Ancaman Defisit Air Tawar

Sabtu, 24 Maret 2018 - 06:51 WIB
Ancaman Defisit Air...
Ancaman Defisit Air Tawar
A A A
Posman Sibuea
Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumatera Utara

"Defisit dan kelangkaan air ta­war dapat memicu terjadinya pe­rang dan konflik baru an­tar­ne­gara.” (Ban Ki-moon, 2008).

SEPANJANG
bulan Maret, ma­sya­rakat dunia me­ra­ya­kan Ha­ri Air Sedunia atau World Water Day. Meski air ke­bu­tuhan dasar manusia, per­ingat­an Hari Air Sedunia belum men­da­pat perhatian secara baik. Pa­da­hal, setiap negara ang­gota PBB yang mem­per­ingati Hari Air di­harapkan mau me­laksanakan ber­bagai ke­giat­an hemat sesuai kon­disi masing-masing.

Sekadar mengingatkan, pa­­da 2010 Majelis Umum PBB te­­lah mendeklarasikan Kerja Sa­­ma Air Internasional. Seh­u­bung­­an dengan deklarasi itu, se­­t­e­lah delapan tahun, ba­gai­ma­­na hasil kerja sama tersebut un­­tuk mengatasi defisit air di te­­ngah warga dunia? Meski air ke­­bu­tuhan dasar manusia, per­­ingat­an Hari Air Sedunia be­lum men­dapat perhatian luas ma­sya­rakat.

Di tengah ke­hi­d­upan yang kian boros ener­gi karena ter­sedianya berbagai fa­silitas yang memanjakan ke­hi­dupan, se­tiap anggota ma­sya­rakat se­ha­r­usnya mau me­lak­sanakan ber­bagai kegiatan ge­rakan h­e­mat air dalam ke­hi­dup­an sehari-hari.

Semakin Sulit


Bagaimana respons Pe­me­rin­tah Indonesia terhadap “Ta­­hun Kerja Sama Air In­ter­na­­sio­nal” itu? Di mata m­a­sya­ra­kat du­nia, Indonesia dikenal se­­ba­gai ne­gara yang memiliki sum­­ber da­ya air yang cukup be­sar. Te­tapi, me­reka juga men­ca­tat bah­wa ben­cana defisit air ta­war yang me­micu ke­lang­ka­an pa­ngan juga ter­jadi di negeri yang me­miliki jum­lah pen­du­duk ter­besar k­e­em­pat di dunia.

Tan­pa p­e­nge­l­o­la­an serius, air akan men­­jadi sum­ber perang dan kon­­flik di ma­sa me­n­da­tang. Pa­ra ahli kon­ser­vasi air mem­per­kirakan dua da­ri tiga pe­n­du­duk dunia akan se­makin sulit meng­akses air ber­sih ta­war pada 2025.

Air merupakan ke­bu­tuhan vi­tal ma­nu­sia. Namun, pen­ce­ma­r­­­an yang kerap me­lan­da pla­net bumi meng­akibatkan ­pe­me­n­uh­an kebu­tuh­an air ta­war ba­gi pen­du­duk du­nia meng­ha­dapi ma­sa­lah pelik.

Se­ki­tar 1,8 mi­­liar pen­du­duk dunia me­­ngon­sumsi air tidak ber­sih se­­tiap hari, dan 1,3 mi­liar pen­du­duk d­u­nia be­lum memiliki fa­si­li­tas sa­nitasi. Dam­pak­nya, dari se­­ki­tar 50.000 orang me­­ning­gal se­tiap hari di du­nia, sedikitnya 16.000 orang di antaranya me­ning­gal aki­bat mengon­sum­si air yang ku­rang bersih.

Lalu, bagaimana peme­nuh­an air bersih di Indonesia? Su­dah­kah seluruh masyarakat da­pat memperoleh air bersih se­ca­ra merata baik kuantitas mau­pun kualitas untuk kebutuhan se­hari-hari? Apa yang dapat di­la­kukan pemerintah Indonesia da­­lam menjalin kerja sama air de­ngan negara lain? Apakah ne­ga­ra maju tertarik menjalin ker­ja sama dengan Indonesia, agar pen­cemaran air di Jakarta, S­u­ra­baya, Medan, dan kota-kota be­sar lain dapat teratasi?

Kerja sama dengan negara ma­ju untuk mengatasi pen­ce­mar­an air kian penting meng­ingat harga air semakin mahal. Il­mu ekonomi zaman dulu meng­­ajarkan air adalah ba­rang gra­tis. Kini terbukti air le­bih ma­hal dari premium.

Dulu un­­tuk minum dan kebutuhan ru­­mah tangga cukup meng­am­bil air dari sumur. Tetapi, se­iring kua­litas air sumur yang ki­an di­ra­gukan kelayakannya ka­rena te­r­cemar, kita harus mem­buka dom­pet untuk mem­beli air ke­mas­an yang di­pro­ses dari air pe­gu­nungan de­mi menjaga kesehatan.

Sejumlah hasil penelitian me­nunjukkan warga Jakarta dan kota besar lainnya seperti Me­dan dan Surabaya terus me­nye­dot air tanah secara be­rl­e­bih­a­n menyusul pemba­ngun­an per­mukiman baru yang ber­tum­­buh secara signifikan. Pen­g­­­­gu­naan air tanah dengan ca­­ra menyedot secara ber­le­bih­­an dapat mengakibatkan in­­tru­si air laut di berbagai kota pan­tai.

Air di sumur-sumur pen­­du­duk berubah menjadi asin alias pa­yau. Penyedotan air tanah se­ca­ra berlebihan akan mem­ben­tuk rongga-rong­ga di dalam t­a­nah dan ban­jir besar akan selalu meng­intai karena terjadi pen­­u­run­an permukaan tanah.

Di Jakarta belahan utara, me­nurut data yang ada, tana­h­nya sudah turun antara 30-80 cm dalam jangka waktu 20 ta­hun belakangan ini dan intrusi air laut sudah mencapai dae­rah Mo­nas. Jika eksploitasi air ta­nah ini dilanjutkan secara terus-menerus tanpa pengen­da­lian, pe­n­urunan tanah akan men­ca­pai 4 meter pada ta­hun 2020. Da­lam ko­n­di­si demikian, bisa di­pas­tikan akan sangat sulit meng­­atasi bahaya ban­jir. Bah­kan tidak mus­ta­hil kawasan Ja­kar­ta Utara akan menjadi wa­duk raksasa.

Paradigma Baru


Mengatasi defisit air tawar pa­tut dilaku­kan me­lalui ge­rak­an hemat air dan dikam­pa­nye­kan secara terus-menerus. Ke­sa­dar­an ma­sya­ra­kat akan ter­ba­ngun un­tuk me­ma­hami bahwa sum­ber daya air itu harus dijaga ke­lestari­an­nya demi ke­lang­sung­­an hi­dup bangsa. Hal ini akan me­ne­tas­kan paradigma ba­ru, yakni memberi p­ema­ham­an bahwa fungsi air tidak se­kadar untuk mandi, cuci, dan ke­butuhan minum, tetapi juga ber­fungsi untuk mem­bi­las (flush­ing) kota.

Kota Jakarta yang saat ini ber­penghuni sekitar 13 juta orang, setiap hari men­g­ha­sil­kan sekitar 3.000 ton tinja. Jum­lah limbah yang luar biasa ini dikhawatirkan dapat men­ja­di “bom waktu” yang men­ce­mari seluruh air tanah dangkal oleh bakteri koli yang hidup da­lam tinja manusia. Untuk itu di­b­u­tuhkan air yang cukup untuk mem­bilas kota Jakarta dari ce­mar­an dan ancaman penyakit aki­bat bakteri koli.

Kecukupan air bersih se­ba­­gai hak asasi manusia ma­sih ter­j­adi kesenjangan. Ma­sya­­ra­kat mis­kin yang tidak mam­pu ber­­lang­ganan air mi­num ha­rus mem­b­ayar lebih ma­hal d­a­ri tu­­kang pikul di­ban­ding tarif air mi­num yang di­bayar warga yang men­da­pat­kan pelayanan air bersih da­ri PAM. Sekadar me­­nyebut con­toh, ma­sya­ra­kat mis­kin di Ja­karta Utara ha­rus mem­beli air bersih yang har­­ga­nya lebih ma­hal da­r­ipa­da yang dinikmati masyarakat mam­pu di Men­teng dan Ke­ba­yo­ran Baru.

Data menunjukkan warga Me­­dan yang bisa menikmati air PAM baru mencapai 40%. War­g­a lainnya mendapatkan air ber­sih dari air tanah yang kua­­li­tas­nya sudah mulai me­nu­run. Un­tuk kebutuhan man­­di dan cuci, se­­bagian war­­ga menggunakan air dari Su­­ngai Deli dan Babura yang war­­na­nya kerap berubah men­­jadi co­kelat karena ter­ce­mar baik se­ca­ra kimia mau­pun biologis.

Mengingat kian masifnya dam­­pak buruk defisit air ta­war un­tuk kehidupan, sudah saat­­nya kita belajar meng­har­gai se­tiap tetes air. Jika setiap orang, mi­salnya di Jakarta, da­pat meng­hemat satu liter air setiap ha­ri, berarti ada 13 juta li­ter air yang bisa dis­e­la­mat­­kan. Nah, mu­lai sekarang mari berhemat air guna men­ce­gah konflik baru mem­pe­re­but­kan sumber ke­hi­dup­an yang satu ini.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0924 seconds (0.1#10.140)