Menyikapi Full Day School
A
A
A
Jejen Musfah
Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Jakarta dan Tim Ahli PB PGRI
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi memastikan bahwa pada tahun ajaran 2017-2018 belajar di sekolah berlangsung selama lima hari, Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu libur. Karena itu, siswa belajar di sekolah dari pagi hingga sore sekitar pukul 16.00. Permendikbudnya akan segera keluar.
Sebelumnya, pada 2016, kebijakan ini ramai mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat sehingga kebijakan tersebut urung diberlakukan. Sekolah seharian penuh (Full Day School-FDS) dianggap pemerintah merupakan model ideal membina karakter siswa di sekolah karena banyak orang tua tidak bisa mengawasi anak pada siang hingga sore hari.
Fasilitas
Kehadiran siswa sehari penuh di sekolah akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, keterbatasan ruang kelas belajar. Beberapa sekolah menerapkan sistem jam belajar pagi dan siang karena kekurangan ruang kelas. Jumlah siswa tidak sebanyak jumlah kelas yang dimiliki. Meski siswa belajar Senin hingga Sabtu, jam belajar untuk semua kelas tidak bisa dimulai dari pagi. Sekolah ini jelas tidak akan bisa menerapkan kebijakan FDS di atas.
Kedua, kantin sehat. Kebijakan FDS berdampak pada kesiapan sekolah menyediakan makan siang yang bergizi bagi siswa. Entah melalui kantin sekolah atau warung-warung sekitar sekolah. Mungkin juga siswa membawa makan siang dari rumah yang dibawanya sejak pagi. Sekolah harus memastikan bahwa menu makan siang siswa terjamin kesehatannya. Kantin, pedagang, dan warung-warung sekitar sekolah harus dipastikan hanya boleh menjual makanan sehat. Tugas ini tidak ringan karena terkait dengan usaha seseorang.
Ketiga, tempat belajar dan bermain. Belajar seharian di sekolah tidak menjadi masalah jika fasilitasnya memadai. Masalahnya, jangankan taman belajar, taman bermain, perpustakaan, laboratorium, dan lapangan olahraga, di sekolah kita banyak yang kekurangan ruang kelas dan toilet. Toilet yang ada pun tidak standar jumlah dan kebersihannya. Kondisi fasilitas sekolah yang minim itu tidak akan membuat siswa merasa nyaman berada di sekolah.
Ekstrakurikuler
Meski sebagian sekolah tidak akan mampu menerapkan kebijakan FDS di atas, catatan berikut bisa dipertimbangkan sekolah-sekolah penyelenggara FDS, baik yang baru akan maupun sudah lama melaksanakan.
Pertama, bakat dan minat siswa yang beragam. Kebijakan sekolah seharian penuh tidak sekadar memindahkan jam belajar Sabtu ke Senin hingga Jumat, tetapi momentum pengembangan bakat dan minat siswa melalui ekstrakurikuler yang variatif.
Seperti dijelaskan Mendikbud bahwa sekolah sampai sore tidak identik dengan belajar di kelas. Sekolah didorong kreatif melaksanakan kegiatan yang mengembangkan bakat dan minat siswa. Sekolah harus menyediakan pelatih yang mampu menyempurnakan keterampilan siswa dalam bidang akademik, seni, dan olahraga. Kemudian sekolah memberikan kesempatan siswa mengikuti lomba-lomba dari level kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, nasional, hingga internasional.
Sekolah kita sedikit mengakomodasi bakat dan minat siswa yang heterogen. Padahal tujuan utama pendidikan adalah pengembangan bakat siswa sehingga ia menemukan jati diri mereka masing-masing. Kendalanya adalah keterbatasan dana dan fasilitas yang dimiliki sekolah. Namun, kendala utamanya adalah tiadanya budaya kreatif dan inovatif pemimpin sekolah.
Kedua, karakter siswa. Selain melahirkan kegembiraan siswa karena melakukan hal yang mereka sukai, ekstrakurikuler itu juga akan mengembangkan karakter positif bagi siswa. Keterlibatan siswa dalam kegiatan akademik, seni, dan olahraga akan memupuk sikap tekun, sabar, disiplin, tanggung jawab, dan mandiri. Pembentukan karakter sebagai tujuan utama kebijakan FDS pun tercapai.
Untuk bisa terampil, juara, dan berprestasi dalam bidang tertentu, siswa harus berlatih sungguh-sungguh. Dibutuhkan kesabaran, disiplin, ketekunan, dan kerja keras siswa dalam meraih cita-citanya. Disadari ataupun tidak oleh siswa, proses ini akan melatih siswa yang berkarakter. Kuncinya adalah bimbingan dari guru atau pelatih.
Siswa yang memiliki kegiatan sesuai hobinya akan terhindar dari aktivitas tidak berguna apalagi merugikan dirinya dan orang lain. Waktunya akan diisi dengan berlatih dan berlatih untuk mencapai kemahiran sehingga bisa menjadi ahli dan meraih prestasi. Mereka akan berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki hobi sama dan maju bersama. Sikap kerja sama dan menghargai perbedaan mereka akan terbentuk dengan baik.
Demikianlah, kebijakan FDS harus disikapi positif oleh sekolah. Bagi yang belum memungkinkan melaksanakan, mari mulai berbenah menuju sekolah dengan fasilitas memadai untuk belajar sehari penuh dan berorientasi pengembangan kecerdasan siswa yang beragam. Dalam jangka menengah, mayoritas sekolah harus siap dengan FDS.
Sementara sekolah yang sudah menerapkan FDS, seperti SDIT, SMPIT, dan SMAIT, diharapkan mampu memfasilitasi keragaman minat dan bakat siswa melalui ekskul sehingga meraih prestasi di level nasional maupun internasional. Bimbingan dan latihan siswa dalam bidang tertentu akan melahirkan siswa yang tidak hanya terampil tetapi juga berkarakter. Semoga revolusi mental sebagai landasan filosofis FDS bisa terwujud.
Ketua Program Magister Manajemen Pendidikan Islam UIN Jakarta dan Tim Ahli PB PGRI
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi memastikan bahwa pada tahun ajaran 2017-2018 belajar di sekolah berlangsung selama lima hari, Senin hingga Jumat. Sabtu dan Minggu libur. Karena itu, siswa belajar di sekolah dari pagi hingga sore sekitar pukul 16.00. Permendikbudnya akan segera keluar.
Sebelumnya, pada 2016, kebijakan ini ramai mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat sehingga kebijakan tersebut urung diberlakukan. Sekolah seharian penuh (Full Day School-FDS) dianggap pemerintah merupakan model ideal membina karakter siswa di sekolah karena banyak orang tua tidak bisa mengawasi anak pada siang hingga sore hari.
Fasilitas
Kehadiran siswa sehari penuh di sekolah akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, keterbatasan ruang kelas belajar. Beberapa sekolah menerapkan sistem jam belajar pagi dan siang karena kekurangan ruang kelas. Jumlah siswa tidak sebanyak jumlah kelas yang dimiliki. Meski siswa belajar Senin hingga Sabtu, jam belajar untuk semua kelas tidak bisa dimulai dari pagi. Sekolah ini jelas tidak akan bisa menerapkan kebijakan FDS di atas.
Kedua, kantin sehat. Kebijakan FDS berdampak pada kesiapan sekolah menyediakan makan siang yang bergizi bagi siswa. Entah melalui kantin sekolah atau warung-warung sekitar sekolah. Mungkin juga siswa membawa makan siang dari rumah yang dibawanya sejak pagi. Sekolah harus memastikan bahwa menu makan siang siswa terjamin kesehatannya. Kantin, pedagang, dan warung-warung sekitar sekolah harus dipastikan hanya boleh menjual makanan sehat. Tugas ini tidak ringan karena terkait dengan usaha seseorang.
Ketiga, tempat belajar dan bermain. Belajar seharian di sekolah tidak menjadi masalah jika fasilitasnya memadai. Masalahnya, jangankan taman belajar, taman bermain, perpustakaan, laboratorium, dan lapangan olahraga, di sekolah kita banyak yang kekurangan ruang kelas dan toilet. Toilet yang ada pun tidak standar jumlah dan kebersihannya. Kondisi fasilitas sekolah yang minim itu tidak akan membuat siswa merasa nyaman berada di sekolah.
Ekstrakurikuler
Meski sebagian sekolah tidak akan mampu menerapkan kebijakan FDS di atas, catatan berikut bisa dipertimbangkan sekolah-sekolah penyelenggara FDS, baik yang baru akan maupun sudah lama melaksanakan.
Pertama, bakat dan minat siswa yang beragam. Kebijakan sekolah seharian penuh tidak sekadar memindahkan jam belajar Sabtu ke Senin hingga Jumat, tetapi momentum pengembangan bakat dan minat siswa melalui ekstrakurikuler yang variatif.
Seperti dijelaskan Mendikbud bahwa sekolah sampai sore tidak identik dengan belajar di kelas. Sekolah didorong kreatif melaksanakan kegiatan yang mengembangkan bakat dan minat siswa. Sekolah harus menyediakan pelatih yang mampu menyempurnakan keterampilan siswa dalam bidang akademik, seni, dan olahraga. Kemudian sekolah memberikan kesempatan siswa mengikuti lomba-lomba dari level kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, nasional, hingga internasional.
Sekolah kita sedikit mengakomodasi bakat dan minat siswa yang heterogen. Padahal tujuan utama pendidikan adalah pengembangan bakat siswa sehingga ia menemukan jati diri mereka masing-masing. Kendalanya adalah keterbatasan dana dan fasilitas yang dimiliki sekolah. Namun, kendala utamanya adalah tiadanya budaya kreatif dan inovatif pemimpin sekolah.
Kedua, karakter siswa. Selain melahirkan kegembiraan siswa karena melakukan hal yang mereka sukai, ekstrakurikuler itu juga akan mengembangkan karakter positif bagi siswa. Keterlibatan siswa dalam kegiatan akademik, seni, dan olahraga akan memupuk sikap tekun, sabar, disiplin, tanggung jawab, dan mandiri. Pembentukan karakter sebagai tujuan utama kebijakan FDS pun tercapai.
Untuk bisa terampil, juara, dan berprestasi dalam bidang tertentu, siswa harus berlatih sungguh-sungguh. Dibutuhkan kesabaran, disiplin, ketekunan, dan kerja keras siswa dalam meraih cita-citanya. Disadari ataupun tidak oleh siswa, proses ini akan melatih siswa yang berkarakter. Kuncinya adalah bimbingan dari guru atau pelatih.
Siswa yang memiliki kegiatan sesuai hobinya akan terhindar dari aktivitas tidak berguna apalagi merugikan dirinya dan orang lain. Waktunya akan diisi dengan berlatih dan berlatih untuk mencapai kemahiran sehingga bisa menjadi ahli dan meraih prestasi. Mereka akan berinteraksi dengan teman-teman yang memiliki hobi sama dan maju bersama. Sikap kerja sama dan menghargai perbedaan mereka akan terbentuk dengan baik.
Demikianlah, kebijakan FDS harus disikapi positif oleh sekolah. Bagi yang belum memungkinkan melaksanakan, mari mulai berbenah menuju sekolah dengan fasilitas memadai untuk belajar sehari penuh dan berorientasi pengembangan kecerdasan siswa yang beragam. Dalam jangka menengah, mayoritas sekolah harus siap dengan FDS.
Sementara sekolah yang sudah menerapkan FDS, seperti SDIT, SMPIT, dan SMAIT, diharapkan mampu memfasilitasi keragaman minat dan bakat siswa melalui ekskul sehingga meraih prestasi di level nasional maupun internasional. Bimbingan dan latihan siswa dalam bidang tertentu akan melahirkan siswa yang tidak hanya terampil tetapi juga berkarakter. Semoga revolusi mental sebagai landasan filosofis FDS bisa terwujud.
(zik)