Berantas Korupsi dari Pencegahan

Jum'at, 18 Desember 2015 - 15:23 WIB
Berantas Korupsi dari Pencegahan
Berantas Korupsi dari Pencegahan
A A A
Akhirnya Komisi III DPR RI selesai menggelar uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meskipun sempat mengendap selama hampir tiga bulan.Upaya ini menjawab pesimisme publik terkait tuduhan terhadap upaya pelemahan komisi antirasuah ini. Proses pemilihan pimpinan KPK ini tentu menjadi ajang pertaruhan DPR dalam menjawab pesimisme publik. DPR perlu membuktikan kredibilitasnya di tengah pukulan telak yang menimpa citra DPR belakangan ini. Setidaknya, lima pimpinan KPK pilihan DPR nanti memberi angin segar terhadap iklim penegakan hukum ke depan dengan tidak memperluas pembusukan sistem dan tatanan kehidupan akibat korupsi.Sebagai sebuah kejahatan luar biasa, penanganan tindak pidana korupsi tentu memerlukan suatu strategi dan cara yang luar biasa. Jamak diketahui bahwa korupsi telah menjadi fenomena luar biasa karena telah mengakar ke seluruh sektor pemerintahan, lembaga negara, bahkan kerap melibatkan pihak swasta. Hal ini tentu bukan pekerjaan rumah biasa. Pekerjaan ini tidak hanya membenahi personel pelaku, tetapi juga perbaikan sistem secara mendasar.Peran KPK selama ini seolah kerap menyedot perhatian publik melalui upaya tangkap tangan yang selama ini selalu disuguhkan oleh headline media massa. Namun, publik justru melupakan aspek perbaikan sistem yang lebih penting dan seolah hilang dari wacana pemberantasan korupsi selama ini. Akibat itu, upaya penindakan korupsi tidak berbanding lurus dengan perbaikan sistem dalam tata pemerintahan Indonesia.Tak pelak, upaya pemberantasan korupsi cenderung bergantung pada ideologi personel pimpinan suatu lembaga sehingga pergantian pimpinan turut mengubah upaya pemberantasan korupsi yang hampir setengah jalan. Upaya pemberantasan korupsi belakangan ini pun cenderung membuat publik jenuh. Drama ketidakharmonisan yang terjadi antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan seolah tak pernah usai.Masing-masinginstitusipenegak hukum seolah ”rebutan” kasus sehingga pola ”first come first serve”-lah yang berlaku. Akibat itu, persaingan tidak sehat antara aparat penegak hukum kerapmunculterutamajikasalah satu personel lembaga tersebut dijadikan tersangka.Lima Hal KrusialDiakui atau tidak, ada lima hal krusial yang menjadi persoalan fundamental dalam upaya pemberantasan korupsi belakangan ini. Pertama, tidak optimalnya pelaksanaan supervisi dan koordinasi di antara aparat penegak hukum dalam penindakan korupsi. Akibat itu, klaim supervisi dan koordinasi yang terjadi, terkesan tebang pilih, dan masing-masing institusi punya ”mainan” masing- masing.Kedua, kosongnya peran quality assurance atau pengendali kualitas penyidikan dan penuntutan dalam penanganan perkara korupsi. Belum ada kesamaan dan standardisasi dalam penanganan perkara korupsi di antara aparat penegak hukum selama ini telah menempatkan posisi KPK lebih superior dibandingkan kepolisian dan kejaksaan yang terkesan ketinggalan jauh dari KPK.Ketiga, miskinnya konsep pencegahan korupsi. Upaya pencegahan korupsi hanya dijadikan prasyarat pendukung dalam upaya pemberantasan korupsi tanpa ada konsep perbaikan pada sistem dan integritas nasional. Sayangnya, pemerintah pun terkesan setengah hati dalam mendukung upaya pencegahan korupsi sehingga masih ditemukan celah korupsi yang dimanfaatkan oknum.Keempat, pembenaran publik atas anomali penegakan hukum yang dilakukan KPK. Jamak diketahui, KPK kerap melakukan penyimpangan dalam upaya penegakan hukum. Parahnya, publik seolah tutup mata dan membela mati-matian tindakan KPK dan mengecam siapa pun yang menyalahkan KPK. Kondisi ini cenderung akan memperdalam jurang ketimpangan kualitas antara KPK dan kepolisian atau kejaksaan. Kelima, lemahnya Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.Kondisi lemahnya Undang- Undang KPK inilah yang menjadi penyebab kerusakan sistem penegakan hukum penanganan korupsi secara sistematis. Faktanya, sejumlah kewenangan yang diamanahkan UU ini telah menjadikan KPK sebagai lembaga superbodi yang minim pengawasan. Tentu KPK tidak bisa hanya mengedepankan penindakan.Langkah itu tak akan berhasil secara optimal tanpa ada upaya pencegahan. Berapa pun koruptor ditangkap akan muncul generasi koruptor baru. Karena itu, harus juga diikuti upaya pencegahan seperti membangun sistem yang antikorupsi. Membangun karakter antikorupsi akan menumbuhkan generasi antikorupsi.PencegahanPada dasarnya pencegahan kejahatan korupsi tidak memiliki definisi baku, namun inti dari pencegahan kejahatan korupsi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi kesempatan terjadi kejahatan korupsi tersebut. Untuk itu, pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa pidana dan secara teratur untuk mengurangi risiko terjadi dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi kejahatan itu.Definisi ini dialamatkan pada kejahatan dan dampaknya terhadap individu maupun masyarakat. Praktis, upaya pencegahan korupsi harus dilihat sebagai suatu upaya yang memerlukan tindakan apapun yang dirancang untuk mengurangi tingkat sebenarnya dari kejahatan dan/ atau ihwal yang dapat dianggap sebagai kejahatan korupsi.Menurut National Crime Prevention Institute (NCPI), pencegahan kejahatan melalui pengurangan kesempatan kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi, pengakuan, dan penilaian terhadap risiko kejahatan dan penginisiasian beberapa tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan itu. Sesuai dengan perkembangannya, terdapat tiga pendekatan yang dikenal dalam strategi pencegahan kejahatan.Tiga pendekatan itu ialah pendekatan secara sosial (social crime prevention), pendekatan situasional (situational crime prevention), dan pencegahan kejahatan berdasarkan komunitas/masyarakat (community based crime prevention). Ide pendekatan pencegahan korupsi selama ini masih di permukaan, belum menyentuh persoalan mendasar dari pilarpilar korupsi. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi di Indonesia.Akhirnya, sudah saatnya menghindari cara pandang sekadar pemberian efek jera dalam penanganan tindak pidana korupsi. Kita justru harus belajar menghindari tragedi bukan menantikan tragedi untuk belajar menyelamatkan bangsa ini dari keterpurukan etika dan integritas moral. Menjadikan upaya pencegahan sebagai prioritas diharapkan dapat mengobati korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak pernah kunjung selesai karena pemberantasan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat sasaran.Dukungan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah korupsi yang akan dilakukan pimpinan KPK ke depan sangat diperlukan. Dengan begitu, KPK tidak lagi terjebak pendekatan popularitas dalam menangani kejahatan korupsi, tetapi terus mengedepankan pendekatan komunitas dalam mendorong upaya pencegahan menjadi prioritas agenda pemberantasan korupsi ke depan. Semoga!Muhammad Nasir DjamilAnggota Komisi III DPR RI
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5723 seconds (0.1#10.140)