) kota.
Kota Jakarta yang saat ini berpenghuni sekitar 13 juta orang, setiap hari menghasilkan sekitar 3.000 ton tinja. Jumlah limbah yang luar biasa ini dikhawatirkan dapat menjadi “bom waktu” yang mencemari seluruh air tanah dangkal oleh bakteri koli yang hidup dalam tinja manusia. Untuk itu dibutuhkan air yang cukup untuk membilas kota Jakarta dari cemaran dan ancaman penyakit akibat bakteri koli.
Kecukupan air bersih sebagai hak asasi manusia masih terjadi kesenjangan. Masyarakat miskin yang tidak mampu berlangganan air minum harus membayar lebih mahal dari tukang pikul dibanding tarif air minum yang dibayar warga yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM. Sekadar menyebut contoh, masyarakat miskin di Jakarta Utara harus membeli air bersih yang harganya lebih mahal daripada yang dinikmati masyarakat mampu di Menteng dan Kebayoran Baru.
Data menunjukkan warga Medan yang bisa menikmati air PAM baru mencapai 40%. Warga lainnya mendapatkan air bersih dari air tanah yang kualitasnya sudah mulai menurun. Untuk kebutuhan mandi dan cuci, sebagian warga menggunakan air dari Sungai Deli dan Babura yang warnanya kerap berubah menjadi cokelat karena tercemar baik secara kimia maupun biologis.
Mengingat kian masifnya dampak buruk defisit air tawar untuk kehidupan, sudah saatnya kita belajar menghargai setiap tetes air. Jika setiap orang, misalnya di Jakarta, dapat menghemat satu liter air setiap hari, berarti ada 13 juta liter air yang bisa diselamatkan. Nah, mulai sekarang mari berhemat air guna mencegah konflik baru memperebutkan sumber kehidupan yang satu ini.
(maf)