Kejahatan Ecocide

Jum'at, 23 Desember 2016 - 09:52 WIB
Kejahatan Ecocide
Kejahatan Ecocide
A A A
M Ridha Saleh
Direktur Advokasi Rumah Mediasi Indonesia

Kewajiban untuk peduli terhadap alam menuntut bahwa hukum manusia diselaraskan dengan hukum alam. Untuk mencapai hal ini, kita harus bertindak sebagai ”Wali Bumi”.

Rezim hukum saat ini memungkinkan negara dan perusahaan untuk merampas lingkungan hidup dan sumber daya alam dengan impunitas. Kerusakan besar dan kehancuran ekosistem, seperti penebangan hutan Amazon, tumpahan minyak Deepwater Horizon, bencana nuklir Fukushima, eksploitasi pasir Athabasca, dan ekstraksi tambang di Papua dalam waktu panjang merupakan kejahatan internasional.

Kodefikasi Ecocide
Ketidakadilan tersebut telah mengilhami gerakan baru dari para ahli hukum dan warga negara menyerukan kodifikasi ecocide sebagai kejahatan kelima terhadap perdamaian, yaitu genosida, kejahatan agresi, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan ecocide. Pekerjaan ini bertujuan untuk mengubah pemahaman kita tentang alam sebagai properti menjadi mitra sejajar dengan manusia dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan.

Inisiatif untuk mengkriminalisasi pelaku kejahatan ecocide mengekspresikan pandangan dunia bahwa pembelaan terhadap alam muncul dalam hukum yang memberi nilai intrinsik terhadap hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Ecocide merupakan kejahatan modern setara dengan kejahatan internasional lain yang disebut dalam Statuta Roma karena tindakan, pelibatan, dan dampaknya terhadap esensi damai dan perdamaian penduduk, hak hidup, dan hak untuk hidup serta tata kelangsungan kehidupan manusia dan lingkungan hidup masa kini dan masa yang akan datang.

Gillian Caldwell, direktur LSM Global Witness, satu di antara aktivis yang terus berada di garis depan dalam pertarungan konsep ini karena konsep ecocide dilihat sebagai tanda bahwa usia impunitas kejahatan ini akan segera berakhir. Bos perusahaan dan politisi yang terlibat dalam kekerasan merampas tanah, meratakan hutan tropis, atau meracuni sumber air bisa segera menghadirkan diri mereka untuk diadili di Den Haag bersama penjahat perang dan diktator lain.

Menurut Global Witness, jutaan orang di negara berkembang telah dikejar dari tanah mereka secara ilegal dan sering keras di negara-negara yang tidak memiliki sistem peradilan yang independen. Masih menurut LSM ini, pada 2015 lebih dari tiga orang dibunuh seminggu mempertahankan tanah mereka dari pencurian dan industri yangmerusak. ”Konflik pertambangan adalah penyebab nomor satu dari pembunuhan, diikuti oleh agribisnis, bendungan hidroelektrik, dan logging”.

Guna mencegah kejahatan tersebut terus berlangsung dan menuntut keadilan global, Polly Higgins, pengacara dari London, mengajukan sebuah proposal hukum kepada PBB pada April 2011. Dalam proposal itu, dia memasukkan pemusnahan lingkungan secara besar-besaran– disebut ecocide –sebagai kejahatan kelima terhadap perdamaian.

Proposal Higgins mendefinisikan ecocide sebagai ”kerusakan, kehancuran, atau hilangnya ekosistem suatu wilayah tertentu, baik dilakukan oleh manusia maupun penyebab lain, sedemikian rupa sehingga kenikmatan perdamaian penduduk di wilayah tersebut berkurang.”

Sementara ”dalil” yang digunakan sebagai dasar–hukum internasional– dalam persidangan (mock trial) di Britania Raya 30 September 2011, dan telah menghukum dua peristiwa kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan ecocide, menggunakan definisi, yaitu ecocide terjadi ketika;

(1) kerusakan yang luas,
(2) kerusakan atau kehilangan ekosistem dari suatu wilayah tertentu,
(3) kerusakan dilakukan apakah oleh seorang manusia atau oleh penyebab lain,
(4) kenikmatan damai oleh penduduk wilayah setempat yang telah berkurang parah dari lingkungan alam.

Deplesi Ekologi
Kerusakan lingkungan hidup tidak hanya akan memengaruhi degradasi wilayah sekitar atau berdampak pada korban langsung, tetapi juga akan memengaruhi wilayah-wilayah lain yang masih memperlihatkan relasi aliran sumber daya seperti yang telah kita saksikan bersama.

Gejala eksploitasi yang masif terhadap sumber daya alam secara terbuka itu, menurut kenyataannya, telah mengarah pada tindakan perusakan dan pemusnahan ekosistem lingkungan hidup dan sumbersumber kehidupan.

Deplesi ekologi saat ini lebih disebabkan oleh pengarahan pembangunan yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup dan masa depan generasi manusia yang akan datang. Praktik ecocide semakin tampak melalui fenomena dan praktik perusakan lingkungan hidup.

Franz J Broswimmer mengartikan ecocide is the killing of an ecosystem.Termasuk mereka yang ikut serta dalam membuat kebijakan dan mengonsumsinya secara masif.

Lebih lanjut Broswimmer menjelaskan bahwa pemusnahan ekosistem dilakukan melalui tindakan sistematis. Sistematis dalam konteks ecocide tentu berbeda dengan unsur sistematis yang dimaksudkan dalam konteks genosida.

Sistematis dalam ecocide adalah suatu tindakan yang dilakukan baik sengaja maupun tidak disengaja oleh pelaku dan menyebabkan musnahnya satuan-satuan penting fungsi ekologi, sosial, dan budaya sebagai bagian dari kehidupan manusia.

Dari uraian Broswimmer, kita bisa mengerti bahwa abad kerusakan lingkungan hidup dunia telah memberikan gambarannya yang sangar, dilakukan melalui kerja dan relasi yang sistematis dan massal. Begitupun tidak hanya didukung oleh modal sebagai komprador, atau negara sebagai fasilitator dan regulator, tetapi juga melibatkan pengarahan massa sebagai konsumen aktif. Kejahatan ecocide begitu penting untuk ditentang karena,

Pertama, eksploitasi lingkungan hidup selama ini sudah mengarah pada tindakan pemusnahan sumber-sumber kehidupan manusia.

Kedua, pemusnahan tersebut merupakan tindakan yang berkaitan erat dengan praktik penghilangan hak-hak hidup manusia bahkan telah menyebabkan ekosistem di dalamnya ikut terhilangkan kelayakannya.

Ketiga, menjadi bagian dari eksploitasi sumber daya alam yang mengarah pada terancamnya keamanan hidup manusia saat ini dan kehidupan generasi yang akan datang, demikian pula ancaman terhadap punahnya keberagaman hidup dan keanekaragaman hayati lain.

Pemusnahan ekologi dalam hal ini tidak boleh dilepaskan dari kenyataan bahwa ekosistem merupakan tata dan rangkaian kehidupan manusia.

Ada tiga unsur dampak yang dimaksudkan dalam wacana ecocide, yaitu; Pertama, dampaknya sangat panjang terhadap suatu satuan dan fungsi kehidupan serta tidak dapat dipulihkan kembali.

Kedua, terdapatnya satuan dan fungsi yang musnah pada suatu rangkaian kehidupan dari kondisi semula. Ketiga, terdapatnya penyimpangan- penyimpangan fisik dan psikis manusia.

Menggambarkan kejahatan ecocide yang diusulkan bersama kejahatan terhadap perdamaian lain merupakan perluasan paradigma kepedulian kita. Bukan lagi hanya manusia terhadap manusia, tapi kini manusia terhadap komunitas bumi yang lebih luas.

Kita menyadari penuh bahwa keberadaan undang-undang lingkungan dalam negeri belum dapat mencegah tujuan ditegakkannya keadilan ekologis karena kita masih melihat kerusakan dan perusakan terjadi setiap hari dan jumlahnya terus meningkat.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5486 seconds (0.1#10.140)