Belajar dari Rotterdam
A
A
A
Elfindri
Profesor Ekonomi SDM dan Center for Human and Sustainable Development Goals, Universitas Andalas
KALAU dulu Den Haag telah dijadikan sebagai tempat terlaksananya penyerahan kekuasaan Belanda ke Indonesia, dari sisi ekonomi Kota Rotterdam adalah bagian dari urat nadi perekonomian. Kota ini telah membuat Belanda saat ini sebuah negara yang juga tahan banting dari resesi yang melanda daratan Eropa.
Ketika Eropa Selatan seperti Prancis, Italia, dan Yunani mengalami kesulitan ekonomi, Belanda masih cukup bisa menahan krisis. Laju pertumbuhan ekonominya pada kisaran 1,7% kuartal pertama 2016, angka pengangguran 7,9%, dan neraca perdagangan Belanda tercatat surplus USD74,8 miliar selama 12 bulan terakhir (The Economists, 03/16).
Nilai ini bisa menyumbang 21,8% dari nilai transaksi negara-negara yang tergabung ke dalam negara Uni Eropa, nilai yang hampir dua kali lipat besarnya dibandingkan transaksi perdagangan Italia dan lima kali neraca perdagangan Spanyol. Bagaimana itu dijelaskan? Perjalanan kami ke Belanda akhirnya memahami begitu pentingnya peranan kota pelabuhan Rotterdam untuk jangka panjang.
Spesialis Perdagangan
Lain Jerman, lain pula Belanda. Jika Jerman kuat di dalam bidang manufaktur, telah menghasilkan berbagai produk industri seperti automotif, farmasi, dan parfum. Automotif yang sangat laris dan bergengsi seperti BMW, VW, dan Audi, adalah tiga merek kendaraan yang mendunia. Penjelasan akan kesungguhan Jerman dalam menghasilkan teknologi, detail, dan sangat kompetitif (SINDO, April, 2013).
Jerman maju juga berkat fungsi perdagangan yang dimainkan oleh Belanda. Selain dari peranan Pelabuhan Liverpool, sebagai pemberhentian kapal bongkar muat untuk daratan Inggris di Belanda, ada satu kota pelabuhan laut Rotterdam yang memberikan arti penting. Di sisi lain, perekonomian Belanda secara historis telah didukung oleh upaya penjajahan ke negara-negara di dunia ketiga. Termasuk dulu menguasai hasil bumi seperti rempah-rempah dan kopi, hasil tambang seperti batubara, emas, serta tembaga dari Indonesia.
Pada 1602 saja Daendels sudah mulai merintis jalan dari Anyer ke Panarukan untuk proses pengiriman hasil bumi. Proses dari imperialisme tersebut telah membuat negara ini menguasai perdagangan antarnegara Eropa daratan dan Rotterdam sebagai pintu masuk barang-barang dan jasa-jasa untuk kemudian diolah dan didistribusikan.
Pelabuhan Terencana
Ketika mengelilingi puluhan perkampungan Belanda, terkesan negara ini sebenarnya memiliki tantangan yang berat. Betapa tidak, hampir kebanyakan kawasan barat Belanda bercirikan dataran rendah berawa-rawa. Banyak sekali daerah di sepanjang pantai Barat lokasi permukiman penduduk dua meter di bawah permukaan laut. Bagi dataran yang berawa-rawa, pemerintahan Belanda membuat tanggul tinggi. Di sisi timurnya untuk perumahan, di sisi baratnya untuk hamparan yang ditanami padang rumput.
Di Jerman, manufacturing mereka tumbuh pesat, sedangkan di Belanda akibat dari mereka fokus kepada perdagangan dan pertanian, posisi ekonomi mereka juga relatif tahan akan resesi. Untuk sektor pertanian dan peternakan, Belanda fokus pada beberapa produk utama. Selain dari produk bunga tulip dan bibitnya, peternakan mereka menghasilkan susu yang kemudian diolah menjadi keju yang sangat lezat. Di samping itu, ditemukan di beberapa kawasan yang tidak jauh dengan Kota Delft sebuah hamparan kebun buah-buahan, seperti apel, pear, dan ceri. Semua produk pertanian memasuki pusat perbelanjaan dalam bentuk segar dan sudah dalam bentuk kemasan yang siap dibeli oleh konsumen.
Urat nadi perdagangan diambil oleh keberadaan Rotterdam sebagai pusat pelabuhan terbesar di Eropa. Mengingat begitu pesatnya pertumbuhan ekonomi Eropa di Abad XVIII dan XIX, maka pemerintahan Kota Rotterdam menetapkan sebuah kawasan seluas 2.000 hektare, sebagai dua lokasi strategis baru.
Kawasan Maasvlakte tahun 1960 dimulai pengerjaannya. Selain daerah ini sebagai pusat pelabuhan laut, juga dibuat peruntukan kawasan Industri baru. Di Maasvlakte membentang pelabuhan laut seluas lebih kurang 60 km. Kapal-kapal bersandar dalam hitungan waktu bongkar muat yang pendek. Ketika banjir besar terjadi pada 1957, kawasan Maasvlakte diperuntukkan sebagai sebuah sistem pengaman permukaan laut dengan tanggul yang dibuat dari besi beton, sehingga dengan mudah mengatur permukaan laut.
Jika permukaan laut tinggi, tanggul besi dinaikkan, begitu sebaliknya. Hasil yang bisa dinikmati oleh masyarakat Belanda saat ini sejak dibangunnya proyek pengendalian banjir ialah tidak pernah lagi mereka merasakan banjir, sekalipun daerah mereka termasuk rawa-rawa.
Kita dengan mudah menyaksikan tumpukan bijih besi, batubara, dan tempat penyimpanan CPO yang didatangkan dari negara-negara penghasil. Bijih besi kemudian mereka olah menjadi setengah jadi, kemudian dikirim ke daratan Eropa seperti Jerman, dan Eropa Timur dengan menggunakan kereta barang. Jaringan jalan kereta api juga disiapkan khusus untuk kereta api.
Singkatnya, selain impor bahan baku, pengolahan bahan baku diwujudkan oleh Belanda. Ini jelas telah membuka lapangan kerja yang stabil. Ini pula yang menyebabkan ketika resesi Belanda masih memiliki kekuatan untuk tidak terlalu besar dampak resesinya.
Memaknai
Belanda memang tidak menjajah kita lagi. Tetapi dalam lima tahun terakhir, berbagai perusahaan yang beroperasi di pelabuhan laut Rotterdam juga sudah mulai dibeli oleh investor dari China. Saat bersamaan, China telah membangun pelabuhan laut jauh lebih panjang dibandingkan proyek Maasvlakte tahun 1960. Tampaknya lambat laun hegemoni laut dunia akan berpindah ke industrialis dan para pedagang dari China.
Tentu cerita ini dapat berimplikasi kepada penguasaan jalur laut dunia. Tinggal bagaimana menjadikan posisi teluk Jakarta dan Batam, baik perencanaan maupun peruntukannya terhadap perekonomian dan memanfaatkan posisi Indonesia. Jika saja kawasan pelabuhan yang dimiliki oleh Indonesia tidak direncanakan secara baik, maka dalam jangka panjang pusat-pusat pelabuhan internasional dengan sendirinya akan dikuasai oleh asing. Ini sebuah kemunduran peradaban perekonomian laut.
Profesor Ekonomi SDM dan Center for Human and Sustainable Development Goals, Universitas Andalas
KALAU dulu Den Haag telah dijadikan sebagai tempat terlaksananya penyerahan kekuasaan Belanda ke Indonesia, dari sisi ekonomi Kota Rotterdam adalah bagian dari urat nadi perekonomian. Kota ini telah membuat Belanda saat ini sebuah negara yang juga tahan banting dari resesi yang melanda daratan Eropa.
Ketika Eropa Selatan seperti Prancis, Italia, dan Yunani mengalami kesulitan ekonomi, Belanda masih cukup bisa menahan krisis. Laju pertumbuhan ekonominya pada kisaran 1,7% kuartal pertama 2016, angka pengangguran 7,9%, dan neraca perdagangan Belanda tercatat surplus USD74,8 miliar selama 12 bulan terakhir (The Economists, 03/16).
Nilai ini bisa menyumbang 21,8% dari nilai transaksi negara-negara yang tergabung ke dalam negara Uni Eropa, nilai yang hampir dua kali lipat besarnya dibandingkan transaksi perdagangan Italia dan lima kali neraca perdagangan Spanyol. Bagaimana itu dijelaskan? Perjalanan kami ke Belanda akhirnya memahami begitu pentingnya peranan kota pelabuhan Rotterdam untuk jangka panjang.
Spesialis Perdagangan
Lain Jerman, lain pula Belanda. Jika Jerman kuat di dalam bidang manufaktur, telah menghasilkan berbagai produk industri seperti automotif, farmasi, dan parfum. Automotif yang sangat laris dan bergengsi seperti BMW, VW, dan Audi, adalah tiga merek kendaraan yang mendunia. Penjelasan akan kesungguhan Jerman dalam menghasilkan teknologi, detail, dan sangat kompetitif (SINDO, April, 2013).
Jerman maju juga berkat fungsi perdagangan yang dimainkan oleh Belanda. Selain dari peranan Pelabuhan Liverpool, sebagai pemberhentian kapal bongkar muat untuk daratan Inggris di Belanda, ada satu kota pelabuhan laut Rotterdam yang memberikan arti penting. Di sisi lain, perekonomian Belanda secara historis telah didukung oleh upaya penjajahan ke negara-negara di dunia ketiga. Termasuk dulu menguasai hasil bumi seperti rempah-rempah dan kopi, hasil tambang seperti batubara, emas, serta tembaga dari Indonesia.
Pada 1602 saja Daendels sudah mulai merintis jalan dari Anyer ke Panarukan untuk proses pengiriman hasil bumi. Proses dari imperialisme tersebut telah membuat negara ini menguasai perdagangan antarnegara Eropa daratan dan Rotterdam sebagai pintu masuk barang-barang dan jasa-jasa untuk kemudian diolah dan didistribusikan.
Pelabuhan Terencana
Ketika mengelilingi puluhan perkampungan Belanda, terkesan negara ini sebenarnya memiliki tantangan yang berat. Betapa tidak, hampir kebanyakan kawasan barat Belanda bercirikan dataran rendah berawa-rawa. Banyak sekali daerah di sepanjang pantai Barat lokasi permukiman penduduk dua meter di bawah permukaan laut. Bagi dataran yang berawa-rawa, pemerintahan Belanda membuat tanggul tinggi. Di sisi timurnya untuk perumahan, di sisi baratnya untuk hamparan yang ditanami padang rumput.
Di Jerman, manufacturing mereka tumbuh pesat, sedangkan di Belanda akibat dari mereka fokus kepada perdagangan dan pertanian, posisi ekonomi mereka juga relatif tahan akan resesi. Untuk sektor pertanian dan peternakan, Belanda fokus pada beberapa produk utama. Selain dari produk bunga tulip dan bibitnya, peternakan mereka menghasilkan susu yang kemudian diolah menjadi keju yang sangat lezat. Di samping itu, ditemukan di beberapa kawasan yang tidak jauh dengan Kota Delft sebuah hamparan kebun buah-buahan, seperti apel, pear, dan ceri. Semua produk pertanian memasuki pusat perbelanjaan dalam bentuk segar dan sudah dalam bentuk kemasan yang siap dibeli oleh konsumen.
Urat nadi perdagangan diambil oleh keberadaan Rotterdam sebagai pusat pelabuhan terbesar di Eropa. Mengingat begitu pesatnya pertumbuhan ekonomi Eropa di Abad XVIII dan XIX, maka pemerintahan Kota Rotterdam menetapkan sebuah kawasan seluas 2.000 hektare, sebagai dua lokasi strategis baru.
Kawasan Maasvlakte tahun 1960 dimulai pengerjaannya. Selain daerah ini sebagai pusat pelabuhan laut, juga dibuat peruntukan kawasan Industri baru. Di Maasvlakte membentang pelabuhan laut seluas lebih kurang 60 km. Kapal-kapal bersandar dalam hitungan waktu bongkar muat yang pendek. Ketika banjir besar terjadi pada 1957, kawasan Maasvlakte diperuntukkan sebagai sebuah sistem pengaman permukaan laut dengan tanggul yang dibuat dari besi beton, sehingga dengan mudah mengatur permukaan laut.
Jika permukaan laut tinggi, tanggul besi dinaikkan, begitu sebaliknya. Hasil yang bisa dinikmati oleh masyarakat Belanda saat ini sejak dibangunnya proyek pengendalian banjir ialah tidak pernah lagi mereka merasakan banjir, sekalipun daerah mereka termasuk rawa-rawa.
Kita dengan mudah menyaksikan tumpukan bijih besi, batubara, dan tempat penyimpanan CPO yang didatangkan dari negara-negara penghasil. Bijih besi kemudian mereka olah menjadi setengah jadi, kemudian dikirim ke daratan Eropa seperti Jerman, dan Eropa Timur dengan menggunakan kereta barang. Jaringan jalan kereta api juga disiapkan khusus untuk kereta api.
Singkatnya, selain impor bahan baku, pengolahan bahan baku diwujudkan oleh Belanda. Ini jelas telah membuka lapangan kerja yang stabil. Ini pula yang menyebabkan ketika resesi Belanda masih memiliki kekuatan untuk tidak terlalu besar dampak resesinya.
Memaknai
Belanda memang tidak menjajah kita lagi. Tetapi dalam lima tahun terakhir, berbagai perusahaan yang beroperasi di pelabuhan laut Rotterdam juga sudah mulai dibeli oleh investor dari China. Saat bersamaan, China telah membangun pelabuhan laut jauh lebih panjang dibandingkan proyek Maasvlakte tahun 1960. Tampaknya lambat laun hegemoni laut dunia akan berpindah ke industrialis dan para pedagang dari China.
Tentu cerita ini dapat berimplikasi kepada penguasaan jalur laut dunia. Tinggal bagaimana menjadikan posisi teluk Jakarta dan Batam, baik perencanaan maupun peruntukannya terhadap perekonomian dan memanfaatkan posisi Indonesia. Jika saja kawasan pelabuhan yang dimiliki oleh Indonesia tidak direncanakan secara baik, maka dalam jangka panjang pusat-pusat pelabuhan internasional dengan sendirinya akan dikuasai oleh asing. Ini sebuah kemunduran peradaban perekonomian laut.
(poe)